Laman

Selasa, 22 November 2011

FF: Beautiful Target [Part 2]



Genre : Romance

Length : 2 Shoot

Cast :

Kim Jang Li as Kim Jang Li

B1A4 Baro as Cha Sun Woo

Infinite L Kim as Kim Myung Soo


             “Ch.. Cha.. Cha Sunwoo?” tanyaku tergagap. Sunwoo tampak terkejut. Ia lalu keluar dari meja kasir dan menarik tanganku. Ia mengajakku keluar dari restaurant.

                “Cha Sunwoo, apa yang kau lakukan? Kau bekerja?” tanyaku. Sunwoo menatapku dan hanya diam. Ia lalu duduk di sebuah kursi. Aku mengikutinya dan duduk di sampingnya.
                “Ibuku sakit. Aku butuh uang. Aku harus bekerja untuk biaya pengobatannya.” Ungkapnya. Aku diam. Aku tak bisa berkomentar.
                “Aku bekerja paruh waktu di restaurant ini. Siang itu aku pernah mendapat panggilan pekerjaan dari restaurant ini, jadi aku terpaksa membolos jam pelajaran waktu itu. Kau tahu kan, sekolah melarang kelas siswa-nya kerja paruh waktu?” Lanjutnya. Jadi ini alasan dia membolos waktu itu. Sunwoo membolos untuk bekerja. Dan itu untuk Ibunya yang sakit. Semua anggapanku terhadapnya hilang. Sunwoo itu ternyata.. orang yang baik.
                “Aku tak akan mengatakan hal ini pada siapa-pun.” Ucapku. Sunwoo menoleh padaku dan tersenyum. Ia menggenggam tanganku secara tiba-tiba.
                “Nona Penuh Luka, gomawoyo.” Katanya. Jantungku berdebar mendengarnya. Apa aku tak salah dengar? Cha Sunwoo berterima kasih padaku? Tak biasanya.
                “Gwenchanha. Eum.. bb.. Baramjji?”
                “Mmm.. ne?”
                “Aku lapar.”
                “Hahahaha.. Geurae, kau mau apa?” Sunwoo tertawa.
                “Aku mau bulgogi, ya?”
                “Ne, tunggu sebentar.”
*****
                Aku menghabiskan satu porsi bulgogi-ku dengan lahap dan bahagia-nya. Perutku kenyang dan hatiku senang. *macam Ehsan saja author ni* Biarpun Sunwoo yang bekerja di sini, tetap saja aku membayar sendiri. Lagipula, ini juga untuk membantunya. Aku masuk ke dalam restaurant dan mencari sosok Sunwoo. Sunwoo yang menyadari keberadaanku menghampiriku.
                “Aku mau pulang.” Kataku.
                “Jadi maksudmu kau mau diantar?” Tanya Sunwoo.
                “Aniyo.. Bukan begitu. Aku hanya ingin memberitahumu saja. Aku duluan, ya.” Ucapku seraya berjalan menuju pintu keluar. Namun, Sunwoo memegang pergelangan tangan-ku.
                “Chamkanman. Kau pikir aku akan membiarkanmu pulang sendirian?” sergah Sunwoo. Ia membereskan pekerjaannya mengajakku pergi. Aku hanya mengiyakannya.
                “Kau kan tak perlu mengantarku. Lagipula, kau masih punya banyak pekerjaan.” Ucapku membuka pembicaraan di tengah perjalanan.
                “Gwaenchanha. Aku sudah meminta izin pada atasanku untuk istrahat.” Jelasnya. Aku hanya mengangguk. Entah apa yang terjadi padaku, aku merasa canggung berbicara dengannya. Aku dan Sunwoo hanya diam. Apa aku menjadi lebih berhati-hati bicara karena takut menyakiti perasaannya? Molla. Aku dan Sunwoo sampai di halte. Tak lama kemudian bis pun datang.
                “Baramjji, gamsahamnida. Aku pulang dulu.” Ucapku seraya berpamitan. Sunwoo tertawa.
                “Hahaha, aku belum terbiasa dengan panggilan itu. Tapi tak apa Nona Penuh Luka, aku senang. Hati-hati ya, semoga cepat sampai rumah, jangan tersesat.” Katanya sok menasihatiku.
                “Ne, ne, ne, araseo. Kau pikir aku ini Dora yang tersesat tanpa bantuan Peta? *degampol Dora* Kalau ada masalah yang ingin kau ceritakan, kau bisa cerita padaku. Aku ini memang cerewet, tapi aku tak pernah membocorkan rahasia.” kataku seakan-akan aku ini orang yang dermawan. *halah*
                “Arata. Kau itu yang banyak masalah. Ceritakan padaku kalau kau mau. Sudah sana cepat pulang. Nanti Eomma-mu mencarimu.” tegur Sunwoo.
                “Geurae. Annyeonghi gaseyo.” Ucapku sambil membungkukkan badan. Aku pun bergegas masuk ke dalam bis. “Annyeong.” Kata Sunwoo. Aku tak menoleh sedikitpun padanya dan langsung duduk di kursi dalam bis. Sekilas aku melirik ke arahnya. Sunwoo sedang memandangiku. Ia tersenyum manis padaku. Aku membuang pandanganku terhadapnya. Aku menghela nafasku. Hmh, mungkin jiwaku sekarang sedang tak terkontrol.
*****
                Aku memandangi buku Fisika-ku. Aku hanya terus memandanginya tanpa membacanya. Benar-benar memusingkanku. Nilaiku akhir-akhir ini menurun. Jung-sonsaengnim menghukumku di ruang perpustakaan untuk mengerjakan PR-ku yang lupa kukerjakan. Salahku juga sih. Tapi, setega inikah sonsaeng itu sampai aku tak mendapatkan jam istirahat? Huh, menyebalkan.
                “Kim JangLi, kau sedang apa?” seseorang menghampiriku dan duduk di sampingku. Aku membelalakan mataku melihat siapa yang kini di sampingku. Kim Myungsoo! Myungsoo! Ah, Myungsoo Myungsoo Myungsoo! Kau benar-benar membangkitkan semangatku. (u,u)
                “Ah, aniyo. Aku.. aku.. Aku sedang..”
                “Mengerjakan tugas?” tukasnya.
                “Ah! Ne! Kau benar! Aku malas mengerjakan di rumah. Jadi lebih baik aku mengerjakan di sekolah. Lebih cepat kan lebih baik.” Ucapku berbohong. Demi cintaku ini, bohong sedikit juga tak apalah. *author sesat*
                “Ne, kau benar. Ada yang bisa ku bantu?” tanyanya. Ini kemajuan. Tak biasanya Myungsoo bersikap begini padaku. Ataukah ini hanya keajaiban. Terserahlah. Aku punya kesempatan untuk mendekatkan diriku pada Myungsoo.
                “Ye, aku tak mengerti ini. Bisa kau ajari ini?” tanyaku penuh harap.
                “Tentu saja.” Jawab Myungsoo sambil memandangi bukuku. Ia menyerutkan dahinya tampak sedang berpikir. Aku memandanginya sok antusias. Myungsoo menghela nafasnya.
                “Ini mudah. Hukum gerak Newton dibedakan menjadi 3. Hukum Newton 1 adalah Hukum Inersia/Kelembaman. Disebut juga hukum kemalasan, karena benda diam atau bergerak konstan. Sigma F = 0. Hukum Newton 3 memiliki gaya, masa dan percepatan.” Jelas Myungsoo. Aku hanya ber-oh-oh memandanginya. *ini pelajaran IPA kelas 8 SMP. Ketauan deh authornya geblek :p*
                “Hukum Newton 3, F. aksi = F. reaksi. Sama halnya seperti cinta.”
                “Mwoga?” tanyaku tak mengerti. Myungsoo melirik ke arahku. Pandangan matanya tajam menatapku. Jantungku berdegup. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku.
                “Hukum Newton 3, ada aksi, ada reaksi. Cinta, jika kita memberi aksi pada orang yang kita cintai, orang itu akan bereaksi terhadap kita.” Myungsoo menatap mataku lekat. Ap yang dia lakukan sebenarnya? Ia membuatku mematung
                BRAK!! Suara itu menghamburkan pandangan kami. Myungsoo menjauhkan wajahnya dari wajahku. Kami mencari asal suara itu. Suara buku terjatuh. Seorang namja mengambil buku yang jatuh itu.
                “Sunwoo, kau sedang apa?” Tanya Myungsoo. Sunwoo? Sedang apa dia di sini? Menjadi nyamuk. Nyamuk penggangguuuuuuuuuuuu.
                “Ah, eum, aku ingin membaca buku ini.” Kata Sunwoo sambil menunjukkan buku yang dipegangnya. Ia menghampiri kami. Myungsoo menoleh pada buku itu dan membaca judulnya.
                “Book to Solve Problems Easily Without Any Problem That Makes The Problems.”
                “Buku apa itu? Judulnya panjang sekali.” Komentarku. Sunwoo cemberut dan menggebrak meja di perpustakaan.
                “Yaa! Buku ini diperuntukkan untuk orang yang ingin sukses sepertiku. Buku ini menunjukkan bagaimana cara berpikirku, yaitu PAKAI OTAK!” serunya sambil menujukan jari telunjuknya ke arah kepalanya.
                “Yaa! Kau pikir aku ini orang yang tidak bisa berpikir dengan otak, huh?” seruku ketus. Myungsoo memegang tanganku secara tiba-tiba.
                “Sudahlah, tak usah berteriak seperti itu.” Ucap Myungsoo. Benar juga. Aku ini malu-maluin. Sifat sangarku ketahuan deh.
                “Chopta. Makanya kau ini jadi yeoja jangan sering berteriak keras seperti itu. Seperti preman pasar.” Ledek Sunwoo. *di Korea ada gitu preman pasar?* Aku mengepalkan tanganku. Aku mengambil buku-ku dan melempar ke arahnya. Ia menghindar, dan buku itu tak mengenainya. Ia menjulurkan lidahnya dan segera berlari menjauh.
                “Cih, dasar.” Keluhku. Aku menghela nafasku berusaha menenangkan diriku.
                “JangLi, kau akrab dengan Sunwoo ya?” Tanya Myungsoo.
                “Mwoga? Ah, aniyo. Aku dan Sunwoo hanya berteman. Tak ada apa-apa. Sunwoo itu menyebalkan. Dia itu sering meledekku.” Terangku.
                “Ya, sudah. Kalian akrab itu kan bagus.”
                “Bagus? Tidak ada yang bagus! Aku bahkan tak ingin berteman dengannya. Sudahlah lupakan.” Ujarku. Myungsoo hanya mengangguk. Sunwoo, kau merusak saat-saat indahku bersama Myungsoo.
                “Oh, ya. JangLi, OSIS akan mengadakan Festival Atletik. Kau ikut ya?”
                “Festival Atletik?”
                “Ne. Kami mengadakan ini setiap tahun. Ini festival olahraga, tapi lebih mengkhususkan ke atletik. Kau mau ikut kan?” Tanya Myungsoo penuh harap.
                “Eum, ne. Aku pasti ikut.” Ucapku. Ya Tuhan, seumur hidupku yang namanya berolahraga benar-benar sulit untuk kulakukan. Sulit karena banyak faktor. Faktor aku tak bisa berolahraga, jarang olahraga dan.. malas. Tapi aku memaksakan hal ini. Tak apalah. Toh, berolahraga tak ada ruginya.
*****
At Athletic Festival…
                Aku mencari-cari Myungsoo. Orang yang mengajakku ke tempat ini. Benar-benar menyebalkan. Helooooooooo.. ini Festival Atletik atau Audisi Mencari Model, huh? Semua yeoja di sini cantik dan modis, sedangkan aku? Boro-boro cakep -_-. Tapi tak apalah, aku ingin menemui Myungsoo.
                Akhirnya aku menemukan Myungsoo yang sedang duduk di pinggir lapangan. Ia sedang membenarkan ikatan tali sepatunya. Aku menghampirinya. Tarik nafas dalam-dalam..
                “Annyeong hasimnikka, Myungsoo-sunbae!” sapaku dengan lantang.
                “Ah, annyeong, JangLi-ah..” ucap Myungsoo sambil menoleh ke arahku. Aku duduk di sampingnya.
                “Lomba apa yang Sunbae ikuti?” tanyaku. Yah, aku tahu, aku sok akrab.
                “Entahlah. Mungkin lari jarak jauh, tolak peluru, estafet.. banyak.” Terangnya.
                “Eumm.. Sunbae..”
                “Ne?”
                “Maukah kau menjadi pasanganku dalam Lomba Lari Berpasangan?” tanyaku ragu. “Mwo?” Myungsoo tampak sedikit heran. Aku hanya bisa berharap Tuhan mengabulkan doaku. Lalu Ia menghela nafasnya.
                “JangLi.. Aku akan ikut dalam Lomba Lari Berpasangan dan.. euh.. aku sudah punya pasangan jadi.. mianhaeyo..” ucapnya. Nafasku tercekat.
                “Oh, geuraeyo? Oh, gwenchanha. Aku akan mencari pasangan lain. Semoga sukses. Hwaiting!” seruku sambil mengepalkan tanganku. Aku beranjak dari kursi dan berjalan entah kemana. Aku menghembuskan nafas penyesalan. Doaku tak terkabul. Lomba Lari Berpasangan, setiap peserta memiliki pasangannya, putra dan putri. Kemudian salah satu kaki mereka diikat dengan tali. Aku sangat berharap melakukannya dengan Myungsoo. Tapi mau bagaimana?
                BRUK! Aku menubruk seseorang di hadapanku. Aigo, aku terlalu banyak melamun sehingga aku tak memperhatikan jalanku dan siapa yang ada di depanku.
                “Mianhamnida jeongmal.” Ucapku sambil menyatukan kedua telapak tanganku yang berarti meminta maaf. Aku melihat siapa yang ada di hadapanku. Yah, Sunwoo lagi.
                “Kenapa kau ini? Melamun terus. Ada apa, huh?” tanyanya dengan nada kasar.
                “Aniyo, tidak ada apa-apa.” Kataku berbohong. Jelas saja ada apa-apa. Aku ditolak Myungsoo. Baru mengajaknya menjadi pasanganku dalam Lari Berpasangan saja sudah ditolak, bagaimana mau menjadikannya pasanganku sesungguhnya? Hufth. Tiba-tiba sesuatu terlintas di pikiranku. Apakah aku akan berpasangan dengan Sunwoo dalam Lari Berpasangan. Ah, andwae! Lebih baik tidak ikut deh.
                “Geureongayo? Aku tak yakin.” Katanya. Aku terus berjalan. Untuk apa aku datang ke Festival Atletik? Aku tak bisa berbuat apa-apa. Yang ada aku hanya bengong kaya kambing conge. *eeaa*
                “Yaa! Nona penuh Luka! Kau ikut Lari Berpasangan?” seru Sunwoo. Jantungku seperti berhenti, tekanan darahku naik rasanya. Mengapa orang ini seperti habis membaca pikiranku.
                “Kenapa kau tanyakan itu?” tanyaku.
                “Aniyo. Hanya bertanya. Kau kan pasti berpasangan dengan Myungsoo. Kenapa kau masih di sini?” Sunwoo balik bertanya padaku.
                “Ah, tidak seperti itu. Myungsoo sudah punya pasangan.” Ucapku. Sunwoo menyerngitkan dahinya. “Mwo? Waeyo?”. Aku hanya mengangkat kedua bahuku.
                “Nona Penuh Luka.. Maukah kau menjadi pasanganku? Eum, maksudku pasanganku dalam Lari Berpasangan?” tanyanya tiba-tiba. Aku merinding mendengarnya.
                “Mwo? Kau sudah gila? Kenapa kau tiba-tiba mengajakku?”
                “Jadi kau tidak mau ya? Kalau tidak mau ya sudah.” Ucapnya lalu bergegas pergi. Aku hanya diam mematung di tengah lapangan. Aku berpikir sejenak. Aku tak bisa melakukan apa-apa dalam kegiatan atletik. Masa aku di sini hanya menonton? Lebih baik aku pulang. Tapi aku sudah terlanjur datang ke sini. Jadi?
                “Baramjji!!” panggilku. Sunwoo menghentikan langkahnya dan menoleh padaku. “Ye?”
                “Eum, geuraeyo. Aku eum.. Aku menjadi pasanganmu dalam Lari Berpasangan.” Ucapku ragu. Sunwoo tersenyum. “Jeongmal? Kau yakin?”
                “Yaa! Kau kan yang mengajakku. Kenapa malah kau yang ragu?” tanyaku. Sunwoo menarik tanganku. “Kita daftar. Kajja!” ucapnya sambil tersenyum lebar. Namja ini ada-ada saja. Pasti aku sudah gila menerima permintaannya. Naega michyeo.
                Sunwoo mendaftarkan ‘kami’ ke Lomba Lari Berpasangan. Entah apa yang ada di pikiranku saat ini. Aku sendiri pun heran mengapa kekecewaanku pada Myungsoo berujung menjadi pasangan Sunwoo. Sunwoo menghampiriku dan membungkuk di hadapanku. Ia memegang kakiku.
                “Yaa! Mau apa kau?”
                “Aish, kemarikan kakimu!” serunya sambil menyatukan kaki kiri-ku ke kaki kanan-nya. Ia lalu mengikatkan tali pada kaki kami. Aku cemas, aku tak yakin aku bisa berjalan dengan baik. Sunwoo selesai mengikat tali itu dan berdiri di sampingku.
                “Pelan-pelan. Jangan terburu-buru.” Ujarnya. Aku mengatur langkahku. Kami berjalan secara perlahan. Rasanya lama sekali. Berjalan saja susah. Bagaimana berlari?
                Lomba pun hampir berlangsung. Aku sedikit menoleh ke arah Myungsoo. Ia sedang melatih langkahnya bersama pasangannya. Siapa gadis itu? Membuatku kesal saja. *FYI, Myungsoo pasangannya author #plak #authormaruk*
                Peluit pun ditiup tertanda perlombaan dimulai. Semua peserta sudah mulai berlari. Aku dan Sunwoo masih berlari kecil. Kami mempercepat langkah. Kami berlari dengan cukup cepat. Aku tahu, kami tidaklah kompak. Itu membuatku jatuh. Ya, aku jatuh.
                BRAK! Aku terjatuh dengan posisi yang benar-benar paling sangat tidak baik sekali. Wajahku mencium tanah dan tanganku kurentangkan seperti gagal menyelam ke air. Dan Sunwoo, karena kakinya terikat bersamaku, jelas saja ia ikut terjatuh. Aku mecoba bangun dan duduk di arena lari. Sunwoo juga ikut duduk di sampingku. Untung saja lintasan ini mempunyai jarak yang panjang dan tak banyak orang yang menonton pertandingan ini. Kalau banyak yang memperhatikan kami, matilah aku. Mau di taro dimana mukaku? *mau ditaro dimana… nyanyi armada :p*
                “Aigo, menyedihkan sekali.” Aku memandangiku lututku yang kini penuh goresan luka. Rasanya perih sekali. Aku memeganginya. Sunwoo menatap lukaku itu.
                “Kau terluka? Apa memang kau ditakdirkan terluka?” tanyanya seperti mengejekku. Aku merenggut kesal. Hatiku benar-benar menyesal hari ini. Hari yang kuharapkan menjadi baik bagiku ternyata malah menjadi buruk.
                “Sial. Hari ini sudah ku rencanakan dengan baik. Seharusnya aku bisa mengikuti lari berpasangan ini dengan Myungsoo-sunbae dan memenangkannya dan tak berakhir seperti ini. Myugsoo-sunbae berpasangan dengan orang lain dan aku malah berpasangan denganmu. Sekarang, aku malah terluka lagi. Sakit…” Aku mengungkapkan semua uneg-uneg dan perasaan kesalku di depan Sunwoo tanpa di hipnotis Uya Kuya. (?)
                “Kau menyukai Myungsoo?” Tanya Sunwoo tiba-tiba. Aku menoleh padanya “Kalau iya, memangnya kenapa?” Sunwoo hanya diam.
                “Jadi kau ingin memenangkan Lomba Lari Berpasangan ini dengannya? Begitu?” Tanya Sunwoo lagi. Kini giliran aku yang diam. Sunwoo melepaskan tali yang mengikat kedua kaki kami.
                “Kenapa kau lepaskan?” tanyaku. Sunwoo menatapku. Ia menarik tanganku dan membuatku berdiri. Aku berdiri dengan sedikit kesulitan. Sunwoo menaikkan aku ke punggungnya.
                “Yaa yaa yaa! Apa yang kau lakukan, huh? Yaa! Turunkan aku!” aku meronta-ronta di atas punggung Sunwoo. Sunwoo dengan tiba-tiba menggendongku. *adegan wajib FF gue. Hahah XD* aku memukul-mukul bahunya.
                “Yaa! Kenapa kau menggendongku! Aku kan masih bisa berjalan. Dan aku bukan bayiiiiiiii..” seruku seperti anak kecil yang minta mainan. Sunwoo berjalan sambil berlari kecil.
                “Kau lelet. Lagipula kakimu juga terluka. Kau ingin menang kan? Ini cara untuk dapat membuatmu menang dalam lomba ini.” Ucapnya. Aku melongo menatapnya.
                “Tapi kan tidak seperti ini juga. Baiklah, tak menang juga tak apa. Kita berjuang bersama saja untuk memenangkan lomba ini. Jadi, turunkan aku sekarang!” teriakku. Sunwoo tersenyum “Bagaimana kalau aku tak mau?”
                “Mwoga? Begitukah? Huh? Cepat lakukan! Kalau tidak, aku akan mencabut dua gigi tupaimu itu! Cepat turunkan aku!! Sekarang!!” seruku sambil terus meronta. Sunwoo tertawa.
                “Hahaha.. Geurae, tak bisakah sabar sedikit?” ucap Sunwoo. Ia lalu merendahkan posisi tubuhnya dan menurunkanku dari punggungnya. Aku berdiri dengan kaki yang masih terasa perih. Untuk kali ini tak apalah, jika bersama Myungsoo, belum tentu juga aku akan berhasil.
                Sunwoo mengikatkan lagi kakiku dan kakinya. Kami kembali mengatur langkah. Sunwoo menggenggam tanganku dan tersenyum padaku. “Hana, dul, set!” Sunwoo menghitung dan kami mulai berlari lagi. Jarak lintasan masih cukup panjang. Hebatnya kami bisa menyusul beberapa pasang peserta.
                Kami sebentar lgi ke garis finish. Aku dan Sunwoo tetap berlari konstan. Dan akhirnya kami bisa menuju ke garis finish. Ya, kami berhasil! Yeyeyey akhirnya! XD Apa kami menang? Tentu saja tidak. Kalau kami menang, pasti ada seorang ibu peri nyasar member keajaiban pada kami. Tapi ya itu tidak mungkin. Tentu kami tidak menjadi juara, tapi entah ada rasa bangga tersendiri bagiku dan Sunwoo.
                Aku duduk di samping Sunwoo untuk melepaskan ikatan di kaki kami berdua. Setelah ikatan tali itu terlepas, aku memijat-mijat kakiku. “Pegaaaal..”
                “Mau minum?” tawar Sunwoo. Aku menoleh ke arahnya yang sedang memegang 2 botol jus jeruk. Aku nyengir lebar kaya kuda. Sunwoo memberikan itu untukku dan aku menerimanya.
                “Gomawoyo.” Ucapku kemudian. “Cheonmaneyo.” Katanya lalu meneguk jus jeruk miliknya. Aku lalu meminum jus jerukku yang membasahi kerongkonganku. Aku diam sejenak menikmati angin musim gugur yang sebentar lagi akan berakhir. Dari kejauhan, aku memandang Myungsoo. Ia sedang tertawa bersama teman-temannya. Lalu ia menglap wajahnya yang penuh keringat. Sekseh gila.
                “Kau benar-benar menyukai Myungsoo ya?” Tanya Sunwoo yang tampaknya menyadari sedari tadi aku sedang memperhatikan Myungsoo. Aku tergagap. Apa aku jujur saja pada Sunwoo?
                “Arata. Aku bisa melihatnya.” Katanya lalu kembali meminum jus jeruknya. Aku menatapnya. “Apakah terlalu jelas aku menyukainya?” tanyaku kemudian. “Ne.” jawabnya lalu terdiam tampak berpikir. “Mungkin aku bisa membantumu.”
                “Mwo? Maksudmu? Geuraeyo? Jinjja? Jeongmal??” tanyaku bertubi-tubi. Sunwoo tampak heran menatapku. “Aku kenal baik Myungsoo. Biasanya setelah musim gugur, ia akan bermain ski di awal musim dingin.” Jelasnya. Mataku berbinar. Aku seperti mendapat hidayah. *eeaa*
                “Jeongmal? Eottokhaeyo? Terakhir kali aku bermain ski pada umur 6 tahun. Itu juga aku terjatuh terus dan tak terhitung jari jumlahnya..” ucapku.
                “Bwahahaha.. ternyata nasib kau terluka memang sudah bawaan dari kecil.” Kata Sunwoo sambil terkekeh. Aku cemberut dan memukul bahunya. Sunwoo masih terus saja tertawa.
*****
                Musim gugur berlalu, musim dingin pun datang. Aku tak benar-benar yakin akan bermain ski dengan Myungsoo. Yah, ini salah satu cara mendekatinya. Lagipula, sampai kapan ini akan berakhir? Cepat atau lambat aku harus mengungkapkan perasaanku pada Myungsoo. Bahkan aku sudah menyusun skenario dan strategi untuk hal ini.
Aku bermain ski -> Aku bertemu Myungsoo -> Aku tidak bisa main ski -> Myungsoo dengan sabar mengajariku main ski -> Kami punya waktu berduaan -> Aku mengungkapkan perasaanku pada Myungsoo -> Myungsoo menerimaku -> Kami berciuman :*
                Baiklah, mungkin scenario-ku terlalu berlebihan. Tapi entah sejak kapan aku memikirkan hal itu dan mudah-mudahan itu bisa terlaksana. Doakan saya ya! *eeaa*
                Aku nekat pergi saat musim dingin begini. Salju sudah menumpuk di halaman rumah dan di sepanjang jalan kota Seoul. Aku menaiki kereta gantung yang menuju bukit yang kini di penuhi salju. Di sinilah orang-orang biasa bermain ski. Aku bingung mau berbuat apa di sini. Salahku juga sih datang sendirian di tempat ini. Aku lalu mencoba bermain ski setelah berapa tahun lamanya aku tak bermain ski. Aku melesat dengan cepat dan aku tak bisa berhenti. Dan akhirnya aku terpuruk. Apa yang kemarin diucapkan Sunwoo itu seperti doa, ya? Tapi biasanya juga ia yang menolongku. Jadi ia itu pembawa sial sekaligus malaikat. Ah, mengapa aku memikirkan Sunwoo di saat-saat begini?
                “Kim JangLi? Kau JangLi kan?” seseorang menghampiriku. Kim MyungSoo! Myungsoo di hadapanku! Ternyata benar kata Sunwoo, Myungsoo memang suka berada di tempat ini saat musim dingin tiba.
                “Mau kubantu?” tanyanya sambil mengulurkan tangan. Aku meraih tangannya.
                “Gamsahamnida, sunbae.” Ucapku sambil membungkukkan badanku.
                “Gwenchanha. Kau suka bermain ski?” Tanya Myungsoo. Aku menggeleng.
                “Ah, aniyo. Aku hanya sedang mencari kesibukan di saat liburan. Sudah lama aku tak bermain ski, jadi aku tak begitu bisa. Sunbae, kau sering bermain ski ya?” Ucapku. Myungsoo tersenyum lebar dan mengajakku berjalan-jalan di pinggir arena.
                “Ne, darimana kau tahu? Apa Sunwoo yang memberitahumu?” tanyanya. Memang seperti itu sih kenyataannya. Apa dia bisa membaca pikiranku?
                “Aniyo. Aku kan hanya mengira-ngira.” Jawabku asal.
                “Geuraeyo. Aku teman dekat Sunwoo. Kulihat kau sangat dekat dengan Sunwoo. Kupikir ia yang memberitahumu. Ku rasa ia menyukaimu. Apa kalian pacaran?” Terka Myungsoo. Jantungku berdegup kencang. Bagaimana bisa Myungsoo berpendapat seperti itu?
                “Andwae. Kenapa sunbae berpendapat seperti itu?” tanyaku.
                “Kau itu kan dekat sekali dengan Sunwoo. Setiap aku melihatmu pasti kau bersama Sunwoo. Sunwoo selalu menolongmu, bahkan saat kalian belum saling mengenal.”
                “Belum saling mengenal? Maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
                “Apa kau tak tahu? Sunwoo yang menolongmu saat kau pingsan waktu itu.” Jelasnya.
                “Pingsan?” Myungsoo hanya menggangguk padaku. Pingsan. Aku mengingat saat aku masuk ke sekolah ini.
~Flashback~
                Menjadi murid KyungHee High School memang tak mudah. Harus punya mental baja dan hati batu untuk bisa menghadapi guru-guru yang layaknya devil itu. #plak Baru sehari aku menjadi siswi sekolah ini, serasa ingin mati saja. Masa hanya karena aku tidak mengerjakan tugas, aku harus di jemur di siang panas begini? Emangnya ikan asin pake di jemur segala? :p
                Sudah hampir 30 menit aku berdiri di tengah lapangan. Bodohnya aku belum sarapan pagi tadi. Benar-benar mengesalkan. Hari ini menjadi hari terburukku. Sekarang aku tambah pusing. Pandangan mataku menjadi remang-remang. Bumi serasa terbalik. Dan tiba-tiba segalanya menjadi hitam. Gelap.
Author’s POV…
                JangLi kehilangan kesadarannya. Ia kelelahan dan jatuh pingsan. Tak ada siapapun yang melihatnya. Saat itu Sunwoo yang sedang berlari melewati koridor sekolah memandangi JangLi yang berbaring terkapar di tengah lapangan. Sunwoo mendekati yeoja itu. Sunwoo menatap wajahnya dan memukul pelan pipinya. JangLi tak kunjung sadar. Sunwoo lalu membopong JangLi ke UKS. *markas favorit Baro di UKS nih :p*
                Sunwoo membaringkan JangLi di atas kasur ruang UKS. Ruang UKS sangat sepi. Mungkin karena petugas UKS sedang pergi. Sunwoo memandangi yeoja yang sekarang ada di hadapannya. Sunwoo menatapnya tanpa berpaling. Apa yang harus ia lakukan untuk membuat yeoja itu sadar. “Apa aku harus menunggunya?” Batinnya.
                Sunwoo mendekatkan wajahnya ke wajah yeoja itu dengan perlahan. Ia menyentuh bibir yeoja itu dengan jarinya. Kemudian ia memejamkan matanya…
                CKLEK! Pintu UKS pun terbuka. Sunwoo membuka matanya dan menjauhkan wajahnya dari yeoja tersebut. Ia lalu menoleh pada siapa yang masuk ke ruang UKS.
                “Yaa! Sunwoo kau sedang apa?” Tanya Myungsoo dari kejauhan. Myungsoo yang baru datang itu menghampiri Sunwoo.
                “Ehm, aku melihat yeoja ini pingsan di lapangan. Jadi, aku membawanya ke sini. Myungsoo-ah, aku harus pergi kau bisa jaga dia?” Tanya Sunwoo penuh harap. Myungsoo mengangguk. “Geurae.” Sunwooo lalu melangkah pergi keluar dari pintu. Sebelum keluar, ia memandangi Myungsoo dan yeoja itu, setelah itu ia berlalu.
                Setelah beberapa menit, JangLi tersadar. JangLi memandang sekeliling dan menatap Myungsoo yang sedang duduk di kursi. *yaiyalah masa duduk di genteng :p* Myungsoo lalu menoleh pada JangLi dan menghampirinya.
                “Kau sudah bangun?” Tanya Myungsoo. JangLi hanya mengangguk. Ia terus menatap wajah namja di depannya itu. Seketika seperti terhipnotis karena tatapan dan senyuman Myungsoo yang lembut.
“Yaa!” namja itu membuyarkan lamunan JangLi lalu tertawa kecil.
                “Ehm, kenapa aku ada di sini?” Tanya JangLi pada namja itu. Namja itu duduk di sampingnya.
                “Kau tadi pingsan di lapangan. Temanku membawamu kesini. Aku hanya tinggal menjagamu. Aku Kim MyungSoo. Aku ketua OSIS di sini. Kalau ada apa-apa kau panggil aku saja.” Kata Myungsoo.
 “Ah, ne. Gamsahamnida.”
~Flashback End~
JangLi’s POV…
                Aku baru mengingat itu. Myungsoo pernah bilang padaku bahwa temannya yang menolongku. Mungkin aku terlalu terpesona pada Myungsoo saat itu. Temannya.. siapa temannya itu.. Apa itu Sunwoo? Sunwoo.. itu pasti Sunwoo. Aku baru menyadari, yang menolongku sebenarnya adalah Sunwoo.
                “Annyeong, Myungsoo! Nuguyo?” seseorang menghampiri kami dan membuyarkan lamunanku. Seorang yeoja cantik menghampiri kami. Myungsoo menyapa yeoja itu.
                “Annyeong. Kau lama sekali. Oh, kenalkan, ini Kim JangLi, dongsaengku.” Kata Myungsoo pada yeoja itu. Mereka terlihat sangat akrab.
                “Oh, ne. Annyeong haseyo. Moon Sanbyul imnida. Naneun Myungsoo-ui yeojachingu.” Kata yeoja itu. Jantungku serasa berhenti. Aliran darahku berhenti, nafasku tercekat. Myungsoo.. kau sudah punya yeojachingu? Kim Myungsoo, kau yang selama ini ku inginkan, telah menjadi milik orang lain?
                “Bagaimana kalau kita main ski bersama?” Tanya Sanbyul dengan ramah. *FYI, Moon Sanbyul nama korea author, authornya maruk :p*
                “Ehm, aniyo. Kalian duluan saja. Aku ingin istirahat dulu.” Tolakku pada mereka. Mereka tersenyum padaku. “Geurae, kami duluan. Chamjohasibsiyo.” Kata Myungsoo. Myungsoo lalu menggenggam tangan yeoja itu. Mereka berjalan bersama. Hatiku remuk seketika. Seperti ada yang meremas hatiku dengan kuat. Sakit.
                Aku berjalan-jalan di pinggir jalan raya. Aku sudah tak berniat main ski lagi. Sudah tak ada harapan rasanya. Aku berjalan tanpa arah. Aku bingung ingin ke mana. Tak ada tujuan. Mengetahui Myungsoo sudah menjadi milik orang lain, rasanya sesak sekali. Aku ingin menangis. Usahaku selama ini seperti tak ada artinya. Sesuatu terlintas di pikiranku. Sesuatu kembali teringat. Aku lalu berlari menuju halte bis. Dan menaiki bus yang lewat saat itu.
                Setelah sampai aku turun dari bis. Aku berlari kecil menuju suatu tempat. Aku berdiri di depan sebuah restauran. Perkiraanku tepat. Sunwoo ada di sana. Saat liburan seperti ini, ia masih harus bekerja. Aku hanya memperhatikannya dari kejauhan. Sesaat kemudian, Sunwoo menyadari keberadaanku. Aku lalu masuk ke dalam restaurant. Sunwoo menghampiriku dan menatapku heran.
                “Waeyo?” tanyanya. Pandanganku terlihat buram. Mungkin mataku sekarang sudah berkaca-kaca. Aku mendekatinya dan memeluknya. Sunwoo heran melihatku yang bertingkah aneh di depannya. Entah kenapa, aku merasa ingin berada di dekatnya sekarang.
                “Karena Myungsoo?” tanyanya lagi. Aku tak menjawab. Ia tahu seakan bisa membaca pikiranku. Sekarang air mataku sudah membanjiri pipiku. Sunwoo orang yang mengerti diriku. Aku memeluknya semakin erat. Hatiku terasa lega.
                “Yaa! Jangan menangis terus.” Serunya. Ia melepaskan pelukanku. Ia mengadahkan wajahku dan kini aku menatap wajahnya. Ia memegang pipiku dan menghapus air mataku. Aku masih sesenggukan.
                “Geurae. Duduklah dulu.” Pinta Sunwoo. Ia menyuruhku duduk. Ia lalu memasuki dapur restaurant. Tak lama kemudian ia kembali dan duduk di hadapanku. Ia menyodorkan secangkir coffee milk padaku.
                “Minumlah. Biar aku yang traktir.” Katanya sambil tersenyum. Aku diam dan terus memandanginya tak berkedip. *gagitu juga sih* Sunwoo.. orang yang selama ini menolongku saat terluka. Dan saat aku terluka karena Myungsoo, Sunwoo ada di hadapanku menenangkan diriku.
                “Yaa! Kau kenapa, huh? Kau tak seperti Nona Penuh Luka yang kukenal. Meskipun kau terluka kau tak pernah menangis. Dan hanya karena ditolak Myungsoo kau menangis seperti ini. Memangnya segitu cintanyakah kau pada Myungsoo?” tegur Sunwoo.
                “A.. aku.. aku belum mengungkapkan perasaanku.” Ucapku terbata.
                “Mwo? Maksudmu? Lalu mengapa kau menangis?” Tanya Sunwoo.
                “Myungsoo.. Ia sudah punya yeojachingu.”
                “Mwo? Myungsoo tidak bilang apa-apa padaku. Sejak kapan? Seharusnya kan ia bilang dulu padaku. Jadi aku kan bisa memberitahumu sehingga..”
                “Baramjji..” aku memanggilnya pelan. Sunwoo berhenti bicara. Aku saling bertatapan dengannya. “Apa kau pernah menolongku saat aku pingsan?”
                “Kenapa kau tanyakan itu?” Tanya Sunwoo.
                “Pabo. Kenapa kau tak bilang padaku? Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu. Gamsahamnida.” Ucapku sambil membungkukkan badan. Sunwoo terperangah menatapku. Aku lalu berdiri. “Terima kasih untuk segalanya. Aku pergi dulu. Annyeong.” Ucapku lagi lalu bergegas keluar dari restaurant.
                “Yaa! Chamkanman!” suara Sunwoo tampak menghentikanku. Aku menoleh padanya.
                “Apa kau datang hanya ingin mengatakan itu?” Tanya Sunwoo. Aku terdiam. Lidahku kelu, tak bisa mengucapkan apa-apa. Aku hanya mengangguk dan tersenyum padanya. Lalu aku beranjak pergi. Sebaiknya aku pulang.
                Aku berjalan kaki menuju halte. Aku lalu mengadahkan kepalaku ke langit. Aku memikirkan lagi ucapan Sunwoo tadi. Apa aku datang hanya untuk mengucapkan terima kasih padanya? Ya, hanya itu. Aku berterima kasih atas segalanya. Ia sudah banyak menolongku.
                Aniyo. Tak hanya itu. Aku ingin berkata aku membutuhkannya. Aku ingin dekat dengannya. Aku ingin bersamanya. Aku nyaman bersamanya. Aku.. menyayanginya.
                Tiba-tiba aku terpeleset. Aku melamun dan tak memperhatikan langkahku. Aku terguling ke dalam sebuah jurang. Oh, Tuhan tolong aku. Aku mencoba naik tapi tak bisa. Salju terlalu menumpuk dan membuat licin. Aku tak bisa mendaki ke atas. Tiada siapapun di sekitarku. Aku lalu mengecek ponselku. Sial, tak ada sinyal. Udara sangat dingin. Aku sendirian. Ya, Tuhan.. apa yang harus aku lakukan? Aku tak bisa meminta bantuan ke siapapun. Sunwoo selalu menolongku saat aku terluka. Dan sekarang aku terperosok ke dalam jurang salju. Bagaimana ini? Sunwoo tak ada di sampingku. Sunwoo, tolong aku.. Tolong aku…
                Aku memeluk kakiku. Nafas putihku semakin terlihat. Aku kedinginan. Mungkin tubuhku sebentar lagi membeku. Aku hanya berpasrah di tengah hujan salju yang kian datang. Aku menangis lagi. Aku tak ingin di sini. Aku ingin pulang. Oh, Tuhan. Oh, Eomma. Oh, Appa. Oh, Sunwoo..
                “Yaa! Nona Penuh Luka! Kau mau merepotkanku lagi, huh?” teriak seseorang di atas. Aku mengadahkan kepalaku melihat sosok orang yang memanggilku. Aku tahu orang itu. Sunwoo datang padaku. Apa ia punya satelit untuk melacakku? Wajahnya tampak cemas menatapku. Syukurlah.
                Sunwoo mengulurkan seuntai tali. “Naiklah!” serunya. Aku hanya menurutinya. Aku memegang erat tali itu. Hingga aku sampai ke puncak. Sunwoo mengulurkan tangannya dan aku meraihnya. Aku akhirnya selamat.
                “Gwenchanhayo?” Tanya Sunwoo. “Gwenchanha.” jawabku.
                “Syukurlah.” Sunwooo menarik tubuhku ke pelukannya. Ia memelukku sangat erat. Aku merasa hangat berada di pelukannya.
                “Pabo. Kau tahu tidak? Kau itu lama sekali datang. Aku sudah hampir membeku tadi.” Ucapku. Sunwoo tertawa.
                “Aku tau. Kau tahu tidak? Kau selalu saja membuatku khawatir.” Ucapnya.
                “Aku tahu. Makanya aku bersyukur terperosok ke dalam jurang.”
                “Mwo? Kenapa begitu? Kau ingin mati atau hanya ingin membuatku khawatir, huh?” kata Sunwoo.
                “Aniyo. Aku ingin bertemu lagi denganmu. Ada yang harus aku sampaikan padamu.”
                “Mworago?” Tanya Sunwoo.
                “Baramjji.. saranghae.” Ucapku seketika. Sunwoo terdiam dan menatapku dengan terkejut. Entah apa yang membuatku mengatakan itu. Tapi itulah yang sebenarnya inginku katakana.
                “Yaa! Kau mabuk? Kau keracunan? Atau kau kesurupan? Kenapa tiba-tiba.. kau.. kau kan menyukai Myungsoo tapi.. kau.. Kau bercanda?”
                “Aku serius. Aku memang menyukai dan mengagumi Myungsoo-sunbae. Orang yang sebenarnya kucintai adalah dirimu, Baramjji.” Ucapku dengan yakin. Sunwoo makin tergagap.
                “Kenapa kau baru bilang sekarang?” Tanya Sunwoo.
                “Aku baru menyadarinya.”
                “Babo!! Kenapa kau baru sekarang menyadarinya? Seharusnya kau menyadari ini lebih cepat. Jadi aku tak perlu sakit hati jika kau bersama Myungsoo. Aku sudah cukup sabar menunggumu.”
                “Ye?” tanyaku mmasih tak mengerti. Sunwoo lalu mencium bibirku. Yaa yaa yya! Apa yang dia lakukan? Aku mendorong tubuhnya dan melepas ciumannya.
                “Yaa! Kenapa kau lakukan itu?!”
                “Karena aku mencintaimu.. Kim JangLi, maukah kau menjadi yeojachingu-ku?” Tanya Sunwoo. Aku benar-benar tak percaya. Sunwoo juga menyukaiku. Bahkan lebih lama daripadaku. Dan untuk pertama kalinya ia memanggilku.. memanggilku dengan namaku.. ia memanggilku Kim jangLi.
                “Apa aku tak boleh menolakmu?” tanyaku. Sunwoo tersenyum lebar. Ia lalu menciumku lagi.
*****
                Aku mencoba mengambil buku di rak buku milik perpustakaan. Buku itu tinggi sekali sehingga aku harus menggunakan tangga. Aku menggeser tangga untuk mengambil buku. Yah, memang resiko orang pendek, aku tetap sulit mengambil buku itu. Aku mencoba menggapainya tapi aku tak bisa meraih buku itu. Oh, tidak. Aku tak bisa menjaga keseimbanganku. Lalu aku terjatuh.
                “Mamaaaaa!!” aku berteriak sambil menutup mataku. Anehnya aku tak merasakan sakit. Aku membuka mataku dan melihat seseorang di hadapanku. Ia menggendongku saat aku terjatuh tadi. Tepat sekali.
                “Ada yang bisa kubantu, Nona Penuh Luka?” Tanya namja itu. Namja itu adalah namjachinguku. Ia adalah Cha Sunwoo. Seorang pengurus OSIS yang menyebalkan, tapi baik hati.
                Kalau dipikir-pikir, aku tak mendapatkan orang yang selama ini ku inginkan. Kim Myungsoo, target cintaku telah menjadi milik orang lain. Usahaku selama ini untuk mendapatkan cintanya terasa tak berarti. Tapi siapa bilang? Di dunia ini yang namanya berusaha tak ada yang sia-sia. Aku memang tak mendapatkan Kim Myungsoo yang aku inginkan. Tapi aku mendapatkan yang terbaik, orang yang aku cintai. Dan orang itu adalah Cha Sunwoo. Intinya adalah, yang lebih penting bukan hasil yang di dapat, tapi usaha yang di jalani. So, FIGHTING! :D
-THE END-

FF: Beautiful Target [Part 1]



Genre : Romance
Length : 2 Shoot
Cast :
Kim Jang Li as Kim Jang Li
B1A4 Baro as Cha Sun Woo
Infinite L Kim as Kim Myung Soo

Hari ini pelantikan OSIS di KyungHee High School. Sebenarnya aku bukan orang sepintar Albert Einstein yang pintar atau berhasil menyabet berbagai piala dan prestasi. Aku juga bukan siswi yang cantik seperti member Girls Generation atau Kim TaeHee. Aku tidak eksis di sekolahku dan kenyataan membuktikan bahwa aku hanyalah siswi biasa saja di KyungHee High School. Tapi aku mendaftarkan diriku menjadi pengurus OSIS di sekolahku.
Aku mendaftarkan diri bukannya tanpa alasan. Kalau pun tanpa alasan aku tak akan mendaftarkan diri menjadi pengurus OSIS? Untuk apa jadi pengurus OSIS? Hanya menjadi beban dan membuatku capek. Aku mendaftarkan diri karena aku ingin dekat dengan seseorang. Seseorang yang dapat membuatku tersenyum ketika memandang wajahnya. Kim MyungSoo. Ketua OSIS yang baik hati. MyungSoo pernah menolongku saat aku pingsan. Dulu saat pertama aku masuk ke sekolah ini, aku pernah di hukum di lapangan karena melakukan kesalahan. Aku kelelahan dan pingsan. Lalu Myungsoo menolongku. Sejak saat itu aku jatuh cinta pada Myungsoo, sunbae-ku.
Dan entah apa kelebihanku yang membuatku menjadi pengurus OSIS. Ya, aku berhasil menjadi pengurus OSIS. Apa ini yang di sebut takdir? Jeongmal, sedari tadi aku tersenyum membayangkan wajah Myungsoo. Aku ingin menemuinya. Tapi dia di mana? Aku mencari-cari sosok Myungsoo. Aku tak menemukannya. Aku pergi ke belakang sekolah. Menikmati angin yang berhembus lembut mengibaskan daun-daun pohon yang banyak tumbuh disekitarku. Mataku tertuju pada beberapa namja di sudut sekolah. Sedang apa mereka? Mereka siswa bolos! Aku menyaksikan sendiri proses kabur (?) mereka. Di sudut sekolah ini ternyata terdapat pintu kecil yang aku juga tak tahu siapa yang membuatnya. Dan seorang namja menoleh padaku. Oh, tidak. Eottohkhae?
Aku berusaha pergi. Entah kenapa namja itu mengejarku. Ia berhasil meraih tanganku dan menarikku ke sudut sekolah. Aku terhimpit olehnya dan tak bisa kemana-mana.
“Mau apa kau?” tanyaku dengan cemas. Namja itu menatap mataku dengan tajam. Jantungku berdebar. Wajahnya hanya sekitar 1 jengkal dari wajahku.
“Tutup mulutmu..” kata namja itu kemudian. “-Kau yeoja pertama yang mengetahui tempat ini. Kalau kau mengadukan hal ini pada orang lain, tamat riwayatmu!” lanjutnya. Ia lalu melepaskan genggaman tangannya yang membuat pergelangan tanganku sakit. Namja itu lalu pergi melewati pintu kecil itu. Jantungku berdebar. Rahasia siswa yang membolos ada di tanganku. Apa yang harus aku lakukan?
*****
                Esoknya aku memasuki ruang OSIS. Aku celingukan memandangi seluruh ruangan. Aku memprhatikan setiap sudut ruangan layaknya seorang desainer interior *eea* Bahkan aku bisa melihat seekor semut yang merayap di dinding. Haha..
                “Yaa! Kau sedang apa?” seseorang mengejutkanku dari belakang. Aku menoleh. Aigo, itu Myungsoo. Aku menjadi salah tingkah. Lagipula mengapa Myungsoo datang begitu saja dan muncul tiba-tiba seperti hantu begitu? Omona.
                “Ah, aniyo. Aku hanya ingin melihat keadaan ruang OSIS. Ternyata tempatnya bersih sekali. Sungguh hebat! Aku terpesona. Bahkan kamar-ku tak lebih besar dari ruangan ini.” Terangku sambir tersenyum lebar.
                “Hahaha.. tak usah berlebihan seperti itu. Tak apa jika ingin melihat-lihat. Lagipula ini kan ruangan bagi pengurus OSIS.” Kata Myungsoo yang tersenyum manis padaku. Eomma, aku ingin berteriak rasanya. (u.u)
                Tak lama kemudian sunbae-sunbae-ku dan beberapa siswa yang satu angkatan denganku memasuki ruang OSIS. Mereka juga pengurus OSIS sepertiku. Aku hanya mengenal beberapa dari mereka. Hari ini kami mengadakan pertemuan. Yah, mungkin hanya untuk mengenal satu sama lain. Aku lalu duduk di salah satu kursi.
                “Geurae. Kalian dipilih menjadi pengurus OSIS karena kalian dipercaya untuk memajukan sekolah ini agar lebih baik. Selamat kepada kalian yang terpilih. Kami berharap kalian bisa membawa nama baik sekolah ini.” Jelas Myungsoo di depan kami semua. Aih, gaya bicaranya keren.
                “Aku akan memperkenalkan para pengurus OSIS yang sudah senior. Ini Sunggyu, Woohyun, Jiyoun, Eunjung, Jinyoung,…”
                “Mianhae, aku terlambat!” belum selesai Myungsoo berkata seseorang memasuki ruang OSIS dan memotong pembicaraan Myungsoo dengan tiba-tiba. Semua mata tertuju padanya. Aku pun menoleh padanya. Mataku membelalak. Dia..
                “Itu Sunwoo. Yaa! Sunwoo mengapa kau baru datang?” tegur Myungsoo pada namja itu. Sunwoo? Dia pengurus OSIS? Dan dia adalah salah satu siswa yang mencoba kabur dari jam belajar di sekolah? Benar-benar tak masuk akal.
                “Eumm.. aku ada urusan. Mianhaeyo.” Kata Sunwoo sambil menggaruk kepalanya. Ia lalu memandangku. Mata kami bertatapan. Mungkin pikirannya sama sepertiku. Sunwoo tampak terkejut melihatku. Aku membuang wajahku. Memandang kuku-kuku-ku berusaha mencari kesibukkan lain. Namja itu duduk di samping-ku. Eehh.. kenapa sih dia? Jantungku berdebar tak karuan. Kenapa jadi begini? Harusnya kan aku bahagia bisa terus dekat dengan Myungsoo. Kenapa perasanku jadi was-was setelah bertemu orang ini. Aku menoleh padanya. Dia sedang memandangku.
                “Mwo?” tanyanya.
                “A.. a.. aniyo.” Kataku tergagap. Aku lalu menghela nafas. Aigooo.
*****
                Para siswa dan siswi berkumpul di pinggir lapangan. Bukan karena ada pengumuman penting ataupun ada meteor jatuhdi lapangan. Tapi karena tim basket sekolah ini sedang berlatih. Tak ada yang hebat sebenarnya dari latihan kali ini. Tapi aku ingin melihat Myungsoo bermain basket. Ya, Myungsoo adalah kapten tim basket sekolah kami. Rasanya aku benar-benar ingin berteriak melihatnya bermain basket. Jarang sekali ada namja seperti dia. Baik hati, tampan, pintar, jago olahraga, mendekati sempurna. Menyebalkan mendengar banyak juga siswi yang menyebut namanya. Dia memang keren. Tak sedikit yeoja yang menyukainya. Dia benar-benar seorang pangeran.
                Pandanganku tak lepas dari wajahnya. Senyumnya mengambang dari wajahnya. Hatiku berbunga-bunga. Aku sangat bahagia walaupun hanya memandang senyumnya.
                “Yaa! Awas!” seseorang nampak berteriak padaku. Aku lalu menoleh padanya. Aku melamun, aku tahu. Dan itu berakibat fatal. Sebuah bola basket melayang ke arahku. Parahnya bola itu mengenai wajahku. Oh, Tuhan.. hampir saja aku terjatuh. Aku memijat hidungku yang menjadi tempat mendaratnya bola basket itu. Aku baik-baik saja tapi.. darah! Hidungku mengeluarkan darah. Omona, darah itu terus mengalir dari hidungku. Aku mengadahkan kepalaku. Tapi malah membuatku pusing.
                “Gwenchanayo?” Tanya seorang namja. Myungsoo kini berdiri di sampingku dan memandangku. Apa yang harus aku lakukan sekarang?
                “Jangan diam saja! Ikut aku!” seseorang datang tiba-tiba dan menarik tanganku. Sunwoo? Mau apa dia? Dia mau membawaku ke mana? *mau dibawa kemana.. nyanyi armada :p*
                Aku dan Sunwoo memasuki ruang UKS yang sepi. Sunwoo menyuruhku untuk duduk. Aku masih memegangi hidungku. Ia membersihkan darah yang mengalir dari hidungku dan menghentikan pendarahannya. Darah itu sudah berhenti mengalir sekarang. Tak sengaja mata kami bertemu.
                “Mwoga?” tanyaku.
                “Hmph.. aniyo. Mianhaeyo.” Katanya sambil memalingkan wajahnya.
                “Untuk apa kau meminta maaf?”
                “Yaa! Kau ini menonton latihan kami atau bengong saja? Harusnya kan kau memperhatikan bola! Aku yang menyebabkan bola itu mengenai wajahmu. Lagipula kau ini bukannya minggir malah tetap di tempat.” Jelasnya.
                “Ne, ne, ne. Gwenchanayo.” Ucapku. Sunwoo memandangku dengan seksama.
                “Mwoga?” tanyaku lagi.
                “Kau ini tak pantas menjadi pengurus OSIS.” Komentarnya.
                “Yaa yaa yaa! Apa maksudmu aku tak pantas? Memangnya kenapa kalau aku menjadi pengurus OSIS? Huh?” protesku.
                “Kau ini tidak cantik, pintar, kaya, maupun pandai bergaul. Tak ada yang menarik dari dirimu.” Ucapnya tanpa rasa bersalah.
                “Mwo? Apa kau bilang? Biarpun aku tak seperti yang kau katakan, aku masih lebih baik darimu! Aku tidak sepertimu yang menjadi pengurus OSIS tapi masih berani membo…” belum selesai aku melanjutkan kalimatku, Sunwoo menutup mulutku dengan jari telunjuknya.
                “Kan sudah kubilang, jangan katakan pada siapapun. Aku melakukannya juga bukan karena kemauanku.” Katanya sambil menatapku dengan puppy eyes.
                “Lantas kenapa kau melakukannya?” ucapku sambil melepaskan jari telunjuknya dari bibirku.
                “JangLi, gwenchanhayo?” tiba-tiba Myungsoo memasuki ruang UKS. Aku melepaskan jari telunjuk Sunwoo dari genggaman tanganku.
                “Ah, ne, gwenchanha.” Ucapku. Myungsoo tersenyum padaku.
                “Geurae. Kau harusnya lebih berhati-hati.” Ujarnya.
                “Ne, Araseo.” Ucapku. Myungsoo membelai rambutku. Oh, Tuhan.. Dewi Fortuna berpihak padaku sekarang. Kau tahu rasanya? Aku seperti ingin loncat-loncat (?). Tidak biasanya Myungsoo bersikap seperti ini padaku. Yah, sesuatu banget. *ala syahrini*
                “Aku harus kembali berlatih. Chamjohasibsiyo.” Kata Myungsoo sambil melambaikan tangannya. Ia tersenyum lebar padaku.
                “Ye, Sunbae. Hwaiting!!” seruku sambil mengepalkan tangan memberinya semangat.
                “Hahahaha.. Gamsahamnida. Sunwoo, kajja.” Ucapnya sambil berlalu. Sunwoo membuntutinya. Sunwoo menghentikan langkahnya. Ia menoleh padaku.
                “Kau tak ingin member semangat padaku?” tanyanya tiba-tiba.
                “Mwo? Untuk apa?” ucapku ketus.
                “Jahat sekali kau.” Sunwoo memonyongkan bibirnya. Ia lalu bergegas pergi untuk berlatih.
                “Yaa! Cha Sunwoo! Hwaiting!” seruku dari depan pintu UKS. Sunwoo menoleh padaku dan tersenyum. Ia mengangkat tangannya tampak memberi hormat padaku. Lalu ia kembali berjalan. Aku hanya terkekeh.
*****
Next day…
                Jung-sonsaengnim menyuruhku ke kantornya. Entah untuk apa. Mungkin karena nilai-ku menurun. Aku menuruni tangga sekolah. Aku melihat Myungsoo dan Sunwoo yang sedang berjalan bersama. Omona. Jantungku berdebar setiap kali bertemu Myungsoo. Mereka  berdua menaiki tangga dan memandang ke arahku.
                GUBRAK! Eh, apa-apaan ini? Aku ngapain? Aku jatuh! Ya Tuhan.. Aku lengah dan terjatuh dari tangga. Lenganku terluka. Kenapa di saat seperti ini aku bukannya memberikan kesan baik malah terjatuh dengan posisi memalukan? Ah, sial.
                “JangLi-ah? Gwenchanhayo? Mau ku bantu?” Tanya Myungsoo. Aku segera berdiri dan nyengir lebar. “Aniyo, gamsahamnida. Gwenchanha.”
                “Kau yakin? Ne, aku duluan ya.” Kata Myungsoo lalu pergi bersama Sunwoo. Aku hanya mengangguk dan kembali berjalan menuju kantor Jung-sonsaengnim. Aku melihat ke arah siku-ku yang terluka. Mungkin karena mengenai ujung anak tangga yang tajam.
                “Kau ingin menyembunyikan rasa sakit itu?” seseorang berteriak dari belakangku. Aku menoleh padanya dan menyerngitkan dahi keheranan. Ia menarik tanganku dan lagi-lagi membawaku ke UKS. Ia membersihkan lukaku dan mengobatinya. Wajahnya tampak sangat serius.
                “Yaa! Neo! Bagaimana kau tahu aku terluka?”
                “Bagaimana bisa aku tidak tahu? Terlihat sekali kau merintih kesakitan.” Ucap Sunwoo.
                “Myungsoo-sunbae tidak tahu.”
                “Mungkin memang dia tidak memperhatikan.”
                “Jangan-jangan kau pembawa sial?” ucapku sambil menunjuk wajahnya dengan jari telunjukku. Sunwoo membelalakan matanya.
                “Mwo? Yaa! Kau jangan sembarang bicara!” Sunwoo lalu memberikan perban luka di siku-ku.
                “Ye, mianhaeyo. Aku kan cuma bercanda. Cha Sunwoo, gomawoyo.” Ucapku sambil tersenyum. Sunwoo diam menatapku, kemudian ia memalingkan wajahnya.
                “Gwenchanha. Jangan kau panggil aku dengan nama lengkap lagi. Cha Sunwoo. Aku risih di panggil seperti itu.” Ujarnya.
                “Lalu? Apa aku harus memanggilmu Sunbae?” tanyaku.
                “Seharusnya memang begitu. Tapi aku tidak mau. Kesannya aku tua sekali.” Protesnya. “Kau memang sudah tua.” Tukasku.
                “Apa kau bilang? Kau ingin aku menjambak bibirmu, huh???” Sunwoo tampak tak terima. Aku tertawa. *eh Baro, emang bibir bisa dijambak?*
                “Hahaha.. Lalu aku harus panggil apa? Masa aku harus memanggilmu Oppa? Tidak mau!!” seruku. Aku lalu berpikir sejenak.
                “AAAH!” teriakku. Sunwoo terkejut. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. “BARAMJJI!” seruku dengan lantang. Sunwoo terkekeh.
                “Mwo? Waeyo?” tanyanya.
                “Gigimu itu seperti tupai. Makanya Baramjji. Bagus kan?” ucapku tegas. Sunwoo tertawa dan mengangguk.
                “Geurae. Lalu, bagaimana kalau aku memanggilmu Nona Penuh Luka?” ucapnya sambil menyipitkan matanya. Aku cemberut.
                “Yaa yaa yaa! Enak sekali kau! Baramjji itu bagus! Masa nama panggilanku jelek sekali!” protesku.
                “Yaa! Kau ini memang sering terluka. Setiap aku bertemu denganmu pasti ada alasan kau terluka. Jadi nama itu cocok untukmu.” Jelasnya.
                “Jahat sekali kau.”
                “Salah sendiri kenapa kau ceroboh.”
                Aku mencubit lengannya. “Aw!” rintih Sunwoo.
*****
                Aku pulang sekolah agak terlambat. Langit sudah mulai gelap. Cahaya matahari hanya menyusup dari balik awan. Bayanganku sudah nampak jelas di sepanjang langkahku. Aku sudah lelah dan ingin cepat sampai ke rumah. Aku memegangi perutku yang sudah mulai keroncongan. Aku bingung mengapa perutku malah keroncongan bukannya dangdutan saja. *eeaa* aku melirik ke arah restaurant fast food. Aku melihat ke jam tanganku. Aku pikir masih punya waktu sebelum sampai ke rumah. Aku lalu memasuki restaurant itu.
                Aku melihat-lihat makanan apa yang akan aku pilih untuk di santap. Setelah melihat-lihat aku merogoh saku-ku. Mengecek uangku apa masih cukup. Untungnya aku masih punya uang untuk membeli makan. Alhamdulillah yah... sesuatu banget. *eeaa*
                Aku lalu menuju kasir untuk memesan makanan. Lalu seorang pelayan menghampiriku. “Annyeong, ada yang bisa saya bantu?” aku menoleh kepada pelayan itu dan membulatkan mataku. Aku hampir tak percaya melihat siapa yang ada di hadapanku.
                “Ch.. Cha.. Cha Sunwoo?”

To Be Continued...