Laman

Rabu, 27 Februari 2013

FF: You Belong With Him [Part 6B]




Title : You Belong With Him
Author : @AiXia0929
Genre : Romance
Length : 6 shoot
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
B1A4 Jin Young as Jung Jin Young
B.A.P Dae Hyun as Jung Dae Hyun

I only come back to my senses
after getting slapped on the cheek
I learn the hurting feelings of an immature love
My girl’s backside that I can’t hold back
She’s leaving… My girl’s leaving…
(B1A4 – I Won’t Do Bad Things, 나쁜 할게요)

            Ryuri mencoba menggerakkan kakinya untuk melangkah. Meskipun terasa sakit, Ryuri tetap berjuang. Ia tak mau terus diam. Ia mau berjalan normal lagi. Ia mau hidup seperti sebelumnya. Semua sudah terjadi. Tak ada lagi yang bisa diperbuatnya untuk memperbaiki masa lalunya. Karena waktu berjalan ke masa depan.
Jinyoung, namja itu selalu berada di sampingnya. Tidak setiap saat memang. Tapi kapanpun Jinyoung punya waktu senggang, Jinyoung sesempat mungkin akan menemaninya. Seperti yang sekarang ini dilakukannya.
Jinyoung menggenggam tangan Ryuri. Menuntunnya selangkah demi selangkah menyusuri beberapa meter di hadapannya. Sekarang, Ryuri dalam tahap pemulihan. Sedikit, kaki Ryuri sudah bisa mulai digerakkan. Ia hanya perlu pembiasaan lagi untuk berjalan.
“Aaa!!”
Ryuri terjatuh. Jinyoung terkejut. Salahnya ia tidak menjaga Ryuri dengan benar. Jinyoung duduk di samping Ryuri, memegang bahunya. Memeriksa apa ada hal serius yang terjadi padanya.
“Kau tak apa? Apa kau terluka? Mianhaeyo, aku membiarkanmu jatuh. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku harus memanggil dokter? Geurae, kau..”
“Sunbae..” panggil Ryuri. Jinyoung menghentikan kalimatnya. “Aku tidak apa-apa.”
Jinyoung menghela nafas lega. “Syukurlah.. Geurae, aku bantu kau berdiri..”
Jinyoung menggenggam tangan Ryuri, mencoba membantunya berdiri. Tapi tangan Ryuri menariknya. Membuat Jinyoung tak jadi bangkit. Mengisyaratkannya untuk tetap duduk di samping Ryuri.
“Waeyo?” tanya Jinyoung. Ryuri terus menatap kedua mata Jinyoung. Kedua mata yang indah. Menghasilkan tatapan yang begitu sendu.
“Gomawoyo..”
Jinyoung mengerutkan dahinya, berpikir tentang apa yang membuat Ryuri tiba-tiba berterima kasih padanya.
“Terima kasih telah menyukaiku selama ini.”
Jinyoung membelalakkan matanya. Mendengar apa yang dikatakan Ryuri. Entah darimana Ryuri bisa mengetahui semua itu. Ia hanya tak percaya dengan yang barusan di dengarnya.
“Daehyun telah menceritakan semuanya padaku.”
Seperti bisa membaca pikirannya, Ryuri menjawab pertanyaannya. Jinyoung memandang gadis itu. Sebuah desiran hangat di dadanya. Jantungnya berdetak tak karuan. Ada sesuatu yang membuatnya tak tenang. Ryuri. Ia sudah tau semua. Ia sudah tau perasaannya. Tapi bagaimana dengannya? Ia belum tau apa-apa.
“Kenapa kau tak bilang padaku?” tanya Ryuri. Mereka saling menatap.
“Kenapa kau tidak bilang ‘kau menyukaiku’ lebih awal?” tanya Ryuri lagi. Jinyoung seakan tak bisa berpikir lancar. Ia tak mengerti. Ryuri terus mendesaknya seperti itu.
Jinyoung mengambil nafas, lalu mulai bicara. “Maafkan aku jika aku belum mengatakan hal itu. Tapi itu benar, aku memang menyukaimu.”
Jinyoung menguatkan hatinya, menatap Ryuri dengan tajam. Ia tak pernah merasa sesulit ini menatap mata seseorang. Namun ia tetap berusaha menatap Ryuri dengan fokus.
“Aku menyukaimu. Sudah sangat lama. Aku menyukai saat kau tersenyum. Aku menyukai apapun yang kau lakukan dengan caramu. Aku menyukai ketika aku bersamamu. Aku menyukaimu, Choi Ryuri..”
Mata Ryuri berkaca-kaca. Mendengar berapa kali kata ‘aku menyukaimu’ terucap dari bibir Jinyoung. Ingin sekali ia mengutuk namja di depannya ini. Berapa lama ia harus menunggu Jinyoung mengucapkan kata-kata itu. “Kenapa baru bilang sekarang? Aku sudah menunggumu. Kau membuatku cemas setiap hari ketika kau tidak bicara padaku. Aku merasa seperti ada yang mengganggu perasaanku setiap hari. Aku pikir kau tidak menyukaiku..”
“Ryuri-ya?”
Ryuri hampir menangis. Akhirnya semuanya terjawab. Jinyoung membalas perasaannya.
Jinyoung membelai rambut Ryuri. Lalu mencium keningnya lembut. Ia memeluk gadis yang benar-benar diinginkannya. Gadis yang begitu dirindukannya. Sekarang gadis itu ada di sampingnya.
“Bilang padaku.. Bilang perasaanmu padaku..” pinta Jinyoung.
Ryuri menarik nafas. “Aku menyukaimu.. Aku menyukai Jung Jinyoung.”
Jinyoung mempererat pelukannya.
“Saranghae..”
Ryuri merasa hatinya terbebas dari sebuah belenggu yang selama ini menyiksanya. Andai saja ia tau sejak awal bahwa Jinyoung juga menyukainya, semua tak akan terjadi seberat ini. Ryuri memeluk Jinyoung. Merasakan aroma tubuh Jinyoung yang hangat. Kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Ryuri tak pernah berpikir tentang ini. Tapi rasanya pendapatnya benar. Orang yang selama ini dinantikannya akhirnya datang. Orang yang dicintainya.
*You Belong With Him*
Matahari yang terik tak membuat keteduhan di bawah pohon tersingkirkan. Daun-daun yang bergoyang disela tiupan angin, memberi kerindangan tersendiri selain pasokan oksigen yang dihasilkannya. Malah sinar matahari yang menyengat seakan berubah menjadi cahaya yang menghangatkan. Sebuah tempat yang sempurna untuk menenangkan diri. Sebuah tempat yang selalu disinggahi Daehyun ketika dirinya merasa butuh istirahat.
Jinyoung memandangi wajah adiknya yang nampak sangat tenang bersandar di bawah sebuah pohon. Matanya terpejam. Bukankah ia memiliki cukup banyak waktu tidur? Tapi ia lebih memilih tidur di sini. Mungkin tidur di sini sebentar lebih efektif dibandingkan tidur berjam-jam di rumah.
Diguncangkannya bahu Daehyun. Jinyoung memalingkan wajahnya ke hadapan Daehyun. “Yaa, ireona.”
Daehyun belum juga bangun. Jinyoung mencoba membangunkannya lagi, “Daehyun-a, ireona..”
Melihat raut muka Daehyun yang begitu pulas, Jinyoung jadi tak tega membangunkannya. Akhirnya Jinyoung memutuskan untuk diam saja. Duduk di samping Daehyun. Menunggu Daehyun sampai bangun dari tidurnya.
Daehyun melirik ke arah Jinyoung. Ia belum mau menunjukkan dirinya sudah terbangun karena panggilan Jinyoung. Ia sedang berpikir, kenapa Jinyoung bisa ada di sini? Untuk apa? Menemui Daehyun?
“Hachii!!” tiba-tiba Daehyun bersin. Entah bagaimana ada debu yang menggelitik hidungnya, itu menyebabkan Daehyun mau tak mau mengusap hidungnya yang gatal. Dan suara bersin itu tentu mengejutkan Jinyoung.
“Daehyun-a?” panggil Jinyoung.
Masih dengan ragu, Daehyun melirik ke arah Jinyoung. “Ye?”
Jinyoung tersenyum pada Daehyun. Seharusnya ia tau kebiasaan adiknya. Setiap Jinyoung membangunkannya, Daehyun akan pura-pura masih tidur. Entah apa alasannya, tapi ia tau Daehyun akan bersikap seperti ini.
“Tidurmu nyenyak?” tanya Jinyoung.
Daehyun menggaruk tengkuknya, “eoh? Ne.” Sudah berapa lama ia tidak mendengar Jinyoung memanggil namanya. Akhir-akhir ini Jinyoung memang tak mau bicara padanya. Kalaupun bicara, jika ada sesuatu yang benar-benar penting. Lalu Jinyoung datang tiba-tiba dan bicara seramah itu padanya, hal yang sangat mengejutkan.
“Mungkin memang lebih baik tidur di sini,” Jinyoung bersandar pada pohon. Lalu mengadah ke langitnya. Menikmati keindahan yang tersaji di tempat ini.
“Tak salah kau memilih tempat di sini. Benar-benar nyaman untuk dihuni.”
 “Bagaimana kau bisa tau aku disini?”
“Ryuri yang bilang.”
“Oh..” ucap Daehyun singkat. Karena Ryuri ternyata.
Jinyoung menatap Daehyun. Wajah yang semakin terlihat tak baik. “Daehyun-a..”
Daehyun menoleh. Melihat wajah Jinyoung yang berseri. Membuatnya bingung.
“Aku memaafkanmu..”
Daehyun mengernyit.
“Ryuri sudah menjelaskan padaku.” Jinyoung tersenyum lembut pada Daehyun. “Kau orang yang lebih kuat dari yang ku kira.”

*You Belong With Him*
“Ryuri-ya..” panggil Daehyun. Matanya masih terpejam.
“Mwoya?” Ryuri menoleh pada Daehyun yang bersandar di bahunya.
“Kau menyukai Jinyoung?” tanya Daehyun tiba-tiba. Ryuri diam. Pertanyaan singkat seperti meremas hatinya. Menghentikan debaran jantungnya untuk sesaat.
 Daehyun membuka matanya, memandang wajah Ryuri yang begitu risih akan pertanyaan itu. “Bisakah kau jujur padaku?”
“Aku tidak tau.”
Daehyun mengernyit, “tidak tau?”
“Aku tidak tau seperti apa perasaanku sebenarnya. Aku bodoh. Membaca perasaanku sendiri saja aku tak bisa.”
“Kau menyukainya, Ryu.”
Ryuri menatap Daehyun. Daehyun mengangkat kepalanya. Membenarkan posisi duduknya agar bisa duduk tegap menghadap Ryuri. “Aku sudah tau lama. Kau mengenalnya. Kau memikirkannya, bahkan merindukannya. Dan sorot matamu padanya. Itu jelas.”
Ryuri menatap Daehyun lekat. Otaknya terus berputar, mencari kebenaran dari kata-kata Daehyun. Sebegitu jelasnyakah? Lalu kenapa Ryuri tidak menyadarinya? Mungkin ia terlalu bodoh untuk memahami perasaannya sendiri.
Daehyun memandanginya. “Kau harus katakan pada Jinyoung.”
“Daehyun kau..”
 “Aku tau kau, Ryu. Kau itu gadis yang baik. Sudah semestinya kau mendapatkan orang yang baik.” Daehyun kemudian mengelus rambut Ryuri. “Jinyoung itu orang yang terbaik yang bisa mendampingimu.”
“Sedari awal, aku yang membuat masalah. Jadi, aku yang harus menyelesaikannya. Aku harap, Jinyoung bisa memaafkanku.”
“Lalu bagaimana dengan kau?”
“Aku?” Daehyun tersenyum bangga, “seperti yang kau katakan. Aku akan baik-baik saja.”
*You Belong With Him*
Seandainya saja Ryuri ada di hadapannya, ingin sekali Daehyun menjitak kepalanya. Kenapa dengan mudahnya gadis itu membeberkan semua yang terjadi?
“Terima kasih..” ucap Jinyoung kemudian.
“Untuk apa?”
Jinyoung mengacak rambut Daehyun penuh sayang.“Kau sudah menjadi dewasa.”
Daehyun terpaku beberapa saat. “Kau mengorbankan perasaanmu untuk kebaikanku. Aku sangat berterima kasih untuk itu. Bagaimana kau bisa melakukan hal sesulit itu?”
Daehyun menatap kedua mata Jinyoung yang selalu sama. Sorot mata yang ditunjukkannya tulus. Mengingat seperti apa Jinyoung selama ini, sewaktu ia masih kecil sampai sekarang, Jinyoung adalah orang yang tulus apa adanya. Itulah Jinyoung.
“Karena aku..” bibir Daehyun bergetar, seakan tak sanggup mengucap. Jinyoung menunggu lanjutan kalimat Daehyun. “Aku menyayangimu.”
Jinyoung tersenyum lebar. Seperti ada sesuatu yang menyingkirkan beban di punggungnya. Hatinya serasa bebas. Membuat kebahagiaan yang meluap-luap di hatinya.
Jinyoung melebarkan kedua tangannya,“peluk aku..”
“Tidak mau,” kata Daehyun ketus.
“Yaa! Kau masih tak mau menurut, huh? Yaa!” seru Jinyoung seraya mengguncangkan bahu Daehyun.
Daehyun tersenyum nakal. Jinyoung merangkul tubuh Daehyun yang sengaja dilemaskannya. Membuat dirinya jatuh ke dalam rangkulan Jinyoung.
Jinyoung menepuk bahu Daehyun. “Aku akan memperlakukanmu dengan baik. Maka itu kau harus jadi anak baik. Geurae?” kata Jinyoung.
“Geurae..” Daehyun menatap wajah Jinyoung, “Hyung..”
Jinyoung berpikir keras untuk apa yang barusan dikatakan Daehyun. Mencoba memperkuat ingatannya, mempertajam pendengarannya, siapa tau ia salah dengar. Tapi ia tidak salah dengar, tidak juga hilang ingatan sesaat.
“Tadi kau bilang apa?”
“Haruskah aku mengulanginya?”
“Ya.”
“Bukankah sekali saja sudah cukup, Hyung?”
Jinyoung hampir tidak percaya. Sesuatu yang biasa, namun tampak seperti keajaiban baginya. Daehyun tak pernah memanggil Jinyoung dengan panggilan ‘Hyung’ setelah mereka beranjak dewasa. Jinyoung menyadari, Daehyun merupakan salah satu anugrah yang dimilikinya.
Jinyoung mencubit kedua pipi Daehyun gemas. “Kau ternyata manis sekali.”
“Hentikan! Jangan lakukan itu!” Daehyun mencoba melepas tangan Jinyoung dari pipinya. Jinyoung pun melepaskan tangannya. Wajah Daehyun merengut, tapi Jinyoung hanya tertawa melihatnya. Melihat tawa Jinyoung yang tertawa lepas, memaksa Daehyun ikut tertawa bahagia.
Daehyun tak pernah sebahagia ini. Bersama kakaknya.
*You Belong With Him*
“Jadi, kau terinspirasi karena aku kan?” tanya Ryuri sambil bertopang dagu, memperhatikan Daehyun yang sedang memperlihatkan jurus-jurus taekwondo barunya.
“Jangan terlalu percaya diri seperti itu,” sergah Daehyun.
“Lalu karena apa?” Ryuri bertanya lagi.
“Karena aku ingin melindungi diri sendiri dan juga orang lain,” jelas Daehyun dengan gayanya yang -sok- bijaksana. Ryuri hanya mencibir.
“Atau mungkin kau hanya tak terima bahwa aku yang melindungimu waktu kau diserang musuhmu itu. Siapa namanya? Joowon?” hardik Ryuri. Daehyun menatap Ryuri tajam lalu menghampirinya. Kemudian menjitak kepala Ryuri gemas.
“Aaa! Apho!” erang Ryuri.
“Yaa! Yaa! Hentikan!” seru Jinyoung. Ia berlari kecil menuruni anak tangga. Mencegah Daehyun sebelum jeritan Ryuri semakin keras.
Jinyoung meraih kepala Ryuri lalu mengusapnya lembut. “Jangan sakiti dia.”
“Aninde.. Dia yang mulai! Dia bilang..”
“Diamlah,” kata Jinyoung. “Sekarang, kau jaga rumah. Aku jaga Ryuri, geurae?”
Daehyun merengut, “apa itu? Yaa, kau curang! Rumah tidak akan lari kenapa harus dijaga?”
Jinyoung menggandeng tangan Ryuri. Perlahan-lahan menuntun Ryuri berjalan meskipun sekarang kaki Ryuri agaknya bisa berfungsi normal. “Aku pergi dulu, ya. Jaga dirimu.”
Daehyun melihat kedua pasangan itu kecewa, “Hyung! Apa aku tidak boleh pergi keluar?” tanya Daehyun penuh harap.
“Jaga rumah!” pinta Jinyoung. Ia kemudian mengendarai sepeda motornya. Ryuri mengekor di belakang Jinyoung. Ia menoleh pada Daehyun, lalu melambaikan tangannya, “jalnsseo..”
Jinyoung lalu melajukan sepeda motornya.
“Ige mwoya..”
Daehyun menghela nafasnya. Memandang ke arah sepeda motor Jinyoung yang semakin lama menghilang dari pandangannya. Menyebalkan memang. Tapi sekarang perasaannya jauh lebih lega. Sangat lega.
Terkadang hatinya masih menginginkan gadis itu. Namun hanya waktu yang bisa mengikis perasaan itu. ia hanya perlu menunggu. Ryuri memang orang yang pernah singgah di hatinya. Tapi gadis itu bukan untuknya. Gadis itu memang pernah diinginkannya, tapi gadis itu bukan yang terbaik untuknya.
Takdir yang mempertemukan mereka. Cinta yang mempersatukan mereka. Mempersatukan mereka menjadi keluarga.
Masa bodoh tentang cinta. Cinta bukanlah segalanya dalam hidup. Cinta ada dalam segala hidup. Jangan pernah takut kau tak akan dicintai. Karena jika kau mencintai, kau pasti akan dicintai.
Pasti ada seseorang untukmu. Pasti ada sesorang yang akan mencintamu. Hanya saja kau belum bertemu dengannya.
Mungkin kau akan bertemu dengannya sepuluh tahun kemudian. Atau satu tahun kemudian? Atau mungkin dua jam kemudian? Jangan pikirkan itu. Jalani saja hidupmu yang masih terus berjalan.

The clouds are always gray, yeah yeah
The sun always rises and sets, yeah yeah yeah
Though my youthful days keep getting nervous
Tell me that it’s okay, yeah yeah yeah
Just tell me that it’s cloudy only for a moment…
(Lunafly – Clear Day Cloudy Day)

-THE END-

--CERITA LEPAS--
Daehyun : Nyong, *panggilan sayang Daehyun buat Jinyoung-_-* gua bosen nih jadi single woles..
Jinyoung : lah iya? Bukannya lu jomblo ngenes?
Daehyun : siake lu nyong!
Jinyoung : xixixixi.. woles coy.. noh ama authornya aja tuh mau?
Author : *bersinar ala hyosung (?)* ada apa nih kayanya ada yang manggil gua?
Jinyoung : Pengen banget dipanggil, mbak?
Author : Gua sentil bakal mental lu nyampe Cikajang!
*maklumi, authornya stres tingkat akut-___-*


FF: You Belong With Him [Part 6A]



Title : You Belong With Him
Author : @AiXia0929
Genre : Romance
Length : 6 shoot
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
B1A4 Jin Young as Jung Jin Young
B.A.P Dae Hyun as Jung Dae Hyun

Namja itu tak mau kalah dengan Ryuri. Tak peduli yeoja atau bukan. Ia malah berkelahi dengan Ryuri. Mencoba meninju Ryuri, namun Ryuri menahan tangannya. Ryuri memutar tangan panjang namja itu. Namja itu merintih kesakitan. Untuk melepas rasa sakitnya, refleks ia membanting Ryuri.
Brak!
“ARGH!” jerit Ryuri dengan keras.
“RYURI-YA!!” Daehyun berlari ke arah Ryuri. Tubuhnya gemetar melihat Ryuri yang terkapar di tanah. Gadis itu terus saja memegangi kakinya. Daehyun mengepalkan tangannya gemas. Ia lalu meninju namja yang telah membuat Ryuri seperti ini.  Berkali-kali, tanpa berhenti. Satu orang lagi mencegah Daehyun dan membela temannya tersebut. Perkelahian pun terjadi diantara mereka. Biar bagaimanapun, jumlah mereka lebih dari satu dan Daehyun sendirian. Daehyun dipukuli habis oleh mereka.
Tak lama mobil polisi datang menghampiri mereka. Joowon mengetahui tanda itu, lalu segera ia memberi tau teman-temannya dan buru-buru pergi dengan sepeda motor mereka. Sekawanan polisi mengejar mereka. Sebagian lagi menghampiri Daehyun dan Ryuri. Membawa mereka ke dalam mobil.
Seorang polisi membopong Daehyun. Daehyun berjalan sekuat tenaga. Pandangannya tertuju pada Ryuri. Dua orang polisi menggotong gadis itu. Ryuri menangis. Wajahnya memerah. Air mata dan keringat membasahi wajahnya. Ia berusaha keras menahan rasa sakitnya. Daehyun terus memandanginya, sampai mereka berpisah di mobil yang berbeda. Ingin sekali Daehyun menghampirinya. Menghapus air matanya. Dan bilang padanya, “semua akan baik-baik saja…
*You Belong With Him*
Jinyoung berlari di koridor rumah sakit. Wajahnya pucat, penuh kecemasan. Ia mencari-cari adiknya. Tak lama ia melihat Daehyun yang sedang duduk di sebuah kursi panjang. Daehyun tertunduk, wajah dan tubuhnya penuh lebam. Jinyoung menghampiri adiknya itu.
Langkah kakinya berhenti di depan Daehyun. Ia melihat samar dari balik kaca sebuah pintu kamar. Ada seorang gadis yang sedang di rawat di kamar tersebut. Jinyoung mengepalkan jari tangannya dengan kuat. Gigi gerahamnya saling menggigit berusaha menahan amarahnya.
Tak bisa. Jinyoung tak bisa menahan dirinya. Ia menoleh ke arah Daehyun dan menarik kerah bajunya. Lalu ia melayangkan kepalan tangannya ke wajah Daehyun. Daehyun sudah sempoyongan. Ia tidak bisa lagi menghindar. Tapi ia memang tidak ingin menghindar. Ia pasrah. Biarkan saja Jinyoung melakukan apa yang ia mau. Ini semua memang kesalahannya.
“Apa yang kau lakukan, huh?!” tanya Jinyoung sambil mencengkram bahu Daehyun.
“Apa yang kau janjikan waktu itu? Kau masih ingat?!” Jinyoung meninggikan nada suaranya. Ia mengguncangkah tubuh Daehyun yang lemah.
“Kau telah membuatnya terluka. Bagaimana caranya aku masih bisa percaya padamu?”
Daehyun diam. Ia tak bisa menjawab apapun. Untuk saat ini, diam memang hal yang paling baik dilakukan.
Tak lama, seorang dokter keluar dari pintu kamar tersebut. “Anda keluarganya?”
“Ah, ne,” jawab Jinyoung. “Bagaimana keadaannya sekarang?”
“Ryuri terjatuh dalam posisi yang tidak tepat. Tubuhnya menindih kakinya yang sedang ditekuk. Itu menyebabkan patah tulang pada pergelangan kakinya.”
Mendengar kalimatnya saja sudah membuat Jinyoung merinding.  Rasanya, ia tak sanggup melihatnya secara langsung. “Apakah dia baik-baik saja? Apakah ia masih bisa kembali normal?”
“Untuk sementara itu kami belum bisa memastikannya. Tapi fisiknya sudah bisa stabil. Hanya saja keadaan psikisnya yang masih butuh diobati. Mungkin dengan menghiburnya bisa mengobatinya,” jelas dokter tersebut.
“Ah, araseo. Jeongmal gamsahamnida,” ucap Jinyoung sambil membungkuk. Dokter itu pun lalu pergi dari tempat itu. Jinyoung melangkahkan kakinya ke dalam kamar, lalu ia berhenti sejenak. Ia menoleh pada Daehyun, “perjanjian kita batal.”
Setelah Jinyoung masuk ke dalam kamar, Daehyun tetap terdiam. Ia menghela nafas penuh sesal. Ia mengusap wajahnya yang sakit. Seluruh tubuhnya terasa sakit, termasuk hatinya.
Jinyoung melangkahkan kakinya perlahan memasuki kamar. Ia memandang Ryuri yang sedang terbaring di atas kasur, dengan kaki yang digantung sebuah penyanggah. Ryuri hanya memandang ke langit-langit. Air mukanya begitu sedih. Matanya terlihat berkaca-kaca. Pandangannya tampak kosong. Terlihat begitu putus asa.
Perlahan, Jinyoung mendekatinya. “Annyeong, Ryuri-ya..”
Ryuri tersadar dari lamunannya lalu menoleh pada orang di sampingnya. Ryuri menyipitkan matanya, memandang jelas wajah namja di sampingnya. Kemudian ia menatap heran. Bagaimana bisa Jinyoung ada di sini?
Jinyoung tersenyum padanya, “kau sudah lebih baik sekarang?”
Ryuri masih terpesona dengan apa yang ada di sampingnya. Apakah ia baru saja terbangun dari mimpi? Apa kejadian yang dialaminya sebelumnya hanyalah mimpi buruk? Tiba-tiba Jinyoung ada di hadapannya dengan senyuman seindah itu?
“Seonbae..” ucap Ryuri lirih.
“Ne? Ada apa? Apa ada yang kau butuhkan?” tanya Jinyoung.
“Sudah berapa lama… aku tak senyum itu?”
Senyum Jinyoung terus mengembang. Sekarang ia merasa jauh lebih lega. Mungkin tepatnya sangat lega. “Tidak cukup lama.”
Ryuri akhirnya bisa tersenyum setelah apa yang sudah menimpanya. Jinyoung kini ada di sampingnya. Jinyoung yang waktu itu. Tapi ada yang mengganjal di hatinya. Ada sesuatu yang benar-benar aneh.
“Sunbae.. mengapa kau bisa di sini? Bagaimana kau tau keadaanku? Sebenarnya, apa yang menyebabkan kakiku…” ucapannya terhenti, mengingat-ingat apa yang telah terjadi. “Daehyun... Dimana Daehyun?”
Daehyun dapat mendengar suara Ryuri. Suara Ryuri yang memanggil namanya. Ingin sekali ia menemui gadis itu. Ingin melihat seperti apa keadaannya. Ingin memberi tahunya, ia ada di sini. Tapi ada hal yang mencegahnya untuk bergerak. Ada yang mencegahnya untuk pergi.
Jinyoung tercengang mendengarnya. Ia menjadi terbata, apa yang harus ia katakan pada Ryuri. “Daehyun? Dia… Dia…”
“Apa dia baik-baik saja?” tanya Ryuri tiba-tiba. Jinyoung mematung untuk beberapa detik. Pertanyaan singkat terlontar dari bibir Ryuri. Pertanyaan yang membuat jantung Jinyoung serasa berhenti berdetak untuk sesaat. Pertanyaan itu.. apa maksud sebenarnya?
“Er.. ah, ne. Dia baik.”
Ryuri menatap perubahan ekspresi Jinyoung, “apa Daehyun yang memberi tau Sunbae tentang aku?”
“Eh?”
 “Kenapa dia memberi tau Sunbae? Kenapa bukan orang lain saja?”
“Ah. Ryuri-ya..”
Daehyun pernah mengira Ryuri pacar Jinyoung. Jinyoung yang selalu baik padanya, tiba-tiba berubah. Di waktu yang tak jauh berbeda, Daehyun datang padanya dan menjadi orang yang dekat dengannya.
 “Ada apa diantara kalian sebenarnya?”
Jinyoung berdecak pelan. Apa yang harus ia katakan? Apakah ia harus terus menyimpan rahasia? Apa ia harus terus berbohong?
Klek.
Pintu kamar terbuka. Daehyun yang mendengar semua percakapan itu, masuk ke dalam kamar. Melihat wajah kedua orang yang sedang bersitegang itu. Ryuri mengernyitkan dahinya menatap Daehyun yang penuh luka. Apa sejak tadi Daehyun ada di sana?
“Daehyun-ah?” panggil Ryuri.
“Biar aku jelaskan,” Daehyun tak bisa lagi tinggal diam. Ia memandang ke arah Jinyoung yang sudah bisa menebak apa yang ingin dikatakannya. Daehyun mendekati Ryuri.
“Namaku Daehyun. Nama lengkapku Jung Daehyun. Aku…” Daehyun melirik Jinyoung, “aku adik kandung dari Jung Jinyoung.”
Hening.
“Maafkan aku. Aku yang menyebabkan semua ini terjadi.”
Kemudian Daehyun pergi. Ia tak mau berhadapan dengan mereka untuk saat ini. Jinyoung pun tak mau banyak bicara. Ia tak mau bicara apa-apa sebelum Ryuri yang minta.
Semuanya membuat tanda tanya besar pada Ryuri. Ryuri memejamkan matanya. Berusaha mengusir semua pertanyaan dan pikiran buruk yang memusingkannya. Ia tak mau memikirkannya sekarang. Atau kepalanya akan menambah sakitnya.
*You Belong With Him*
Daehyun menelusuri koridor rumah sakit. Menuju kamar rawat Ryuri. Perlahan, Daehyun membuka pintu kamar. Ia berjalan dengan pelan, takut-takut nanti akan mengganggu Ryuri.
“Sedang apa kau di sana?” tiba-tiba suara Ryuri mengejutkannya Daehyun.
“Ah, aku.. Aku hanya..”
“Menjengukku? Aku tau,” kata Ryuri. Daehyun mengerutkan dahinya. “Kau ini.”
Daehyun memandang sekelilingnya, “apa Jinyoung tidak ada?”
Ryuri menggeleng, “dia sedang pergi sebentar.”
“Ah, begitu ya.”
Ryuri memandangi Daehyun, “apa kau sudah lebih baik?”
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu.”
“Ya sudah, tanyakan padaku,” kata Ryuri. Daehyun memandang wajah gadis itu. Keadaannya jelas lebih buruk. Tapi ia terlihat jauh lebih kuat darinya.
“Aku tak perlu bertanya. Aku tau kau sudah lebih baik.”
Ryuri mendelik, “kata siapa? Dasar sok tau.”
Daehyun memandangi gadis itu. Wajahnya menunjukkan seakan tak terjadi apa-apa. Ia tau, Ryuri sebenarnya menderita dengan keadaan seperti itu. Ia mengetuk dahi gadis itu lembut.
“Kau harus baik-baik saja.”
Ryuri cemberut manja, “memangnya kenapa kalau aku tidak baik?”
“Aku akan khawatir.”
Mereka saling pandang. Kemudian hening. Daehyun malu sendiri akan apa yang diucapkannya, lalu mengalihkan pandangannya. Ia memandangi kaki kanan Ryuri yang tidak bisa digunakkan untuk saat ini.
Ryuri mengikuti arah pandang Daehyun. Ah, kaki itu. benar-benar menyebalkan melihatnya. Oleh sebab itulah, ia terjebak di kamar rumah sakit yang benar-benar menyesakkan ini. Suntuk, ia tak bisa berbuat banyak selain hanya berbaring. Ia tak pernah menyangka tinggal di rumah sakit itu seperti penjara.
“Daehyun-ah..”
“Ne?”
“Aku mau jalan-jalan.”
Daehyun menghela nafas, “kau masih harus dirawat. Kau juga..”
“Aku bosan. Temani aku jalan-jalan.”
“Jangan sekarang. Kita tunggu Jinyoung…”
“Aku ingin jalan-jalan sekarang. Dengan Jung Daehyun.”
Daehyun terdiam. Memandang keseriusan di wajah Ryuri.
*You Belong With Him*
Matahari bersinar begitu terik, terasa seperti membakar kulit mereka. Namun tidak begitu yang dipikirkan Ryuri. Tinggal di rumah sakit membuatnya merindukan rasanya dijemur di bawah terik matahari. Merindukan bagaimana angin meniup rambutnya lembut. Semua terasa begitu alamiah.
“Kesana,” Ryuri menunjuk sebuah pohon yang cukup besar. Cukup rindang untuk berteduh. Terdapat sebuah kursi taman di sana. Seakan menyarankan orang yang melihatnya untuk duduk menenangkan diri di sana.
Daehyun mendorong kursi roda Ryuri menuju pohon itu. Sekarang ia akan menuruti kata-kata Ryuri saja. Setelah banyak mengelak, akhirnya ia menyerah. Ia menemani Ryuri berjalan-jalan di sekitar rumah sakit. Bukannya Ia tak mau menemani Ryuri. Hanya saja ia sudah terlalu sering mencelakai gadis itu. Ia tak mau membuat masalah lagi.
“Daehyun-ah..”
“Eo?”
“Ceritakan padaku.”
“Apa?”
“Apapun. Apapun yang belum ku ketahui. Apa yang terjadi antara kita. Aku, kau, dan Jinyoung.”
Daehyun tergagap. “Kenapa.. Kenapa kau tanyakan padaku?”
“Karena kau pernah bilang, kau yang menyebabkan semua ini terjadi. Ya kan?”
Daehyun menghela nafas perlahan. Ia benar-benar malas mengingat ingat apa yang telah terjadi. Apalagi menjabarkannya. Namun Ryuri harus tau semua. Ia tak bisa membiarkan Ryuri dalam ketidaktahuan terus.
“Darimana aku harus memulai?” ucap Daehyun.
“Dari mana saja. Ceritakan saja apa yang ada di pikiranmu sekarang,” kata Ryuri.
Daehyun menarik nafas panjang. Pandangannya lurus ke depan agar ia bisa berkonsentrasi penuh.
“Jung Jinyoung..” Daehyun menghela nafas pelan, “ia sudah lama menyukaimu.”
Mata Ryuri membulat. Jantungnya seperti melompat, lalu berdetak tak karuan mendengar apa yang barusan dikatakan Daehyun. Namun ia berusaha tenang. Tetap mendengarkan Daehyun tanpa berkomentar dulu.
“Jinyoung itu laki-laki yang baik. Ia juga pintar. Rajin. Penyabar. Entah kenapa bisa sesempurna itu, mungkin itu memang bawaan sejak lahir. Sedari dulu, semua orang memujinya, menyukainya. Appa dan Eomma juga, mereka sangat menyayanginya.”
 “Jinyoung selalu menjadi kebanggaan. Selalu diperhatikan oleh Appa dan Eomma. Sampai aku merasa semua perhatian itu hanya untuk Jinyoung.”
Kepala Daehyun tertunduk. Menatap kedua ujung sepatunya. Pandangannya kosong. Memikirkan hal-hal yang menyesakkan dadanya.
“Sebenarnya, aku juga tidak ingin seperti ini. Yah, kau tau, sering berkelahi, pulang malam, sering bolos. Tapi meskipun aku berusaha untuk menjadi lebih baik, Appa juga tidak akan peduli. Aku lebih memilih seperti ini daripada susah payah menjadi baik.”
Ryuri diam. Ia memandang mata Daehyun yang menatap lurus, tak menggubrisnya. Ia bisa merasakan rasa sakit itu. Dari luar, Daehyun terlihat begitu tidak peduli dengan sekitarnya. Bersikap kasar. Cuek. Tapi ia tidak seperti itu. Daehyun sebenarnya rapuh. Entah bagaimana caranya ia bisa menutupi semua sedihnya. Menyimpan sedih itu bukan hal mudah.
“Jinyoung memintaku berubah. Dan membuatku berubah itu bukan hal yang mudah.” Daehyun menoleh ke arah Ryuri, “aku tau ia menyukaimu. Makanya aku memintanya untuk menjauhimu.”
Ryuri membelalak, “kenapa kau lakukan itu?”
“Itu salah satu cara..” Daehyun kembali tertunduk, “..untuk membuatnya merasa menderita sepertiku.”
Dipandangnya bola mata Daehyun yang sudah mulai berkaca. Namja ini benar-benar jahat. Membiarkan Jinyoung merasakan hal sepertinya. Tapi Ryuri tetap diam, tanpa protes padanya. Karena semua bisa terjadi. Daehyun bukannya ingin melakukan hal yang jahat kepada kakakknya. Ada hal lain yang mendesaknya berbuat seperti itu.
“Lalu aku mengenalmu. Aku tidak berniat merebutmu darinya. Tadinya aku hanya membuatmu menjadi umpan bagi Jinyoung. Tapi semakin lama, semuanya berubah.”
Daehyun memandang Ryuri. Menatap kedua matanya yang juga menatap lurus padanya. Mereka saling pandang. Membuat desiran hebat di dada Daehyun.
“Aku menyukaimu. Entah sejak kapan mulai. Aku juga tidak mengerti, tapi yang kurasa itu...” Daehyun menghentikan kalimatnya. Merasa ia terlalu lancar untuk mengucapkan semua itu. Semua yang dikatakannya terlontar begitu saja. Ia takut akan ada kata-kata yang tak seharusnya diucapkannya.
“Daehyun-ah..” lirih Ryuri.
“Aku..”
“Karena itu kau menciumku?”
Daehyun diam. Ryuri mengingatkannya pada saat ia melakukan hal yang paling bodoh dalam hidupnya. “Itu.. Maafkan soal itu.”
“Daehyun-ah..”
“Sampai sekarang, Jinyoung belum bicara padaku. Aku tau, ia marah padaku. Bukan karena ciuman itu. Tapi karena apa yang aku lakukan padamu. Aku telah membuatmu celaka. Aku tak bermaksud membuat kacau seperti ini. Jadi, maafkan aku.”
Daehyun menitikkan air matanya. Kemudian ia menghapus air titik air matanya itu. Menarik nafas dalam-dalam. Mencegah antrian air mata yang mendesak untuk mengalir lagi.
“Gwaenchanha..” ucap Ryuri. Ia lalu mengusap rambut Daehyun lembut. Daehyun terpaku akan apa yang dilakukan Ryuri. Ia menoleh pada gadis itu.
“Kau tau betapa inginnya aku menangis?” tanya Ryuri. Lalu arah pandangnya menuju kakinya yang tengah dibalut perban. Daehyun mengikuti pandangannya.
“Rasanya hidup tanpa satu kaki itu benar-benar sulit. Aku tidak bisa melakukan banyak hal hanya dengan satu kaki. Hanya untuk berjalan dua langkah saja, aku tidak bisa.”
Daehyun menunduk.
“Aku berusaha menahan tangisku. Hasilnya aku tidak menangis. Makanya kau jangan menangis.”
 “Kita masih punya besok. Tandanya kita masih punya kesempatan.” Ryuri menggenggam tangan Daehyun. “Yakinlah, kau akan baik-baik saja.”
Daehyun menatap Ryuri nanar. Melihat senyuman tulus di wajahnya. Betapa kuatnya gadis di hadapannya ini. Dilihatnya tubuh Ryuri yang meskipun sempat goyah, masih bisa kuat bertahan. Daehyun tidak lebih kuat darinya. Mendadak tubuhnya lemas. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Ryuri. Menyandarkan hampir sebagian bebannya.
“Sebentar saja, begini tak apa kan?” tanya Daehyun.
Ryuri mengacak rambut namja itu. “Dasar.”
Daehyun memejamkan matanya. Menghirup udara segar di sekelilingnya. Merasakan begitu hangatnya bersandar di bahu gadis itu. Layaknya seperti ia sangat membutuhkan gadis itu.
“Aku benar-benar menyukaimu.”
Ya, sekarang Ryuri tau semuanya. Pertanyaannya selama ini terjawab sudah. Daehyun mengungkap bahwa ia menyukainya.
Oh, satu hal lagi. Jinyoung juga menyukainya. Sejak dulu. Lalu, Daehyun? Ia tak mungkin meninggalkan Daehyun yang kini ‘bersandar’ padanya. Lantas bagaimana?
Ryuri mengusap lagi rambut Daehyun. Memejamkan matanya. Ia tak tau lagi yang harus dilakukannya. Ia lelah. Untuk saat ini saja, Ryuri tak mau membuat dirinya lebih sulit. Ia tak mau memberatkan pikirannya. Ia ingin dirinya seperti ini dulu. Tenang di samping Daehyun.
Seikat bunga jatuh ke atas tanah. Pemandangan di hadapannya benar-benar menyesakkan dadanya. Jika tau akan seperti ini, harusnya ia tak usah datang. Jinyoung datang di saat yang tidak tepat. Tapi inilah yang terjadi. Daehyun tengah bersandar di bahu Ryuri.
Jinyoung tak mau hatinya semakin sakit. Lebih baik ia pergi.          
Sudahlah. Dari awal, ia tak pernah tau isi hati Ryuri. Mungkin saja benar, Ryuri tidak mencintainya.
*You Belong With Him*

Kamis, 14 Februari 2013

FF: The Day When I Met You [FICLET]




Title : The Day When I Met You
Lenght : Ficlet
Author : @AiXia0929
Cast :
Kim Jang Li as Kim Jang Li
JYJ Jaejoong as Kim Jae Joong

          Pagi hari, saat langit masih gelap dan banyak orang yang masih terlelap, Shim Jangli, gadis itu sudah menjajakan kakinya di halaman depan rumahnya. Membiarkan telapak kakinya terbasahi embun pagi yang jatuh di rumput-rumput. Ini menjadi rutinitas paginya. Setelah puas bermain embun, ia akan mengambil sandal miliknya dan berjalan-jalan sebentar di sekitar desanya dengan membawa Instax miliknya.
            Matahari perlahan mulai muncul menyinari langkah gadis tersebut. Gadis itu melewati sebuah jembatan. Pandangannya kepada sebuah rumah keluarga kecil. Seorang Ayah keluar dari rumah tersebut, diikuti dengan ketiga anak lelakinya yang masih kecil. Kemudian mereka menuju ke sebuah tanah lapang. Tak lama mereka bermain sepak bola bersama.
Klik. Gadis itu memotret mereka. Kemudian ia menatap hasil Polaroid yang keluar. Ia tesenyum melihatnya, lalu menyebutnya, “soccer today.”
            Beberapa langkah tak jauh dari sana, ia memandang seorang pemuda yang sedang duduk di teras rumahnya dengan sebuah tumpukan kertas di atas pangkuannya. Dahinya berkerut memandang kertas-kertas kumal tersebut. Tangan pemuda itu menggenggam keras pensilnya. Ia seakan bukan terlihat sedang ingin menulis, tetapi lebih terlihat seperti ingin menusuk kertas-kertas tersebut.
            Klik. Satu potret lagi yang diambilnya. Gambar itu keluar dari Instax milik Jangli.
            Workaholic Man.”
            “Hey, apa yang kau lakukan?” pemuda itu menunjuk ke arah gadis tersebut. Mungkin kilatan atau suara jepretannya telah menyadarkannya kalau ia baru saja difoto.
            “Er, memotretmu,” sahut Jangli.
            “Berikan padaku!” seru pemuda tersebut.
            “Untuk apa?”
            Pemuda itu menghampiri gadis itu meskipun masih dengan kaus abu-abu muda miliknya. Ia meraih selembar foto yang digenggam Jangli.
            “Untuk apa kau memotretku?”
            “Karena… aku suka.”
            “Suka?” pemuda itu mengernyitkan dahinya.
 “Suka memotret,”
Pemuda itu tersenyum, lalu melirik ke arah foto yang digenggam Jangli, “baiklah, aku bisa lihat. Foto ini bagus. Tapi sayang aku tidak terlihat bagus di sini.”
“Kau tidak harus selalu terlihat bagus kan?”
Pemuda itu mendengus pelan, “bukan foto yang bagus jika objek yang difotonya tidak bagus”
Jangli menggeleng. “Salah. Yang terpenting dari sebuah foto adalah cerita yang digambarkan foto tersebut. Yang suatu saat kau merindukan saat-saat itu. Makanya itu layak untuk diabadikan.”
Pemuda itu melipat tangannya “lalu mengapa menurutmu layak mengabadikan fotoku tadi?”
Jangli mengibaskan foto itu, “kau terlihat sangat stress. Ini masih pagi. Pagi-pagi itu seharusnya tersenyum. Masih banyak hal yang harus kau lakukan sampai malam tiba.”
Pemuda itu menyeringai, lalu memutar bola matanya, “maksudmu aku harus tersenyum setiap hari?”
“Yah, tidak ada yang bisa yakin kita akan tersenyum terus sepanjang hari. Paling tidak kau tersenyum saat pagi,” kata Jangli.
Pemuda itu terdiam sejenak memandangi gadis itu, kemudian tersenyum, “kau tidak mengatakan hal yang salah. Terima kasih.”
Jangli ikut tersenyum melihatnya. Lalu ia menyerahkan foto tadi kepada pemuda itu. “Sebaiknya kau yang menyimpan foto ini.”
“Tidak. Kau saja. Mungkin kau akan merindukan foto ini,” candanya. Tapi Jangli meraih telapak tangan pemuda itu, lalu meletakkan foto itu di sana.
“Tidak. Aku akan lebih merindukan yang ini.” Jangli mengangkat Instax-nya lalu memotret pemuda yang sedang tersenyum itu.
“Kau!” seru pemuda tersebut.
“Siapa namamu?” tanya Jangli.
“Kim Jaejoong,” jawabnya.
“Baiklah. Aku akan menyebutnya ‘the day when I met Kim Jaejoong’.”
“Lalu siapa namamu?” tanya Jaejoong.
“Aku Shim Jangli. Sampai jumpa,” gadis itu melambaikan tangannya. Lalu ia berjalan pergi meninggalkan pemuda yang bernama Jaejoong itu. Jaejoong memandang punggung gadis tersebut. Kemudian tersenyum sendiri memandanginya. Masih terpesona dengan apa yang telah dilakukannya. Shim Jangli, gadis yang berhasil membuatnya tersenyum hari ini.
Apa kau pernah bertemu dengannya? Ah, tidak. Kau tidak harus bertemu dengannya. Kau hanya harus tersenyum hari ini.
-THE END-