Laman

Rabu, 27 Februari 2013

FF: You Belong With Him [Part 6A]



Title : You Belong With Him
Author : @AiXia0929
Genre : Romance
Length : 6 shoot
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
B1A4 Jin Young as Jung Jin Young
B.A.P Dae Hyun as Jung Dae Hyun

Namja itu tak mau kalah dengan Ryuri. Tak peduli yeoja atau bukan. Ia malah berkelahi dengan Ryuri. Mencoba meninju Ryuri, namun Ryuri menahan tangannya. Ryuri memutar tangan panjang namja itu. Namja itu merintih kesakitan. Untuk melepas rasa sakitnya, refleks ia membanting Ryuri.
Brak!
“ARGH!” jerit Ryuri dengan keras.
“RYURI-YA!!” Daehyun berlari ke arah Ryuri. Tubuhnya gemetar melihat Ryuri yang terkapar di tanah. Gadis itu terus saja memegangi kakinya. Daehyun mengepalkan tangannya gemas. Ia lalu meninju namja yang telah membuat Ryuri seperti ini.  Berkali-kali, tanpa berhenti. Satu orang lagi mencegah Daehyun dan membela temannya tersebut. Perkelahian pun terjadi diantara mereka. Biar bagaimanapun, jumlah mereka lebih dari satu dan Daehyun sendirian. Daehyun dipukuli habis oleh mereka.
Tak lama mobil polisi datang menghampiri mereka. Joowon mengetahui tanda itu, lalu segera ia memberi tau teman-temannya dan buru-buru pergi dengan sepeda motor mereka. Sekawanan polisi mengejar mereka. Sebagian lagi menghampiri Daehyun dan Ryuri. Membawa mereka ke dalam mobil.
Seorang polisi membopong Daehyun. Daehyun berjalan sekuat tenaga. Pandangannya tertuju pada Ryuri. Dua orang polisi menggotong gadis itu. Ryuri menangis. Wajahnya memerah. Air mata dan keringat membasahi wajahnya. Ia berusaha keras menahan rasa sakitnya. Daehyun terus memandanginya, sampai mereka berpisah di mobil yang berbeda. Ingin sekali Daehyun menghampirinya. Menghapus air matanya. Dan bilang padanya, “semua akan baik-baik saja…
*You Belong With Him*
Jinyoung berlari di koridor rumah sakit. Wajahnya pucat, penuh kecemasan. Ia mencari-cari adiknya. Tak lama ia melihat Daehyun yang sedang duduk di sebuah kursi panjang. Daehyun tertunduk, wajah dan tubuhnya penuh lebam. Jinyoung menghampiri adiknya itu.
Langkah kakinya berhenti di depan Daehyun. Ia melihat samar dari balik kaca sebuah pintu kamar. Ada seorang gadis yang sedang di rawat di kamar tersebut. Jinyoung mengepalkan jari tangannya dengan kuat. Gigi gerahamnya saling menggigit berusaha menahan amarahnya.
Tak bisa. Jinyoung tak bisa menahan dirinya. Ia menoleh ke arah Daehyun dan menarik kerah bajunya. Lalu ia melayangkan kepalan tangannya ke wajah Daehyun. Daehyun sudah sempoyongan. Ia tidak bisa lagi menghindar. Tapi ia memang tidak ingin menghindar. Ia pasrah. Biarkan saja Jinyoung melakukan apa yang ia mau. Ini semua memang kesalahannya.
“Apa yang kau lakukan, huh?!” tanya Jinyoung sambil mencengkram bahu Daehyun.
“Apa yang kau janjikan waktu itu? Kau masih ingat?!” Jinyoung meninggikan nada suaranya. Ia mengguncangkah tubuh Daehyun yang lemah.
“Kau telah membuatnya terluka. Bagaimana caranya aku masih bisa percaya padamu?”
Daehyun diam. Ia tak bisa menjawab apapun. Untuk saat ini, diam memang hal yang paling baik dilakukan.
Tak lama, seorang dokter keluar dari pintu kamar tersebut. “Anda keluarganya?”
“Ah, ne,” jawab Jinyoung. “Bagaimana keadaannya sekarang?”
“Ryuri terjatuh dalam posisi yang tidak tepat. Tubuhnya menindih kakinya yang sedang ditekuk. Itu menyebabkan patah tulang pada pergelangan kakinya.”
Mendengar kalimatnya saja sudah membuat Jinyoung merinding.  Rasanya, ia tak sanggup melihatnya secara langsung. “Apakah dia baik-baik saja? Apakah ia masih bisa kembali normal?”
“Untuk sementara itu kami belum bisa memastikannya. Tapi fisiknya sudah bisa stabil. Hanya saja keadaan psikisnya yang masih butuh diobati. Mungkin dengan menghiburnya bisa mengobatinya,” jelas dokter tersebut.
“Ah, araseo. Jeongmal gamsahamnida,” ucap Jinyoung sambil membungkuk. Dokter itu pun lalu pergi dari tempat itu. Jinyoung melangkahkan kakinya ke dalam kamar, lalu ia berhenti sejenak. Ia menoleh pada Daehyun, “perjanjian kita batal.”
Setelah Jinyoung masuk ke dalam kamar, Daehyun tetap terdiam. Ia menghela nafas penuh sesal. Ia mengusap wajahnya yang sakit. Seluruh tubuhnya terasa sakit, termasuk hatinya.
Jinyoung melangkahkan kakinya perlahan memasuki kamar. Ia memandang Ryuri yang sedang terbaring di atas kasur, dengan kaki yang digantung sebuah penyanggah. Ryuri hanya memandang ke langit-langit. Air mukanya begitu sedih. Matanya terlihat berkaca-kaca. Pandangannya tampak kosong. Terlihat begitu putus asa.
Perlahan, Jinyoung mendekatinya. “Annyeong, Ryuri-ya..”
Ryuri tersadar dari lamunannya lalu menoleh pada orang di sampingnya. Ryuri menyipitkan matanya, memandang jelas wajah namja di sampingnya. Kemudian ia menatap heran. Bagaimana bisa Jinyoung ada di sini?
Jinyoung tersenyum padanya, “kau sudah lebih baik sekarang?”
Ryuri masih terpesona dengan apa yang ada di sampingnya. Apakah ia baru saja terbangun dari mimpi? Apa kejadian yang dialaminya sebelumnya hanyalah mimpi buruk? Tiba-tiba Jinyoung ada di hadapannya dengan senyuman seindah itu?
“Seonbae..” ucap Ryuri lirih.
“Ne? Ada apa? Apa ada yang kau butuhkan?” tanya Jinyoung.
“Sudah berapa lama… aku tak senyum itu?”
Senyum Jinyoung terus mengembang. Sekarang ia merasa jauh lebih lega. Mungkin tepatnya sangat lega. “Tidak cukup lama.”
Ryuri akhirnya bisa tersenyum setelah apa yang sudah menimpanya. Jinyoung kini ada di sampingnya. Jinyoung yang waktu itu. Tapi ada yang mengganjal di hatinya. Ada sesuatu yang benar-benar aneh.
“Sunbae.. mengapa kau bisa di sini? Bagaimana kau tau keadaanku? Sebenarnya, apa yang menyebabkan kakiku…” ucapannya terhenti, mengingat-ingat apa yang telah terjadi. “Daehyun... Dimana Daehyun?”
Daehyun dapat mendengar suara Ryuri. Suara Ryuri yang memanggil namanya. Ingin sekali ia menemui gadis itu. Ingin melihat seperti apa keadaannya. Ingin memberi tahunya, ia ada di sini. Tapi ada hal yang mencegahnya untuk bergerak. Ada yang mencegahnya untuk pergi.
Jinyoung tercengang mendengarnya. Ia menjadi terbata, apa yang harus ia katakan pada Ryuri. “Daehyun? Dia… Dia…”
“Apa dia baik-baik saja?” tanya Ryuri tiba-tiba. Jinyoung mematung untuk beberapa detik. Pertanyaan singkat terlontar dari bibir Ryuri. Pertanyaan yang membuat jantung Jinyoung serasa berhenti berdetak untuk sesaat. Pertanyaan itu.. apa maksud sebenarnya?
“Er.. ah, ne. Dia baik.”
Ryuri menatap perubahan ekspresi Jinyoung, “apa Daehyun yang memberi tau Sunbae tentang aku?”
“Eh?”
 “Kenapa dia memberi tau Sunbae? Kenapa bukan orang lain saja?”
“Ah. Ryuri-ya..”
Daehyun pernah mengira Ryuri pacar Jinyoung. Jinyoung yang selalu baik padanya, tiba-tiba berubah. Di waktu yang tak jauh berbeda, Daehyun datang padanya dan menjadi orang yang dekat dengannya.
 “Ada apa diantara kalian sebenarnya?”
Jinyoung berdecak pelan. Apa yang harus ia katakan? Apakah ia harus terus menyimpan rahasia? Apa ia harus terus berbohong?
Klek.
Pintu kamar terbuka. Daehyun yang mendengar semua percakapan itu, masuk ke dalam kamar. Melihat wajah kedua orang yang sedang bersitegang itu. Ryuri mengernyitkan dahinya menatap Daehyun yang penuh luka. Apa sejak tadi Daehyun ada di sana?
“Daehyun-ah?” panggil Ryuri.
“Biar aku jelaskan,” Daehyun tak bisa lagi tinggal diam. Ia memandang ke arah Jinyoung yang sudah bisa menebak apa yang ingin dikatakannya. Daehyun mendekati Ryuri.
“Namaku Daehyun. Nama lengkapku Jung Daehyun. Aku…” Daehyun melirik Jinyoung, “aku adik kandung dari Jung Jinyoung.”
Hening.
“Maafkan aku. Aku yang menyebabkan semua ini terjadi.”
Kemudian Daehyun pergi. Ia tak mau berhadapan dengan mereka untuk saat ini. Jinyoung pun tak mau banyak bicara. Ia tak mau bicara apa-apa sebelum Ryuri yang minta.
Semuanya membuat tanda tanya besar pada Ryuri. Ryuri memejamkan matanya. Berusaha mengusir semua pertanyaan dan pikiran buruk yang memusingkannya. Ia tak mau memikirkannya sekarang. Atau kepalanya akan menambah sakitnya.
*You Belong With Him*
Daehyun menelusuri koridor rumah sakit. Menuju kamar rawat Ryuri. Perlahan, Daehyun membuka pintu kamar. Ia berjalan dengan pelan, takut-takut nanti akan mengganggu Ryuri.
“Sedang apa kau di sana?” tiba-tiba suara Ryuri mengejutkannya Daehyun.
“Ah, aku.. Aku hanya..”
“Menjengukku? Aku tau,” kata Ryuri. Daehyun mengerutkan dahinya. “Kau ini.”
Daehyun memandang sekelilingnya, “apa Jinyoung tidak ada?”
Ryuri menggeleng, “dia sedang pergi sebentar.”
“Ah, begitu ya.”
Ryuri memandangi Daehyun, “apa kau sudah lebih baik?”
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu.”
“Ya sudah, tanyakan padaku,” kata Ryuri. Daehyun memandang wajah gadis itu. Keadaannya jelas lebih buruk. Tapi ia terlihat jauh lebih kuat darinya.
“Aku tak perlu bertanya. Aku tau kau sudah lebih baik.”
Ryuri mendelik, “kata siapa? Dasar sok tau.”
Daehyun memandangi gadis itu. Wajahnya menunjukkan seakan tak terjadi apa-apa. Ia tau, Ryuri sebenarnya menderita dengan keadaan seperti itu. Ia mengetuk dahi gadis itu lembut.
“Kau harus baik-baik saja.”
Ryuri cemberut manja, “memangnya kenapa kalau aku tidak baik?”
“Aku akan khawatir.”
Mereka saling pandang. Kemudian hening. Daehyun malu sendiri akan apa yang diucapkannya, lalu mengalihkan pandangannya. Ia memandangi kaki kanan Ryuri yang tidak bisa digunakkan untuk saat ini.
Ryuri mengikuti arah pandang Daehyun. Ah, kaki itu. benar-benar menyebalkan melihatnya. Oleh sebab itulah, ia terjebak di kamar rumah sakit yang benar-benar menyesakkan ini. Suntuk, ia tak bisa berbuat banyak selain hanya berbaring. Ia tak pernah menyangka tinggal di rumah sakit itu seperti penjara.
“Daehyun-ah..”
“Ne?”
“Aku mau jalan-jalan.”
Daehyun menghela nafas, “kau masih harus dirawat. Kau juga..”
“Aku bosan. Temani aku jalan-jalan.”
“Jangan sekarang. Kita tunggu Jinyoung…”
“Aku ingin jalan-jalan sekarang. Dengan Jung Daehyun.”
Daehyun terdiam. Memandang keseriusan di wajah Ryuri.
*You Belong With Him*
Matahari bersinar begitu terik, terasa seperti membakar kulit mereka. Namun tidak begitu yang dipikirkan Ryuri. Tinggal di rumah sakit membuatnya merindukan rasanya dijemur di bawah terik matahari. Merindukan bagaimana angin meniup rambutnya lembut. Semua terasa begitu alamiah.
“Kesana,” Ryuri menunjuk sebuah pohon yang cukup besar. Cukup rindang untuk berteduh. Terdapat sebuah kursi taman di sana. Seakan menyarankan orang yang melihatnya untuk duduk menenangkan diri di sana.
Daehyun mendorong kursi roda Ryuri menuju pohon itu. Sekarang ia akan menuruti kata-kata Ryuri saja. Setelah banyak mengelak, akhirnya ia menyerah. Ia menemani Ryuri berjalan-jalan di sekitar rumah sakit. Bukannya Ia tak mau menemani Ryuri. Hanya saja ia sudah terlalu sering mencelakai gadis itu. Ia tak mau membuat masalah lagi.
“Daehyun-ah..”
“Eo?”
“Ceritakan padaku.”
“Apa?”
“Apapun. Apapun yang belum ku ketahui. Apa yang terjadi antara kita. Aku, kau, dan Jinyoung.”
Daehyun tergagap. “Kenapa.. Kenapa kau tanyakan padaku?”
“Karena kau pernah bilang, kau yang menyebabkan semua ini terjadi. Ya kan?”
Daehyun menghela nafas perlahan. Ia benar-benar malas mengingat ingat apa yang telah terjadi. Apalagi menjabarkannya. Namun Ryuri harus tau semua. Ia tak bisa membiarkan Ryuri dalam ketidaktahuan terus.
“Darimana aku harus memulai?” ucap Daehyun.
“Dari mana saja. Ceritakan saja apa yang ada di pikiranmu sekarang,” kata Ryuri.
Daehyun menarik nafas panjang. Pandangannya lurus ke depan agar ia bisa berkonsentrasi penuh.
“Jung Jinyoung..” Daehyun menghela nafas pelan, “ia sudah lama menyukaimu.”
Mata Ryuri membulat. Jantungnya seperti melompat, lalu berdetak tak karuan mendengar apa yang barusan dikatakan Daehyun. Namun ia berusaha tenang. Tetap mendengarkan Daehyun tanpa berkomentar dulu.
“Jinyoung itu laki-laki yang baik. Ia juga pintar. Rajin. Penyabar. Entah kenapa bisa sesempurna itu, mungkin itu memang bawaan sejak lahir. Sedari dulu, semua orang memujinya, menyukainya. Appa dan Eomma juga, mereka sangat menyayanginya.”
 “Jinyoung selalu menjadi kebanggaan. Selalu diperhatikan oleh Appa dan Eomma. Sampai aku merasa semua perhatian itu hanya untuk Jinyoung.”
Kepala Daehyun tertunduk. Menatap kedua ujung sepatunya. Pandangannya kosong. Memikirkan hal-hal yang menyesakkan dadanya.
“Sebenarnya, aku juga tidak ingin seperti ini. Yah, kau tau, sering berkelahi, pulang malam, sering bolos. Tapi meskipun aku berusaha untuk menjadi lebih baik, Appa juga tidak akan peduli. Aku lebih memilih seperti ini daripada susah payah menjadi baik.”
Ryuri diam. Ia memandang mata Daehyun yang menatap lurus, tak menggubrisnya. Ia bisa merasakan rasa sakit itu. Dari luar, Daehyun terlihat begitu tidak peduli dengan sekitarnya. Bersikap kasar. Cuek. Tapi ia tidak seperti itu. Daehyun sebenarnya rapuh. Entah bagaimana caranya ia bisa menutupi semua sedihnya. Menyimpan sedih itu bukan hal mudah.
“Jinyoung memintaku berubah. Dan membuatku berubah itu bukan hal yang mudah.” Daehyun menoleh ke arah Ryuri, “aku tau ia menyukaimu. Makanya aku memintanya untuk menjauhimu.”
Ryuri membelalak, “kenapa kau lakukan itu?”
“Itu salah satu cara..” Daehyun kembali tertunduk, “..untuk membuatnya merasa menderita sepertiku.”
Dipandangnya bola mata Daehyun yang sudah mulai berkaca. Namja ini benar-benar jahat. Membiarkan Jinyoung merasakan hal sepertinya. Tapi Ryuri tetap diam, tanpa protes padanya. Karena semua bisa terjadi. Daehyun bukannya ingin melakukan hal yang jahat kepada kakakknya. Ada hal lain yang mendesaknya berbuat seperti itu.
“Lalu aku mengenalmu. Aku tidak berniat merebutmu darinya. Tadinya aku hanya membuatmu menjadi umpan bagi Jinyoung. Tapi semakin lama, semuanya berubah.”
Daehyun memandang Ryuri. Menatap kedua matanya yang juga menatap lurus padanya. Mereka saling pandang. Membuat desiran hebat di dada Daehyun.
“Aku menyukaimu. Entah sejak kapan mulai. Aku juga tidak mengerti, tapi yang kurasa itu...” Daehyun menghentikan kalimatnya. Merasa ia terlalu lancar untuk mengucapkan semua itu. Semua yang dikatakannya terlontar begitu saja. Ia takut akan ada kata-kata yang tak seharusnya diucapkannya.
“Daehyun-ah..” lirih Ryuri.
“Aku..”
“Karena itu kau menciumku?”
Daehyun diam. Ryuri mengingatkannya pada saat ia melakukan hal yang paling bodoh dalam hidupnya. “Itu.. Maafkan soal itu.”
“Daehyun-ah..”
“Sampai sekarang, Jinyoung belum bicara padaku. Aku tau, ia marah padaku. Bukan karena ciuman itu. Tapi karena apa yang aku lakukan padamu. Aku telah membuatmu celaka. Aku tak bermaksud membuat kacau seperti ini. Jadi, maafkan aku.”
Daehyun menitikkan air matanya. Kemudian ia menghapus air titik air matanya itu. Menarik nafas dalam-dalam. Mencegah antrian air mata yang mendesak untuk mengalir lagi.
“Gwaenchanha..” ucap Ryuri. Ia lalu mengusap rambut Daehyun lembut. Daehyun terpaku akan apa yang dilakukan Ryuri. Ia menoleh pada gadis itu.
“Kau tau betapa inginnya aku menangis?” tanya Ryuri. Lalu arah pandangnya menuju kakinya yang tengah dibalut perban. Daehyun mengikuti pandangannya.
“Rasanya hidup tanpa satu kaki itu benar-benar sulit. Aku tidak bisa melakukan banyak hal hanya dengan satu kaki. Hanya untuk berjalan dua langkah saja, aku tidak bisa.”
Daehyun menunduk.
“Aku berusaha menahan tangisku. Hasilnya aku tidak menangis. Makanya kau jangan menangis.”
 “Kita masih punya besok. Tandanya kita masih punya kesempatan.” Ryuri menggenggam tangan Daehyun. “Yakinlah, kau akan baik-baik saja.”
Daehyun menatap Ryuri nanar. Melihat senyuman tulus di wajahnya. Betapa kuatnya gadis di hadapannya ini. Dilihatnya tubuh Ryuri yang meskipun sempat goyah, masih bisa kuat bertahan. Daehyun tidak lebih kuat darinya. Mendadak tubuhnya lemas. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Ryuri. Menyandarkan hampir sebagian bebannya.
“Sebentar saja, begini tak apa kan?” tanya Daehyun.
Ryuri mengacak rambut namja itu. “Dasar.”
Daehyun memejamkan matanya. Menghirup udara segar di sekelilingnya. Merasakan begitu hangatnya bersandar di bahu gadis itu. Layaknya seperti ia sangat membutuhkan gadis itu.
“Aku benar-benar menyukaimu.”
Ya, sekarang Ryuri tau semuanya. Pertanyaannya selama ini terjawab sudah. Daehyun mengungkap bahwa ia menyukainya.
Oh, satu hal lagi. Jinyoung juga menyukainya. Sejak dulu. Lalu, Daehyun? Ia tak mungkin meninggalkan Daehyun yang kini ‘bersandar’ padanya. Lantas bagaimana?
Ryuri mengusap lagi rambut Daehyun. Memejamkan matanya. Ia tak tau lagi yang harus dilakukannya. Ia lelah. Untuk saat ini saja, Ryuri tak mau membuat dirinya lebih sulit. Ia tak mau memberatkan pikirannya. Ia ingin dirinya seperti ini dulu. Tenang di samping Daehyun.
Seikat bunga jatuh ke atas tanah. Pemandangan di hadapannya benar-benar menyesakkan dadanya. Jika tau akan seperti ini, harusnya ia tak usah datang. Jinyoung datang di saat yang tidak tepat. Tapi inilah yang terjadi. Daehyun tengah bersandar di bahu Ryuri.
Jinyoung tak mau hatinya semakin sakit. Lebih baik ia pergi.          
Sudahlah. Dari awal, ia tak pernah tau isi hati Ryuri. Mungkin saja benar, Ryuri tidak mencintainya.
*You Belong With Him*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar