Genre : Romance
Length : 3 Shoot
Cast :
- Choi Ryu Ri as Choi
Ryu Ri
- FT Island Minhwan
as Choi Min Hwan
-
B1A4 Sandeul as Lee Sandeul===================================================
Sandeul tergeletak lemas tak
berdaya. Wajahnya penuh memar dan luka. Minhwan berdiri di hadapannya. Sandeul
menoleh ke arahku. Minhwan yang menyadari keberadaanku nampak terkejut. Apa
Minhwan yang membuat Sandeul seperti ini?
Aku menghampiri Minhwan yang
sedari tadi menatapku. Aku balik menatapnya penuh tanda tanya dan rasa
penasaran. Minhwan, apa dia tega berbuat seperti itu pada Sandeul? Seperti
itukah Minhwan sebenarnya? Apa terlalu lama aku tak bertemu dengannya sehingga
dia liar seperti ini?
“Yuu…” kata Minhwan masih dengan
nafas yang terengah-engah.
“Pulanglah.” Ucapku singkat.
“Yuu.. Aku…”
“Eomma-mu mencarimu. Sebaiknya
kau segera pulang.” Lanjutku. Minhwan terdiam. Aku mengalihkan pandangan mataku
ke arah Sandeul. Aku menatapnya yang sedang tergolek lemas. Matanya sayup-sayup
memandangku.
“Ryuri-ah..” panggilnya setengah
berbisik. Aku meraih lengannya dan membantunya berdiri. Aku membiarkan Sandeul
merangkulku. Aku menuntunnya berjalan tanpa mempedulikan Minhwan.
“Yuu!” seru Minhwan. Aku
menghentikan langkahku dan menoleh kepadanya.
“Ada yang ingin kau jelaskan?”
tanyaku pada Minhwan. Kini Minhwan mematung. Ia hanya memandangku tanpa membuka
mulutnya.
“Amugeotto?” tanyaku lagi.
Minhwan tertunduk. Aku melanjutkan langkahku bersama Sandeul. Aku embonceng
Sandeul di sepedaku. Anak ini berat sekali. Ditambah lagi ia bersandar di
punggungku. Tak apalah. Aku membawanya pulang ke rumahnya.
+++++
Sesampainya di rumah Sandeul aku
memarkirkan sepedaku. Aku mengetuk pintu rumahnya. Sandeul masih merangkulku,
bahkan ia menyandarkan kepalanya di kepalaku. Aku tau, ia begini karena aku.
Jadi biarkanlah dulu dia seperti ini.
Tak lama kemudian Lee-harabeoji
membukakan pintu. Ia terkejut melihat Sandeul yang nampak tak berdaya. Ia lalu
menatap padaku.
“Choi.. Choi.. Ryuri! Apa yang
terjadi dengan anak ini?” Lee-harabeoji bertanya padaku. Huh? Sungguh, aku tak
tau apa-apa.
“Aku merebut sesuatu dari orang
lain. Orang itu marah sekali padaku. Tapi lupakanlah.” Kata Sandeul. Ia
melangkah masuk kedalam rumah. Aku hanya mengikutinya. Ia mengajakku ke ruang
tengah. Ia duduk di atas sofa. Sandeul menyandarkan kepalanya di dinding. Aku
duduk di sampingnya. Lalu Lee-harabeoji mengambil sebuah kotak obat. Aku lalu
membersihkan luka di wajah Sandeul dan mengobatinya. Sandeul merintih. Aku tak
tega melihatnya menjadi seperti ini.
“Aku akan membuatkan minum.” Kata
Lee-harabeoji. Aku hanya mengangguk lalu tertunduk. Aku dan Sandeul saling
diam. Sandeul menatapku.
“Minhwan itu.. namjachingu-mu?”
Sandeul membuka pembicaraan. Aliran darahku seakan berhenti. Sandeul..
Minhwan.. Apa yang sebenarnya mereka bicarakan tadi?
“Mwo?” tanyaku terkejut.
“Choi Minhwan. Dia mencintaimu,
Ryu. Apa kau juga mencintainya?” Sandeul bertanya lagi. Kenapa tiba-tiba ia
bertanya seperti itu. Perasaanku pada Minhwan, benar, aku mencintai Minhwan.
Tapi, bagaimana aku mengatakannya? Di depan Sandeul yang sudah menyatakan
cintanya padaku. Tanpa sadar setitik air mata mengalir di pipiku. Yaa! Apa yang
ku lakukan? Aku cepat-cepat menghapusnya.
“Ryuri-ah.. Apa aku telah
menyakiti perasaanmu?” Sandeul bertanya serata memegang daguku dan mengadahkan
wajahku menghadapnya.
“Aku orang yang tenang. Aku bisa
mengatasi masalahku dengan tenang dan cepat. Aku tak pernah menangis dan selalu
kuat. Tapi aku terlalu lemah untuk memecahkan masalah seperti ini. Aku merasa
sangat lemah. Perasaan ini seperti memukul dadaku. Sesak. Aku tak mengerti
perasaan ini. Aku tak mengerti..”
Sandeul mendekat dan memelukku.
“Aku tak tau apa yang kau
rasakan. Tapi kumohon jangan menangis. Terserah apa yang akan terjadi nanti.
Terserah bagaimana perasaanmu padaku. Yang jelas aku mencintaimu.” Jelas
Sandeul. Air mataku mengalir lagi. Aku menyembunyikan wajahku dalam pelukan
Sandeul. Sandeul mengelus rambutku. Aku tak bisa mengelak, rasanya nyaman. Hatiku
kini seperti terombang-ambing. Otakku sudah muak. Memikirkan satu orang saja
sudah membuatku frustrasi, tapi aku dipaksa memikirkan dua orang yang membuatku
nyaman sekaligus. Sungguh melelahkan.
+++++
Next day…
Aku
memutar-mutar pulpen di jari-jariku. Pikiranku kacau. Tak bisa berkonsentrasi
belajar. Suara Jung-seonsaengnim yang menggema di kelas tak ku hiraukan. Entah
apa yang dia terangkan di depan kelas. Aku pun malas berpikir. Aku mencoba
tidur tapi entah kenapa aku sulit masuk ke alam bawah sadarku.
“Yaa!
Kau! Yang duduk di belakang!” seru Jung-seonsaengnim. Duduk di belakang? Apa
aku yang dimaksud? Seluruh kelas memandangku. Dari tadi aku memang tidak
memperhatikannya. Aku hanya tertunduk. Jung-seonsaengnim menghampiriku.
“Yaa!
Tuan Choi! Ireona!” seru Jung-seonsaengnim. Matilah aku. Chamkanman, Tuan
katanya?
Aku
melihat kea rah Jung-seonsaengnim. Tatapannya tajam ke arahku. Bukan, ia
menatap ke belakangku. Aku melihat ke arah belakang. Minhwan? Apa yang ia
lakukan? Ia tertidur di jam pelajaran seperti ini. Tak biasanya ia seperti ini.
Tapi kenapa?
“Minan!
Yaa! Ireona!” bisikku pada Minhwan yang menelungkupkan wajahnya di dalam
tangannya yang di lipat di atas meja. Minhwan lalu membuka matanya. Ia lalu
bangun dari tidur dan menegakkan tubuhnya. Ia lalu menggosok matanya. Kantung
matanya terlihat sangat tebal. Apa dia kurang tidur?
“Tuan
Choi! Cuci mukamu dulu atau kau keluar dari kelas ini!” teriak
Jung-seonsaengnim pada Minhwan. Minhwan tetap tertunduk. Ia lalu menggeser
kursinya lalu bangkit. Ia berjalan menuju pintu kelas. Ia membukanya lalu
keluar kelas. Ia membanting pintu dengan kasar. Kenapa dia? Apa dia marah
padaku?
Jung-seonsaengnim kembali
menerang pelajaran. Selama jam pelajaran berlangsung, aku hanya melihat ke arah
pintu kelas. Berharap Minhwan masuk ke kelas lagi. Berharap melihat kembali
wajah Minhwan. Tapi nyatanya Minhwan tak datang. Kemana dia? Ya Tuhan, semoga
Minhwan baik-baik saja.
+++++
Jam pelajaran pun berakhir. Sampai
saat ini aku belum melihat wajah Minhwan. Bahkan ia tidak masuk ke kelas. Ia
tak kembali setelah Jung-seonsaengnim menyuruhnya keluar. Aku jadi khawatir
pada anak itu. Kemana Minhwan? Aku mencarinya hampir ke seluruh sekolah. Tapi
aku tak kunjung menemukannya. Aku memutuskan untuk pulang. Chamkanman, aku
melihat Minhwan. Ia keluar dari toilet. Apa sedari tadi ia tak keluar dari
toilet? Untuk apa?
“Minaaaaaaaaaaan~!!” jeritku.
Minhwan pun menoleh padaku. Minhwan hanya berdiri terdiam memandangiku yang
kini berlari ke arahnya.
“Kau dari mana saja?” tanyaku
dengan nafas yang tak beraturan.
“Apa kau peduli akan hal itu?”
“Mwo?” tanyaku. Apa aku tak salah
dengar? Hatiku mulai gemas dengannya.
“Kenapa sebenarnya? Sikapmu
sekarang berubah, Minan. Apa ada masalah? Dan, ada apa antara kau dan Sandeul?
Mengapa kau membuat Sandeul terluka?” tanyaku dengan geram.
“Berubah? Bukankah kau yang
berubah? Kau lebih sering bertemu Sandeul daripada aku. Dan bahkan kau lebih
mempedulikan Sandeul daripada aku. Apa aneh jika aku berubah?” bantah Minhwan.
“Ne. Minan, aku dan Sandeul hanya
teman. Lagipula, kau…” aku menghentikan perkataanku lalu diam. Minhwan juga
diam. Ia menunggu lanjutan kalimatku. Aku meneguk ludah dan mengalihkan
pandanganku dari Minhwan. “Kau bukan namjachingu-ku.”
Suasana hening sejenak. Keributan
yang disebabkan seluruh penghuni sekolah seakan menghilang seketika.
“Geureongayo (begitukah)?” Tanya
Minhwan lembut. “Apa karena aku bukan namjachingu-mu kau tak lagi peduli padaku
dan menganggapku teman biasa? Kau butuh status ‘namjachingu’, Yuu?”
Nafasku tercekat.
“Aku pikir kau mencintaiku karena
membutuhkanku sebagai orang yang juga mencintaimu. Makanya aku tak takut. Tapi
yang kau butuhkan adalah seorang namjachingu. Aku salah.” Ujar Minhwan. Jantungku
seperti sangat tersiksa. Air mataku mau tumpah.
Minhwan melangkah pergi. Ia
menghampiri motornya. Minhwan mengendarainya lalu melaju kencang. Air mataku
baru bebas mengalir. Aku sesenggukan tanpa suara. Nan paboya. Minhwan, jeongmal
mianhaeyo.
Narul
dareun sarammannamyun keuddaen Gieokhalkkayo
Would you remember me if you meet someone like me?
Nawa deutdeon norae deutnundamyun Gieokhalkkayo
Would you remember me if you hear the song that we used to listen to?
Naeireumgwa gateunsaram mannamyun keuddaen Gieokhalkkayo
Would you remember me if you meet someone with same name as me?
Kkoteun anideorado hanbeoneun nareul Gieokhae jweoyo
You don't have to, but please remember me at least just once...
Would you remember me if you meet someone like me?
Nawa deutdeon norae deutnundamyun Gieokhalkkayo
Would you remember me if you hear the song that we used to listen to?
Naeireumgwa gateunsaram mannamyun keuddaen Gieokhalkkayo
Would you remember me if you meet someone with same name as me?
Kkoteun anideorado hanbeoneun nareul Gieokhae jweoyo
You don't have to, but please remember me at least just once...
(FT Island – If It’s Not Necessary)
+++++
BRAK! Aku membanting pintu
rumahku. Melempar tas-ku entah ke mana lalu melangkah gontai ke arah kamar.
Eomma menghampiriku dan menatapku heran.
“Ryuri-ah, apa kau belum makan?
Apa kau sakit?” Tanya Eomma. Aku hanya menggeleng. Entahlah Eomma bisa atau
tidak mengerti maksudku, aku tak peduli. Aku masuk ke kamar dan membanting
pintu. Aku lalu menjatuhkan tubuhku ke atas kasur. Menenggelamkan wajahku ke
atas bantal. Entah kenapa segalanya terasa sangat berat. Membebaniku.
+++++
The stars lean down to kiss
you
And I lie awake I miss you
Pour me a heavy dose of atmosphere
Cause I’ll doze off safe and soundly
But I’ll miss your arms around me
I’ll send a postcard to you dear
Cause I wish you were here…
And I lie awake I miss you
Pour me a heavy dose of atmosphere
Cause I’ll doze off safe and soundly
But I’ll miss your arms around me
I’ll send a postcard to you dear
Cause I wish you were here…
Aku membuka mataku. Sepulang
sekolah tadi aku ketiduran sampai malam. Dan sekarang aku mendengar suara merdu
yang terngiang di telingaku. Suara ini sudah tak asing lagi bagiku. Tapi kenapa
malam-malam seperti ini? Apa aku bermimpi? Tidak, ini nyata. Aku terbangun dan
menghampiri sumber suara itu.
I watch the night turn
light blue,
But it’s not the same without you
Because it takes two to whisper quietly…
But it’s not the same without you
Because it takes two to whisper quietly…
Aku membuka pintu rumahku.
Seorang namja duduk di teras rumahku dengan gitar di pangkuannya. Ia berhenti
bernyanyi dan berhenti memetik senar gitarnya. Ia melihat ke arahku lalu
tersenyum. Namja itu menghampiriku.
“Yaa!
Sandeul, apa yang kau lakukan malam-malam begini? Bernyanyi sambil bermain
gitar di depan rumahku. Bagaimana jika Eomma-ku mendengarnya? Dia pasti…”
Sandeul
menempelkan jari telunjuknya di bibirku. Membuatku menghentikan kata-kataku.
“Gwaenchanha.
Kajja.” Ucap Sandeul. Ia menggenggam tanganku lalu mengajakku duduk.
“Ryuri-ah..
Kau mau mendengarkan nyanyianku, kan?” lanjut Sandeul. Aku menyerngitkan
dahi tak mengerti. Sandeul kembali
memetik senar gitarnya. *ceritanye si sandeul bisa b.inggris ye, padahal mah
ngomong zoom zoom aje jum jum #plak*
The silence isn’t so bad
Till I look at my hands and feel sad
Cause the spaces between my fingers
Are right where yours fit perfectly
Till I look at my hands and feel sad
Cause the spaces between my fingers
Are right where yours fit perfectly
I’ll find repose in new
ways
Though I haven’t slept in two days
Cause cold nostalgia chills me to the bone
But drenched in Vanilla twilight
I’ll sit on the front porch all night
Waist deep in thought because when I think of you
I don’t feel so alone
I don’t feel so alone
I don’t feel so alone
Though I haven’t slept in two days
Cause cold nostalgia chills me to the bone
But drenched in Vanilla twilight
I’ll sit on the front porch all night
Waist deep in thought because when I think of you
I don’t feel so alone
I don’t feel so alone
I don’t feel so alone
As many times as I blink
I’ll think of you… tonight…
I’ll think of you tonight..
I’ll think of you tonight..
When violet eyes get
brighter
And heavy wings grow lighter
I’ll taste the sky and feel alive again
And I’ll forget the world that I knew
But I swear I won’t forget you
Oh if my voice could reach back through the past
I’d whisper in your ear
Oh darling I wish you were here..
And heavy wings grow lighter
I’ll taste the sky and feel alive again
And I’ll forget the world that I knew
But I swear I won’t forget you
Oh if my voice could reach back through the past
I’d whisper in your ear
Oh darling I wish you were here..
(Owl City – Vanilla Twilight)
Mataku hampir tak berkedip. Aku
benar-benar memusatkan perhatianku padanya. Apa yang ku dengar tadi sungguh
indah. Sandeul, anak ini pandai membuat orang-orang terkesima akan suaranya. *termasuk
author #plak*
“Araseo. Neomu daebak.” Ucapku.
Sandeul tersenyum lalu menghampiriku. Ia memelukku erat. Yaa, apa anak ini
sakit? Kenapa kelakuannya benar-benar aneh?
“Ryuri-ah, entah kenapa saat aku
berada di dekatmu aku merasa terbebas dari beban. Membuatku melupakan segala
masalahku. Membuatku berpikir bahwa hidup ini hanyalah harus tenang. Makanya
aku merasa aman bersamamu.”
Aku berkeringat. Jantungku
berdebar tak karuan.
“Aku rasa kau bisa baik-baik
saja tanpa aku. Tapi tidak untukku. Aku tak bisa merasa baik tanpamu. Hidupku
penuh dengan kecemasan. Tak peduli kau mencintaiku atau tidak, aku
membutuhkanmu di sisiku, Ryu.”
Sandeul melepaskan pelukannya. Wajahnya
tepat di depan wajahku.
“Nan jeongmal, saranghaeyo, Choi
Ryuri.”
Sandeul menyatakan cintanya.
Lagi. Apa aku jahat padanya? Ia mencintaiku dengan tulus. Sedangkan aku tak
memikirkan perasaannya. Aku mengabaikannya karena suatu alasan. Aku masih
mencintai Minhwan. Yang menjadi pertanyaan adalah.. apa aku masih mencintai
Minhwan?
“Geurae. Moduege gamsahamnida.
Jaga dirimu baik-baik.” Ucap Sandeul. Ia menatapku lama. Ia memutar bola
matanya, melihat ke seluruh wajahku dengan seksama. Ia lebih mendekatkan
wajahnya lalu menutup matanya. Aku memejamkan mataku. Takut dengan apa yang
Sandeul ingin lakukan padaku. Lalu sebuah kecupan mendarat di pipiku. Cukup
lama sampai Sandeul melepas kecupannya, aku membuka mataku. Aku tegang, tapi
terasa sedikit lega. Sandeul tidak mencium bibirku. Meski begitu, bisa ku
pastikan kini wajahku memerah.
“Annyeonghi gaseyo.” Kata
Sandeul padaku. Ia membawa gitarnya lalu masuk ke dalam mobilnya. Ia melambai
dari dalam sambil tersenyum. Aku hanya membalas senyumannya. Ia lalu menyalakan
mesin mobilnya lalu pergi melaju. Aku hanya memperhatikannya dari kejauhan. Entah
mengapa, ada sesuatu yang mengganjal di hatiku.
+++++
Segalanya seperti menghilang. Tak
ada satu nomer pun yang bisa ku hubungi. Minhwan maupun Sandeul tak ada yang
menjawab teleponku. Aku ingin menemui mereka. Sebaiknya aku datang ke rumah
mereka. Tapi yang memusingkanku, aku harus ke rumah Minhwan dulu atau Sandeul
dulu? Jadi aku mengurungkan niatku dan tetap di rumah selama Minggu ini.
Sepanjang hari aku hanya
menonton tv, makan, tidur-tiduran. Tak punya pekerjaan yang bisa dilakukan.
Sebenarnya aku banyak tugas. Tapi aku sedang tak bisa berpikir. Jadi ku abaikan
tugas itu. Aku memasang earphone-ku, lalu mencari sebuah lagu yang sesuai
dengan mood-ku saat ini. Membosankan. Apa yang harus ku lakukan sekarang?
Sampai akhirnya malam tiba. Aku
sedang duduk dengan posisi bervariasi di depan tv. Terkadang sambil bersandar,
sambil makan, atau tertidur di depan tv (?). Kini aku sedang menyeruput sekotak
susu stroberi. Setelah susu itu habis aku pergi ke kamar. Aku menjatuhkan
tubuhku di atas kasur. Hari ini tak berarti apa-apa. Lebih baik aku tidur lagi
saja.
“Ryuri-ah! Sedang apa kau? Ada
seseorang datang mencarimu. Cepat temui dia.” Kata Eomma sambil masuk ke dalam
kamarku.
“Nuguyo? Bilang saja aku sudah
tidur.” Kataku dengan lemas. Aku memang sudah mengantuk.
“Jinjja? Tapi Minhwan bilang ada
hal yang penting..”
Mataku membelalak. MINHWAN? Aku
langsung berdiri dan keluar rumah dengan segera. Tak peduli dengan penampilanku
sekarang yang sudah tampak amburadul. Minhwan sedang berdiri bersandar pada
motornya.
“MINAN!” seruku pada Minhwan lalu berlari ke arahnya. Aku
tersenyum kepadanya.
“Kenapa berlarian seperti itu? Apa kau merindukanku?” Tanya
Minhwan.
“Mwoga? Mengapa bertanya seperti itu?” aku balik bertanya.
“Memangnya kenapa? Karena aku merindukanmu.” Ucap Minhwan.
Aliran darahku seakan berhenti mendengar kata-kata Minhwan. Aku lalu
memeluknya.
“Nado bogosipeoyo.” Ucapku. Perasaanku lebih tenang. Serasa
seperti sekian lamanya aku tak memandang wajah Minhwan, kini ia ada di depanku.
Seperti mengobati rasa rinduku.
“Kenapa belum tidur?” Tanya Minhwan lagi.
“Aku belum tidur karena kau. Kau sendiri? Mengapa baru
menemuiku malam-malam begini?” tanyaku pada Minhwan.
“Aku hanya ingin tau keberadaanmu sekarang.” Jawab Minhwan.
“Ye? Aku tak pergi ke mana-mana. Memangnya mau kemana aku
semalam ini?” aku bertanya lagi.
“Oh, begitu ya. Aku pikir kau akan mengantar Sandeul.” Ucap
Minhwan. Mengantar.. Sandeul?
“Apa maksudmu Minhwan? Mengantar Sandeul? Kemana? Ada apa
dengan Sandeul?” tanyaku bertubi-tubi. Minhwan menatapku heran.
“Jadi.. kau tak tau? Sandeul tak bilang padamu?” Tanya
Minhwan bingung. Sandeul bilang sesuatu yang aku tak tau pada Minhwan. Begitu?
“Kemarin Sandeul datang menemuiku. Ia bicara padaku. Dia
bilang dia mendapat beasiswa sebuah Universitas Seni di Washington. Untuk waktu
yang lama sampai dia lulus. Ia memintaku untuk menjagamu selama dia tak ada.”
jelas Minhwan.
“Jadi…” aku tak bisa berkata. Jadi inikah maksudnya
menemuiku kemarin malam? Untuk mengucapkan selamat tinggal. Tapi kenapa dia tak
mengatakannya kalau ia akan pergi keluar negri? Dan bukan untuk waktu yang
sebentar?
“Minan, kapan ia berangkat?” tanyaku yang dijawab gelengan
kepala dari Minhwan.
“Nan mollayo. Aku tak tau tepatnya kapan. Tapi Sandeul
bilang ia akan pergi malam ini.” Ucap Minhwan. Aku bingung apa yang harus aku
lakukan sekarang. Lalu aku memutuskan untuk mengambil sepedaku di garasi.
Minhwan lalu menarik tanganku.
“Kau mau kemana?” tanyanya.
“Mianhaeyo, Minan. Aku akan bersepeda ke bandara. Aku ingin
bertemu Sandeul sebelum ia pergi. Jeongmal mianhae.” Ucapku lalu kembali
malanjutkan langkahku. Minhwan tak melepaskan genggamannya dari tanganku.
“Babo. Itu membuatmu menjadi lelet.” Kata Minhwan.
“Mwo?”
Minhwan lalu naik ke motornya. “Kajja. Kau mau ke bandara
kan?” Tanya Minhwan. Aku membulatkan mataku. Bukannya segera naik aku malah
keheranan menatap Minhwan. Kenapa anak ini malah…
“Ppalli! Kau ingin menemui Sandeul atau tidak?” kata Minhwan
gemas. Aku membuyarkan lamunanku lalu bergegas naik ke motor Minhwan. Minhwan
lalu menyalakan mesin motornya. Aku memeluk pinggangnya erat. Minan,
gamsahamnida. Aku bertemu orang yang baik sepertimu.
+++++
Kami sampai di Incheon Airport. Aku dan Minhwan berlarian
mencari Sandeul. Berharap pesawat yang ditumpangi Sandeul belum lepas landas.
Aku mencari ke segala penjuru, namun tak melihat wajah Sandeul. Apa Sandeul
sudah pergi?
“Yaa! Sandeul!” jerit Minhwan tiba-tiba. Minhwan menemukan
sosok Sandeul. Sandeul tak melihat ke arah kami. Minhwan menarik tanganku,
membawaku untuk menghampiri Sandeul.
“Lee Sandeul!!! Chamkanman! Jebal kajima!!” seruku sambil
berlari. Sandeul lalu menoleh padaku. Ia tampak terkejut melihatku. Ia lalu
berjalan mendekatiku.
Aku berhrnti di depannya. Aku ingin memeluknya sejenak. Tapi
aku tak bisa melakukannya di depan Minhwan. Nafasku masih terengah-engah.
Sandeul menatapku bergantian dengan Minhwan.
“Mengapa kau memberitahunya?” Tanya Sandeul pada Minhwan.
Minhwan berdiri di sampingku.
“Cepat atau lambat, dia juga akan tau. Buat apa
ditutup-tutupi?” kata Minhwan. Sandeul hanya tertawa kecil. Sejak kapan mereka
jadi terlihat akrab begini?
“Sandeul! Mengapa kau tak bilang padaku kau akan pergi, huh?
Waeyo? Wae?” tanyaku kesal.
“Aku tak mau membuatmu memikirkanku. Dan lihat sekarang, kau
berlari-lari seperti habis melihat hantu saja.” Kata Sandeul enteng.
“Kau tau? Kau membuatku kaget. Paling tidak kau mengabariku.
Mengapa kau malah memberi tau Minan bukannya aku?” protesku. Sandeul tersenyum
lalu memandang Minhwan. mereka berdua saling bertatapan. Sandeul lalu
mendekatiku lalu memelukku. Oh, Tuhan. Aku lalu memandang Minhwan. Minhwan hanya
memandangiku dengan tatapan datar. Aku tak bisa mengelak dari Samdeul.
“Mianhae. Rencana keberangkatanku sebenarnya sudah lama.
Tapi aku tak tau waktu yang tepat untuk memberitahumu. Pokoknya selama aku tak
ada, jangan telat makan, rajin olahraga, tidur yang cukup, jangan terlalu
banyak pikiran. Aku tak mau kau sakit atau menderita.” Tutur Sandeul
mengguruiku. Ia lalu melepaskan pelukannya.
“Aku akan segera kembali. Tunggu aku ya.” Pinta Sandeul.
Sandeul lalu menghampiri Minhwan.
“Pastikan Choi Ryuri baik-baik saja.” Kata Sandeul.
“Aku akan melakukannya tanpa kau minta.” Ucap Minhwan. Aigo,
mereka ini membicarakan apa sih?
“Jika aku lulus nanti, aku akan segera kembali ke Seoul. Dan
jika aku kembali kau masih belum juga menjadi namjachingu Ryuri. Aku tak akan
melepaskannya.” Ancam Sandeul. Minhwan hanya tersenyum nakal.
“Tenang saja. Itu tak akan terjadi.” Ucap Minhwan. Sandeul
tertawa kecil. Ia lalu menghela nafas.
“Geurae. Harabeoji sudah menungguku. Aku harus pergi
sekarang.” Kata Sandeul.
“Secepat itukah?” tanyaku. Sandeul memegang kedua pipiku.
“Ne. Dan aku akan cepat kembali. Annyeong, Ryuri. Jaga
dirimu. Saranghae.” Ucap Sandeul lalu berjalan pergi. Ia tersenyum manis padaku
sebelum wajahnya tak terlihat lagi di hadapanku. Sandeul, aku harap kau akan
selalu baik.
“Kau sedih?” Tanya Minhwan.
“Ya, sedikit.” Jawabku. Aku menoleh pada Minhwan. “Aku
merasa kehilangan. Kehilangan seorang teman.”
“Jadi kau mau sampai kapan di sini?” Tanya Minhwan. Aku
menggenggam tangannya. “Ayo pulang.”
Kami lalu ke tempat parkir. Minhwan lalu mengambil motornya.
Ia lalu naik dan memakai helm-nya. “Kajja!”
Aku lalu menaiki motor Minhwan. Aku memeluk pingganggnya.
Bersandar di punggungnya. Aku memang sangat kehilangan Sandeul. Tapi aku lebih
tak ingin kehilangan orang di depanku ini.
+++++
Aku sampai di rumahku. Aku turun dari motor.
“Geurae. Cepat tidur sana.” Perintah Minhwan.
“Minan….” ucapku sambil memandanginya cukup lama. “Moduege
gamsahamnida. Dan, maafkan aku, ya?”
Minhwan menghampiriku lalu memelukku. “Maaf untuk apa? Aku
tak marah padamu.” Ucap Minhwan. Sungguh, yang ingin ku ucapkan padanya saat
ini hanyalah kata terima kasih.
Minhwan lalu
melepaskan pelukannya. “Besok kau ada waktu?”
Eh?
+++++
“Minan… kita mau kemana?”
Minhwan menutup kedua mataku. Membawaku ke suatu tempat
entah di mana. Aku hanya berjalan mengikutinya yang menuntunku.
“Sebentar lagi.” Kata Minhwan. Kami terus berjalan sampai
akhirnya kami berdua berhenti.
“Geurae. Jangan buka matamu dulu sebelum ku suruh.” Lanjut
Minhwan sambil melepaskan tangannya dari mataku. Aku masih menutup mataku.
“Set, dul, hana, ijen!” kata Minhwan. Perlahan aku membuka
mataku.
Saranghae Baby Baby Baby
Love.. Honey Honey Honey Love.. Neoman neoman saranghae yeongwontorok… Giyeokhae
oneul oneul oneuldo.. Naeil Naeil Naeildo.. Oneulboda naeil deo neol
saranghalge..
(FT Island – Baby Love)
Aku terpaku melihat apa yang ada
di depanku. Beberapa anak kecil bernyanyi di hadapanku. Lucu sekali. Suara
mereka menjadi sebuah harmoni. Mereka indah seperti malaikat.
“Yuu..” panggil Minhwan. Aku
menoleh ke arahnya. Minhwan menggenggam kedua tanganku.
“Jebal, nekkeo haja. Ehm, ani. Would you be my girlfriend?” ungkap Minhwan. *ooooh… Brave Sound..
Na neoui boyfriend… #authornyanyiboyfriend*
Aku tertegun. Melihat semua yang dilakukan Minhwan. Bocah
ini pandai membuatku terkejut. Dan sekarang ia menyatakan cintanya padaku.
Bukan, ia memintaku menjadi yeojachingu-nya.
“Kenapa kau baru bilang sekarang?” tanyaku.
“Mianhae. Andai saja waktu itu aku tak membatalkan janjiku,
jadinya tak akan seperti ini.” Jelas Minhwan. Waktu itu? Aigo, aku tak tau ia
akan melakukan hal ini.
“Jadi, kau mau menjadi yeojachingu-ku atau tidak?” Tanya
Minhwan.
“Eum, bagaimana kalau tidak?”
“Aku akan memaksamu.” Ucap Minhwan lalu tersenyum lebar.
“Karena kau memaksaku jadi.. ya sudah.” Kataku sok pasrah.
(?)
“Ya sudah apa?” Minhwan mendelik.
“Ya sudah.” Ucapku. Minhwan mendekat padaku. Pandangannya
tajam. Meminta penjelasan lanjut dariku. “Ya sudah. Aku mau menjadi
yeojachingu-mu.”
“Aaa~ gomawoyo Yuu Yuu Yuu saranghae…” sontak Minhwan
memelukku dengan tiba-tiba.
“Aish jinjja.. Minan.. hentikan! Jangan seperti anak..
kecil.” Kami baru menyadari bahwa segerombol anak kecil tadi memperhatikan
kami. Mereka tertawa kecil. Lalu Minhwan melepaskan pelukannya.
“Minan, darimana kau dapatkan malaikat-malaikat ini?”
tanyaku sambil menunjuk ke arah anak-anak tadi.
“Oh, mereka anak-anak panti asuhan. Aku sering bertemu
mereka. Lalu ku minta mereka menyanyi untukmu.” Jelas Minhwan.
“Ye? Jahat. Kau tak pernah mengajakku. Kau juga tak pernah
cerita padaku.”
“Ne, mianhae. Lain kali aku akan mengajakmu.” Kata Minhwan.
“Eo. Sebaiknya kau harus mengantar mereka pulang.” Ucapku
sambil mengarah ke anak-anak tadi.
“Ne, aku akan mengantar mereka pulang. Kau mau ikut?” ajak
Minhwan.
“Ne.”
“Kajja.”
+++++
“Anak-anak tadi lucu sekali.” Ucapku memcah keheningan
sehabis mengantar anak-anak panti asuhan pulang. Minhwan mengangguk.
“Ne. Kapan kita punya anak seperti itu ya?” canda Minhwan.
Aku membulatkan mataku menatap garang pada Minhwan. Minhwan menggigit bibirnya
lalu mempercepat langkahnya.
“MINAN~!”
Aku mengejar Minhwan yang cengar cengir sendiri. Lalu
berjalan berdampingan dengannya. Sambil menikmati matahari yang hampir
tenggelam. Apakah aku akan terus sepeti ini. Berdampingan dengan Minhwan?
Entahlah, aku tak peduli. Bahkah kini aku tak peduli aku ini yeojachingu
Minhwan atau bukan. Yang terpenting adalah aku adalah bagaimana rasa cintaku
pada Minhwan. Bagaimana rasa cinta Minhwan terhadapku. Sekarang aku milik
Minhwan. Dan aku selalu berharap ‘selamanya’.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar