Title : Officially Boyfriend
Genre : Romance
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
Block B Zico as Woo Ji Ho
B.A.P Bang as Bang Yong Guk
Length : Two Shoot
Note : It’s my original FanFiction.
Sorry for the typo. Sorry for the failed story. And thanks to read, guys! Happy
Reading.. :)
It’s Begin..
Do as I say,
do as I command,
See, it fits
right
Don’t love another man or else
Don’t love another man or else
I’ll be disappointed baby..
(Kim Jae
Joong – Kiss B)
Dari jarak sejauh ini pun, aku
seperti dapat melihat namja itu jelas. Postur tubuhnya yang tegap begitu ku kenali,
sehingga keramaian yang ada di sekelilingnya tak membuatnya lepas dari
pandanganku.
Krek.
Suara decitan engsel pintu mengejutkanku di tengah ruang
kelas yang sepi. Di sini hanya ada aku sendiri. Tiba-tiba seorang namja datang
memasuki kelas. Aku menoleh padanya. Ku teliti wajahnya. Oh, dia Woo Jiho.
“Yaa..” panggil Jiho. “Dimana kursi Minsoo?”
Aku menunjuk ke arah sebuah kursi di baris kedua. “Disitu.”
“Ah, gomawo,” kata Jiho. Ia melirik ke arah lacinya. Kemudian
ia mengambil sebuah jaket. Jaket milik Minsoo. Mungkin Minsoo meninggalkannya
di sana, dan meminta Jiho untuk mengambilnya.
Aku kembali mengalihkan pandanganku ke jendela. Jendela yang
berhadapan ke lapangan. Memandangi para siswa yang sibuk berhamburan pulang
dari sekolah.
“Kau belum pulang?” tanya Jiho tiba-tiba. Ternyata ia masih
ada di sana. Aku pikir, ia sudah pergi keluar.
“Belum, kau sendiri?” aku balik bertanya. Aku merasa aneh
dengan pertanyaanku sendiri. Terlalu klise untuk basa-basi.
“Pulang terlambat itu kebiasaanku,” jawab Jiho. Aku hanya
melempar senyum padanya, tak tau bagaimana aku harus menanggapinya.
Jiho kemudian menghampiriku. Ia berdiri di sampingku. Jiho,
ia seorang siswa yang kelasnya berseberangan denganku. Bergaul dengan orang seperti
Minsoo, sehingga sifatnya tak jauh beda. Datang ke sekolah ketika jam pertama
akan dimulai, dan pulang terlambat. Hanya itu yang ku tau dari dirinya.
“Kenapa melamun?” Jiho bertanya lagi.
“Aku tidak melamun.”
“Lalu apa?” aku menoleh sebentar padanya, lalu kembali
memandang lapangan sekolah. Ia tak pernah bersikap seperti ini padaku. Mungkin
karena kelas sedang sepi, ia baru bisa berbicara dengan nyaman denganku.
Lagipula, tumben sekali mengajakku berbicara seperti ini.
“Hanya.. memikirkan sesuatu.”
“Itu namanya melamun.”
Aku pun tertawa pelan. Mungkin karena pikiranku sedang kacau,
aku tak sempat memikirkan ulang apa yang ku ucapkan. “Ya, kau benar.”
“Memikirkan apa?”
Aku terdiam. Aku tak harus mengatakan apapun. Jiho bukanlah
orang yang dekat denganku. Tidak harus mengungkapkan apa yang aku pikirkan
sekarang.
“Kau kelihatan kesepian,” Jiho terus menatapku. Aku bisa
menyadari hal itu meskipun aku tak membalas tatapannya.
“Kau tidak seharusnya kesepian..”
Jantungku seakan berhenti berdegup sejenak. Apa maksudnya
berkata seperti itu?
Aku menoleh ke wajahnya. Wajahnya terlihat begitu dekat. Mata
Jiho menatapku begitu fokus. Terus seperti itu. Aku mengalihkan pandangan
mataku darinya. Kenapa sekarang jadi bertatapan seperti ini dengannya. Tapi
Jiho meraih daguku, membuat wajahku kembali menghadapnya.
“Apa.. apa yang..”
Jiho mendorong bahuku hingga jatuh dan menjuruskanku pada
dinding. Dengan cepat ia mengecup bibirku. Kecupan yang begitu terburu-buru.
Apa-apaan ini? Jiho menciumku?!
Jiho melepaskan kecupannya. Nafasnya yang terengah begitu
dekat denganku. Aku dapat merasakan itu. Matanya masih memandang lurus ke
arahku. Jantungku berdebar tak karuan mendapat perlakuan tak terduga darinya.
“Apa maksudmu? Huh?”
Jahat sekali ia melakukan itu padaku. Aku mengangkat
tanganku. Bersiap untuk menampar pipinya. Tetapi Jiho menghentikannya. Ia
menggenggam tanganku. Kemudian jari-jarinya mengelus lembut bahu dan leherku.
“Ryuri-ya.. Maukah kau menjadi kekasihku?” pinta Jiho
tiba-tiba. Aku membelalakkan mataku tak percaya.
“Kau gila! Kau tau aku…”
“Aku tau itu. Tapi kau mau, kan? Jadilah kekasihku..” sergah
Jiho. Ia lalu mengecup bibirku sekali lagi dengan lebih lembut.
“Yang harus kau lakukan hanya tidak mengungkap pada
siapapun.”
Otakku tak bisa berpikir lancar. Jiho benar-benar membuatku seperti
hilang kesadaran. Ciumannya barusan seperti menguasai diriku. Aku mencoba membuat
diriku tak terpengaruh. Tapi gagal. Aku seakan sudah begitu terperangkap.
“Ne, geurae..”
=Officially Boyfriend=
Meskipun awalnya menyenangkan, bermain dengan hati tetap
bukanlah hal yang baik..
“Ryu-ya!” Ryu menoleh pada asal suara itu. Bang Yongguk.
“Kau mau pulang?” tanya Yongguk ramah.
“Ya. Pulang bersamaku ya?” pinta Ryuri.
Yongguk menghela nafas pelan, “Aku baru mau bilang padamu,
aku ada jam tambahan hari ini. Jadi aku tak bisa menemanimu pulang.”
Tubuh Ryuri lemas mendadak. Pikirnya, Yongguk bisa pulang
bersamanya hari ini. Ryuri seharusnya bisa mengerti bagaimana menjadi kelas 3.
Kelas dimana kau harus sibuk dengan tumpukan buku tebal dan hari-hari penuh
belajar untuk menghadapi ujian. Memang bukan salah Yongguk juga.
“Apa tidak bisa ditunda?” tanya Ryuri asal. Ia tak perlu
menanyakan itu pun ia sudah tau jawabannya.
Pertanyaan itu hanya sengaja diungkapkannya.
“Kau tau Eomma-ku. Aku melakukan ini untuknya.”
Ryuri menghela nafas, “baiklah.”
“Maafkan aku. Aku benar-benar menyesal,” Yongguk merundukkan
tubuhnya, mendekatkan kepalanya sehingga dapat melihat wajah Ryuri lebih jelas.
Ia dapat melihat kekecewaan di wajah gadis itu.
“Tidak apa-apa.”
“Tak mungkin tidak apa-apa. Aku janji besok akan pulang
denganmu sekalipun Eomma melarangku,” ucap Yongguk.
“Tidak perlu berjan..”
“Aku berjanji,” Yongguk mengacungkan jari kelingkingnya.
Ryuri tersenyum padanya.. “Baik. Janji.”
Ryuri menautkan jari kelingkingnya ke jari Yongguk, pertanda
janji. Janji harus ditepati. Ryuri tenang, Yongguk masih ada di sampingnya.
“Baik-baiklah tanpaku,” Yongguk mengusap rambut Ryuri pelan.
Membuatnya lebih tenang sekarang.
Setelahnya, Yongguk berjalan pergi meninggalkan Ryuri. Ryuri
memperhatikan punggung Yongguk yang semakin menjauh. Tapi kata-kata terakhir
Yongguk tadi terasa janggal di hatinya. Ada sesuatu yang terasa menusuk..
“Jadi begitu.”
Ryu berbalik ke belakang, lalu terkejut. Kepalanya terantuk
tubuh yang jenjang itu. Jiho ada tepat di hadapannya sekarang.
“Yaa! Neo!” seru Ryuri pada Jiho. “Mau apa kau? Datang
tiba-tiba dan berdiri di balik punggungku seperti hantu.”
“Itu yang membuatmu sedih?” Jiho menjuruskan pandangannya
pada Yongguk yang sudah berjalan menjauh. Ia mengacungkan jari telunjuknya ke
dahi Ryuri kemudian mendorongnya sehingga wajah Ryuri mengadah padanya. “Orang
seperti itu tak usah dipikirkan. Kau kan bisa pulang denganku.”
Ryu melepaskan jari telunjuk
Jiho dari kepalanya. “Apa-apaan sih..”
“Jangan cemberut. Nanti jelek,” kata Jiho.
“Memang sudah jelek. Kenapa? Masbunte gitu? Masalah buat
ente? Ish..” Ryuri menatap kesal pada Jiho. Jiho memandang wajah Ryuri yang
cemberut. Kemudian ia memegang dagu Ryuri dan mengarahkan ke wajahnya. Membuat
mata mereka saling menatap.
“Siapa bilang? Cantik kok,” kata Jiho sambil tersenyum. Ryuri
menundukkan wajahnya. Seakan tak sanggup menatap namja di depannya.
“Kita harus bicara.”
“Kita sedang bicara,” sahut Jiho.
“Bicara yang serius!” seru Ryuri. Jiho kembali berdiri tegap.
“Baiklah.”
Mereka pergi ke atas atap. Ke tempat dimana siapapun tak
melihat mereka. Ryuri menuju ke tepi, lalu jemarinya meraih jaring-jaring
pengaman (?). Ia melempar pandangan ke angkasa yang terbentang luas.
“Jiho-ya..” panggil Ryuri.
“Tak ada siapapun di sini. Kenapa tidak panggil aku Oppa?”
tanya Jiho.
“Aku tidak suka. Tidak mau juga,” jawab Ryuri.
“Kenapa..”
“Kita putus saja,” ucap Ryuri. Kalimat singkat itu mampu
membuat suasana hening sejenak. Tiada kata yang keluar dari bibir mereka, tubuh
mereka pun hampir tak bergerak. Bahkan hembusan angin yang bertiup hangat
seakan terdengar begitu jelas.
“Apa?”
Ryuri meyakinkan dirinya, dan kini ia dapat menatap tajam
mata Jiho. “Aku mau kita putus..”
“Apa kau tidak serius berhubungan denganku? Apa Yongguk lebih
penting..”
“Sejak awal kita memang tidak benar-benar serius!” tegas
Ryuri. Jiho hanya bisa diam. Memang benar seperti itu.
“Kenapa kau memutuskanku? Kau lebih memilih berhubungan
dengan Yongguk?” tanya Jiho lembut. Berusaha menahan emosinya sehingga tak
meluap.
Ryuri mengangguk. “Ya..”
“Kenapa kau tidak putuskan saja dia?!”
“Tidak bisa!” sergah Ryuri cepat. “Kau tau dia peserta ujian.
Bagaimana nantinya jika aku memutuskannya tiba-tiba? Kecuali jika ia tak
menyukaiku lagi..”
Ryuri menunduk. Menatap kedua ujung sepatunya. Menyembunyikan
wajahnya di balik rambutnya yang tergerai halus. Membuat Jiho tak dapat melihat
wajah itu.
Jiho menyisir rambut Ryuri dengan jemarinya. Lalu
disampirkannya rambut Ryuri di balik telinga sehingga wajah Ryuri terlihat.
Wajah yang sedih.
“Kenapa kau terlihat sedih?” tanya Jiho. Jiho berdiri di
balik punggung Ryuri kemudian memeluknya dari belakang.
“Jangan terlalu banyak bersedih,” Jiho meletakkan dagunya di
bahu Ryuri, “kan ada aku di sini.”
Ryuri melepas tangan Jiho yang melingkar di tubuhnya, kemudian
berbalik menghadap Jiho. “Kenapa kau selalu menggodaku seperti itu?!” seru
Ryuri tak terima.
“Tidak.. bukan aku,” Jiho kembali mendekati Ryuri. Kini Ryuri
bersandar di jaring-jaring tersebut.
“Tapi kau yang menggodaku,” wajah Jiho tepat berada di depan
wajah Ryuri. Hidung Jiho bersentuhan lebih dulu dengan hidung Ryuri.
“Dasar idung bagol! (?),” ucap Ryuri.
Jiho tertawa kecil, “sebenarnya ini agak menggangguku.”
“Menghalangiku untuk mencium bibirmu..”
Ryuri mendengus. Jiho mulai lagi. Mungkin memang sifatnya
seperti ini atau sengaja menggodanya terus, entahlah. Ia hanya bisa tersenyum
geli. Wanita manapun bisa gila jika diperlakukan terus seperti ini.
“Woo Jiho-ssi, aku tidak suka bermain-main begini.”
“Kau tidak suka karena tidak pernah. Ya kan?” tanya Jiho.
Sebenarnya Jiho punya kecerdasan jauh di dalam otaknya yang –kemungkinan–
isinya kotor. Kecerdasan membalas perkataan orang lain.
“Ku pikir kali ini aku tidak akan kalah darimu,” kata Ryuri.
“Maaf, Nona. Tapi dugaanmu salah,” kata Jiho.
“Aku benar-benar tak ingin melakukan ini.”
“Sekali saja denganku,” pinta Jiho.
“Mengapa kau begitu ingin?” tanya Ryuri.
“Aku sudah bilang, karena kau begitu menggodaku.”
Ryuri menyolek (?) hidung Jiho yang besar, “Pria mesum.”
“Sebut aku apa saja sesuka hatimu,”
“Oppa..”
“Panggilan baik.”
“Tapi aku harus memanggilmu seperti itu diam-diam.”
“Bukan masalah bagiku.”
Jiho mencoba mencium bibir Ryuri. Namun Ryuri menoleh ke
samping, menghindari Jiho. Jiho kemudia mencium pipi Ryuri.
Ryuri merasa dibodohi oleh lelaki itu. Entah apa yang
membuatnya begitu terhipnotis dan menurut apa yang dikatakan Jiho. Mungkin ia
terlanjur jatuh cinta pada satu ciuman yang dilakukannya itu.
=Officially Boyfriend=
“Baik-baiklah tanpaku…”
Ryuri hanya mengekor pada Jiho. Jiho masuk ke dalam rumahnya.
Orangtuanya sedang tak ada di rumah, makanya Jiho mengajak Ryuri mampir ke
sana.
Ryuri hanya celingukan saat masuk ke dalam rumah Jiho yang
cukup besar itu. Ia belum pernah masuk ke dalam rumah seorang lelaki
sebelumnya. Pernah, tapi tidak seperti ini. Ia hanya sendiri. Tak ada orang
pula di rumah. Mereka hanya berdua.
“Kau duduk saja dulu di sana,” Jiho menunjuk ke arah sofa.
Ryuri mengangguk
“Aku akan buatkan minum. Kau mau minum apa?” tanya Jiho.
“Aku mau Strawberry Float. Pake bubble juga yak.”
“Lu pikir rumah gua warung-_-.”
*okeh ini skip saja..*
Ryuri menunggu di sofa. Bosan, otaknya pun berpikir jahil. Ia
bangkit dari duduknya dan melihat-lihat ke seisi rumah. Tidak sopan memang.
Tapi berhubung Jiho tak sopan padanya, tidak apa jika ia tak sopan juga.
Ryuri menemukan sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka.
Ruangan itu nampak disinari penerangan yang cukup. Karena rasa penasaran, Ryuri
pun nekat masuk ke dalam ruang itu.
Awalnya tidak ada yang menarik sebelum ia menyadari apa yang
terdapat disana. Ryuri membelalakkan matanya. Seperti apa Jiho sebenarnya? Apa
dia menyembunyikan sesuatu? Apa Jiho menderita.. kelainan?
To be continued..
Maaf ga kira-kira bikin , jadi panjang.. -o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar