Laman

Senin, 17 Februari 2014

FF: Do You Love Me? [Part 1]



Title : Do You Love Me?
Genre : Romance, Married Life
Length : x shoot
Rate : PG-17
Cast :
Kim Jang Li as Kim Jang Li
EXO Tao as Huang Zi Tao
EXO Chanyeol as Park Chan Yeol

Note : This Fan Fiction pure mine. Ah, long time no write, very missed to do it again :)
RCL for my pleasure, please :)

===================================================================

"Apa kau mencintaiku? Apa kau mencintaiku seperti aku mencintaimu, sayang?"

- Do You Love Me, 2NE1

Jam 07.05, Jangli baru terbangun dari tidurnya. Biasanya ia selalu bangun lebih pagi dari ini, sekedar untuk membuat teh hangat atau sekaligus menyiapkan sarapan. Tapi tidak pagi ini. Entah mungkin karena dia terlalu pulas atau apa, yang jelas kepalanya menjadi terasa berat dari biasanya.

Jangli menolehkan kepalanya, memandang seseorang yang kini berada di sampingnya. Matanya masih terpejam, dan tangan kirinya masih melingkari Jangli, seakan-akan wanita itu adalah guling pribadinya. Jangli masih belum berubah dari posisinya. Takut nanti akan membangunkan lelaki disampingnya. Jadi ia memutuskan untuk belum beranjak, dan menatap langit-langit kamar. Mengingat tentang apa yang sudah dilakukannya. Tentang perbuatan konyolnya.

Semalam, ia tidur dengan Park Chanyeol. Orang di sampingnya ini.

Tak lama kemudian Chanyeol menggeliat, menunjukkan bahwa dirinya sebentar lagi akan bangun. Kemudian ia membuka matanya. Ia lalu tersenyum, menyadari bahwa wanita itu masih ada di sisinya sampai saat ini.

"Joheun achim," sapanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Ne, joheun achim," balas Jangli sambil tersenyum, meskipun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

"Bagaimana tidurmu?" Tanya Chanyeol.

"Terlampau nyenyak," jawab Jangli asal tanggap. Membuat Chanyeol tertawa kecil.

"Bagus kan?" Chanyeol meyakinkan.

"Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik," ucap Jangli, mewakili rasa menyesal di hatinya.

"Kau kenapa?" Chanyeol mulai merasakan ketidaknyamanan wanita itu.

"Hanya menyesal," jawab Jangli jujur. Chanyeol tau apa yang dimaksudkannya. Kemudian ia memeluk lagi wanita itu mencium rambutnya.

"Semua sudah terjadi, tak usah disesali. Sampai sekarang, tak terjadi apa-apa, kan?" Ucap Chanyeol, berusaha menenangkan Jangli. "Semua akan baik-baik saja."

Jangli menyentuh bahu Chanyeol, membuat lelaki itu mempererat pelukannya. Jangli sungguh merasa aman ketika berada di dalamnya. Berada di dekapan Chanyeol.

"Aku mencintaimu," ucap Chanyeol. Jangli menarik nafas dalam-dalam, lalu menghelanya perlahan.

Apa yang harus kukatakan padamu, Chanyeol-ssi?

"Oh, Chanyeol. Aku harus pulang."

Chanyeol mengendus nafas. Bagaimanapun cara menghiburnya, Jangli tak bisa lebih baik. Ia tak mampu menghapuskan rasa bersalah Jangli.

"Baiklah, aku antar."

"Tidak perlu."

"Tidak apa-apa. Tidak akan sampai depan apartemenmu," tawar Chanyeol. Kemudian Jangli mengiyakannya.
*****

Jangli membuka pintu kamar apartemennya. Melongok masuk ke dalam. Sepi. Dan berantakan. Ia baru saja sampai di rumahnya setelah di antar Chanyeol. Dua hari kemarin, ia mengikuti seminar yang diadakan kantornya dan baru pulang hari ini. Sebenarnya tidak benar-benar hari ini, ia menginap dulu di rumah Chanyeol semalam.

Jangli melihat sepatu hitam dengan ukuran besar di rak sepatu. Tao sudah pulang, gumamnya.

Kemudian ia melongokkan kepalanya ke dalam kamar tidur. Sesosok pria dengan tubuh jenjangnya masih terbaring di atas ranjang. Jangli mendekatkan dirinya menatap pria itu lebih dekat. Ia masih mengenakan baju kantornya. Nampaknya, ia langsung tertidur sepulang kerja, tanpa mengganti baju atau membersihkan dirinya. Ingin rasanya Jangli menceburkannya ke dalam bak mandi sesegera mungkin.

Tapi biarkan saja ia beristirahat seperti ini dulu, tidur lebih lama lagi. Jangli bisa mengerti bagaimana lelaki ini harus meneruskan perjuangan ayahnya mengelola perusahaan. Tao adalah laki-laki satu-satunya dalam keluarganya. Mau tak mau, hanya dialah harapan agar perusahaan ayahnya tetap hidup.

Jangli menarik selimut, menyelimuti tubuh Tao, berusaha membuatnya sedikit lebih hangat. Karena bukan tak mungkin pagi di Korea lebih dingin dibandingkan kota asal kelahirannya, Qingdao, China.

Ia lalu menuju dapur. Menyalakan kompor, memasak air lalu menyeduh teh. Jangli membawa nampan berisi teko teh hangat ke ruang tengah. Belum sampai Jangli ke ruang tengah, Tao sudah ada di sana. Kemudian menyalakan televisi. Acara yang ditontonnya, acara kartun di Minggu Pagi, Spongebob Squarepants.

"Kau sudah bangun?" tanya Jangli sambil meletakkan nampan tersebut di atas meja.

“Hmm,” jawab Tao. Sesingkat itu. “Kau baru pulang?”

Jangli duduk di samping Tao. “Yah.”

“Bukankah seharusnya kau sudah sampai sejak kemarin?” tanya Tao lagi.

“Ya, ada sedikit penundaan jadi aku baru sampai tadi pagi.”

“Penundaan?”

“Ya, mobil yang kami tumpangi mogok.”

“Oh, ara,” kata Tao singkat. Tanpa tanya macam-macam, tanpa ada kecurigaan.

Jangli mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Bohong. Jangli bohong lagi. Sudah berapa kali ia melakukan ini.

"Yeobo.." belum sempat Jangli meneruskan kalimatnya, ponsel Tao berdering. Ada panggilan masuk. Kemudian Tao menjawab panggilan tersebut. Jangli jadi menghentikan niatnya berbicara.

"Yeoboseyo? Ya.." Tao kemudian beranjak dari duduknya, menuju ke jendela. Entah apa, yang jelas ia menjauhi Jangli. Mungkin takut pembicaraan pribadinya akan terdengar. Jangli menghembuskan nafas berat. Bukankah tidak apa-apa jika seorang istri mengetahui apa yang dikerjakan suaminya?

Ya, begitulah Tao. Dulu dia tak seperti ini. Semenjak perusahaan ayahnya jatuh ke tangannya, sikapnya jadi seperti itu. Sibuk. Tak punya banyak waktu luang. Bahkan mungkin tak peduli dengan apa yang dilakukan Jangli selama dia tak ada. Begitulah apa yang dikatakan Chanyeol.

Park Chanyeol. Orang yang berhasil membuat Jangli nyaman didekatnya. Orang yang selama ini ada ketika Jangli sendiri. Orang yang bersedia menjadi bahu ketika Jangli menangis. Orang yang berusaha masuk perlahan, mengisi kekosongan dalam hati Jangli.

Jangli menatap punggung Tao. Lelaki itu tampak serius berbicara sambil menghadap ke jendela. Samar-samar pembicarannya dapat terdengar Jangli. Kalimat standar pengusaha, “ya”, “baik”, “baiklah”. Terbukti bahwa Tao tidak melakukan hal macam-macam. Lelaki yang baik.

Sayangnya, laki-laki itu tak sepantasnya mendapatkan wanita buruk seperti dirinya. Menyia-nyiakan kebaikan dari orang semacam Tao. Tak tau terima kasih. Wanita nakal. Wanita jahat.

Kemudian ponsel Jangli bergetar. Ada pesan masuk. Jangli membaca nama yang tertera di ponselnya. Jangli sudah bisa menebak. Chanyeol-ssi.

Jangli membuka pesan tersebut.

"Kau sudah sampai rumah?"

Kemudian ia membalas, "sudah."

Chanyeol membalas lagi,

"Baguslah. Tao juga di sana?"

"Ya, dia sudah pulang."

Jangli baru akan menekan tombol kirim, tapi kemudian ia melanjutkan kalimatnya. “Kemungkinan akan pergi lagi.”

"Benarkah? Kabari aku jika itu benar, ok?"

Jangli mendesah membaca pesan itu. Ia tak tau harus membalas apa, jadi ia memutuskan mendiamkannya saja. Tao sudah selesai dengan teleponnya lalu ia segera menghampiri Jangli. Menyeruput teh hangat di hadapannya.

"Aku harus pergi," kata Tao. Nah, benar saja kan.

"Kemana?"

"Ada pertemuan mendadak."

"Benar-benar harus pergi?"

Tao terdiam. Kemudian ia menatap kedua mata Jangli. Dulu sorot mata itu terlihat berbinar, selalu saja membuat hatinya tenang. Tapi sekarang bukanlah dulu. Ia tau betapa wanita itu menginginkan sesuatu darinya. Menginginkan dirinya.

"Aku tidak akan lama," ucap Tao. Ia kemudian merangkul tubuh Jangli, mengecup keningnya.

"Tidak apa-apa kan?" tanyanya, Jangli lalu mengangguk. Tao tersenyum kemudian mengusap rambut istrinya.

"Aku tau kau akan baik-baik saja."

Tao kemudian beranjak. Menyegerakan dirinya mandi, bersiap-siap untuk pergi. Ia menatap ponselnya. Berulang membaca pesan terakhir yang dikirim Chanyeol. Dengan bodohnya, ia mengetik sesuatu.

“Aku benar. Dia pergi.”

Kemudian terkirim.

Tak lama untuk menunggu balasan. Malah terlalu cepat. Entah mungkin karena terlalu bersemangat.

"Mari bersenang-senang lagi!^_^"

Jangli menghela nafas. Ia menutup pesan tersebut dan memandangi layar ponselnya. Dua orang pasangan bahagia menghiasi wallpaper ponselnya. Foto itu sempat diprotes Chanyeol, dan ia meminta Jangli untuk mengubahnya. Tapi Jangli menolak, dan sampai sekarang foto itu yang masih terpasang.

Jangli menggumam, sampai kapan ia akan memasang foto itu? Maksudnya, apakah Tao tidak punya waktu untuk berfoto bersama lagi?

Atau mungkin memang tidak bisa bersama?

Entahlah. Keadaan jiwanya seketika menjadi buruk mengingat hal-hal tersebut. Jangli kembali mengecek pesan Chanyeol dan membalasnya.

“Baiklah~! Jadi, apa rencana kita? >.<”

Jangli tertawa dalam hati. Emoticon palsu.

"Tentu saja aku akan baik-baik saja, Huang Zi Tao.. Kau tidak tau.."

*****
Sehabis pertemuan, Tao disibukkan dengan berkas-berkas yang masih harus ditandatangani. Kantung matanya sudah tebal, menandakan matanya sudah cukup lelah. Namun, apa boleh buat, memperhatikan kantung mata hanyalah alasan konyol untuk menghindari pekerjaannya.

Suntuk, Tao merogoh saku blazer-nya. Kosong. Ia tak menemukan benda yang dicarinya. Ia menghela nafas kesal, ponselnya tertinggal di apartemen. Ia mengangkat gagang telepon kantornya, mencoba memanggil ponselnya. Siapa tau Jangli mengangkatnya.


Ah, tidak perlu. Tao menutup teleponnya. Lebih baik ia pulang ke apartemen, mengambil sendiri ponselnya.

To be continued...

*****

Gimana? kkkkkkk xD

1 komentar:

  1. Anyeong saya author baru!! Bagus ffnya.. saya sangat suka..
    Kunjungi juga blog saya ya.. exoandonedirection.blogspot.com

    BalasHapus