Title
: Do You Love Me?
Genre
: Romance, Married Life
Length
: x shoot
Rate
: PG-17
Cast
:
Kim
Jang Li as Kim Jang Li
EXO
Tao as Huang Zi Tao
EXO
Chanyeol as Park Chan Yeol
Note
: This Fan Fiction pure mine. Ah, long time no write, very missed to do it
again :)
RCL
for my pleasure, please :)
===================================================================
"Apa kau mencintaiku? Apa kau mencintaiku seperti aku mencintaimu, sayang?"
- Do You Love Me, 2NE1
"Apa kau mencintaiku? Apa kau mencintaiku seperti aku mencintaimu, sayang?"
- Do You Love Me, 2NE1
Jam
07.05, Jangli baru terbangun dari tidurnya. Biasanya ia selalu bangun lebih
pagi dari ini, sekedar untuk membuat teh hangat atau sekaligus menyiapkan
sarapan. Tapi tidak pagi ini. Entah mungkin karena dia terlalu pulas atau apa,
yang jelas kepalanya menjadi terasa berat dari biasanya.
Jangli
menolehkan kepalanya, memandang seseorang yang kini berada di sampingnya.
Matanya masih terpejam, dan tangan kirinya masih melingkari Jangli, seakan-akan
wanita itu adalah guling pribadinya. Jangli masih belum berubah dari posisinya.
Takut nanti akan membangunkan lelaki disampingnya. Jadi ia memutuskan untuk
belum beranjak, dan menatap langit-langit kamar. Mengingat tentang apa yang
sudah dilakukannya. Tentang perbuatan konyolnya.
Semalam,
ia tidur dengan Park Chanyeol. Orang di sampingnya ini.
Tak
lama kemudian Chanyeol menggeliat, menunjukkan bahwa dirinya sebentar lagi akan
bangun. Kemudian ia membuka matanya. Ia lalu tersenyum, menyadari bahwa wanita
itu masih ada di sisinya sampai saat ini.
"Joheun achim," sapanya dengan suara
serak khas orang bangun tidur.
"Ne, joheun achim," balas Jangli
sambil tersenyum, meskipun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Bagaimana
tidurmu?" Tanya Chanyeol.
"Terlampau
nyenyak," jawab Jangli asal tanggap. Membuat Chanyeol tertawa kecil.
"Bagus
kan?" Chanyeol meyakinkan.
"Sesuatu
yang berlebihan itu tidak baik," ucap Jangli, mewakili rasa menyesal di
hatinya.
"Kau
kenapa?" Chanyeol mulai merasakan ketidaknyamanan wanita itu.
"Hanya
menyesal," jawab Jangli jujur. Chanyeol tau apa yang dimaksudkannya. Kemudian
ia memeluk lagi wanita itu mencium rambutnya.
"Semua
sudah terjadi, tak usah disesali. Sampai sekarang, tak terjadi apa-apa,
kan?" Ucap Chanyeol, berusaha menenangkan Jangli. "Semua akan
baik-baik saja."
Jangli
menyentuh bahu Chanyeol, membuat lelaki itu mempererat pelukannya. Jangli sungguh
merasa aman ketika berada di dalamnya. Berada di dekapan Chanyeol.
"Aku
mencintaimu," ucap Chanyeol. Jangli menarik nafas dalam-dalam, lalu
menghelanya perlahan.
Apa yang harus kukatakan padamu, Chanyeol-ssi?
"Oh,
Chanyeol. Aku harus pulang."
Chanyeol
mengendus nafas. Bagaimanapun cara menghiburnya, Jangli tak bisa lebih baik. Ia
tak mampu menghapuskan rasa bersalah Jangli.
"Baiklah,
aku antar."
"Tidak
perlu."
"Tidak
apa-apa. Tidak akan sampai depan apartemenmu," tawar Chanyeol. Kemudian
Jangli mengiyakannya.
*****
Jangli
membuka pintu kamar apartemennya. Melongok masuk ke dalam. Sepi. Dan
berantakan. Ia baru saja sampai di rumahnya setelah di antar Chanyeol. Dua hari
kemarin, ia mengikuti seminar yang diadakan kantornya dan baru pulang hari ini.
Sebenarnya tidak benar-benar hari ini, ia menginap dulu di rumah Chanyeol
semalam.
Jangli
melihat sepatu hitam dengan ukuran besar di rak sepatu. Tao sudah pulang, gumamnya.
Kemudian
ia melongokkan kepalanya ke dalam kamar tidur. Sesosok pria dengan tubuh
jenjangnya masih terbaring di atas ranjang. Jangli mendekatkan dirinya menatap
pria itu lebih dekat. Ia masih mengenakan baju kantornya. Nampaknya, ia
langsung tertidur sepulang kerja, tanpa mengganti baju atau membersihkan
dirinya. Ingin rasanya Jangli menceburkannya ke dalam bak mandi sesegera
mungkin.
Tapi
biarkan saja ia beristirahat seperti ini dulu, tidur lebih lama lagi. Jangli
bisa mengerti bagaimana lelaki ini harus meneruskan perjuangan ayahnya
mengelola perusahaan. Tao adalah laki-laki satu-satunya dalam keluarganya. Mau
tak mau, hanya dialah harapan agar perusahaan ayahnya tetap hidup.
Jangli
menarik selimut, menyelimuti tubuh Tao, berusaha membuatnya sedikit lebih
hangat. Karena bukan tak mungkin pagi di Korea lebih dingin dibandingkan kota
asal kelahirannya, Qingdao, China.
Ia
lalu menuju dapur. Menyalakan kompor, memasak air lalu menyeduh teh. Jangli
membawa nampan berisi teko teh hangat ke ruang tengah. Belum sampai Jangli ke
ruang tengah, Tao sudah ada di sana. Kemudian menyalakan televisi. Acara yang
ditontonnya, acara kartun di Minggu Pagi, Spongebob Squarepants.
"Kau
sudah bangun?" tanya Jangli sambil meletakkan nampan tersebut di atas
meja.
“Hmm,” jawab
Tao. Sesingkat itu. “Kau baru pulang?”
Jangli duduk
di samping Tao. “Yah.”
“Bukankah
seharusnya kau sudah sampai sejak kemarin?” tanya Tao lagi.
“Ya, ada
sedikit penundaan jadi aku baru sampai tadi pagi.”
“Penundaan?”
“Ya, mobil
yang kami tumpangi mogok.”
“Oh, ara,” kata Tao singkat. Tanpa tanya
macam-macam, tanpa ada kecurigaan.
Jangli
mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Bohong. Jangli bohong lagi. Sudah berapa
kali ia melakukan ini.
"Yeobo.." belum sempat Jangli
meneruskan kalimatnya, ponsel Tao berdering. Ada panggilan masuk. Kemudian Tao
menjawab panggilan tersebut. Jangli jadi menghentikan niatnya berbicara.
"Yeoboseyo? Ya.." Tao kemudian
beranjak dari duduknya, menuju ke jendela. Entah apa, yang jelas ia menjauhi
Jangli. Mungkin takut pembicaraan pribadinya akan terdengar. Jangli
menghembuskan nafas berat. Bukankah tidak apa-apa jika seorang istri mengetahui
apa yang dikerjakan suaminya?
Ya,
begitulah Tao. Dulu dia tak seperti ini. Semenjak perusahaan ayahnya jatuh ke
tangannya, sikapnya jadi seperti itu. Sibuk. Tak punya banyak waktu luang.
Bahkan mungkin tak peduli dengan apa yang dilakukan Jangli selama dia tak ada.
Begitulah apa yang dikatakan Chanyeol.
Park
Chanyeol. Orang yang berhasil membuat Jangli nyaman didekatnya. Orang yang
selama ini ada ketika Jangli sendiri. Orang yang bersedia menjadi bahu ketika
Jangli menangis. Orang yang berusaha masuk perlahan, mengisi kekosongan dalam
hati Jangli.
Jangli
menatap punggung Tao. Lelaki itu tampak serius berbicara sambil menghadap ke
jendela. Samar-samar pembicarannya dapat terdengar Jangli. Kalimat standar pengusaha,
“ya”, “baik”, “baiklah”. Terbukti bahwa Tao tidak melakukan hal macam-macam.
Lelaki yang baik.
Sayangnya,
laki-laki itu tak sepantasnya mendapatkan wanita buruk seperti dirinya.
Menyia-nyiakan kebaikan dari orang semacam Tao. Tak tau terima kasih. Wanita
nakal. Wanita jahat.
Kemudian
ponsel Jangli bergetar. Ada pesan masuk. Jangli membaca nama yang tertera di
ponselnya. Jangli sudah bisa menebak. Chanyeol-ssi.
Jangli
membuka pesan tersebut.
"Kau sudah sampai rumah?"
Kemudian
ia membalas, "sudah."
Chanyeol
membalas lagi,
"Baguslah. Tao juga di sana?"
"Ya, dia sudah pulang."
Jangli
baru akan menekan tombol kirim, tapi kemudian ia melanjutkan kalimatnya. “Kemungkinan akan pergi lagi.”
"Benarkah? Kabari aku jika itu benar, ok?"
Jangli
mendesah membaca pesan itu. Ia tak tau harus membalas apa, jadi ia memutuskan
mendiamkannya saja. Tao sudah selesai dengan teleponnya lalu ia segera
menghampiri Jangli. Menyeruput teh hangat di hadapannya.
"Aku
harus pergi," kata Tao. Nah, benar saja kan.
"Kemana?"
"Ada
pertemuan mendadak."
"Benar-benar
harus pergi?"
Tao
terdiam. Kemudian ia menatap kedua mata Jangli. Dulu sorot mata itu terlihat
berbinar, selalu saja membuat hatinya tenang. Tapi sekarang bukanlah dulu. Ia
tau betapa wanita itu menginginkan sesuatu darinya. Menginginkan dirinya.
"Aku
tidak akan lama," ucap Tao. Ia kemudian merangkul tubuh Jangli, mengecup
keningnya.
"Tidak
apa-apa kan?" tanyanya, Jangli lalu mengangguk. Tao tersenyum kemudian
mengusap rambut istrinya.
"Aku
tau kau akan baik-baik saja."
Tao
kemudian beranjak. Menyegerakan dirinya mandi, bersiap-siap untuk pergi. Ia
menatap ponselnya. Berulang membaca pesan terakhir yang dikirim Chanyeol.
Dengan bodohnya, ia mengetik sesuatu.
“Aku benar. Dia pergi.”
Kemudian
terkirim.
Tak
lama untuk menunggu balasan. Malah terlalu cepat. Entah mungkin karena terlalu
bersemangat.
"Mari bersenang-senang lagi!^_^"
Jangli
menghela nafas. Ia menutup pesan tersebut dan memandangi layar ponselnya. Dua
orang pasangan bahagia menghiasi wallpaper ponselnya. Foto itu sempat diprotes
Chanyeol, dan ia meminta Jangli untuk mengubahnya. Tapi Jangli menolak, dan
sampai sekarang foto itu yang masih terpasang.
Jangli
menggumam, sampai kapan ia akan memasang foto itu? Maksudnya, apakah Tao tidak
punya waktu untuk berfoto bersama lagi?
Atau
mungkin memang tidak bisa bersama?
Entahlah.
Keadaan jiwanya seketika menjadi buruk mengingat hal-hal tersebut. Jangli
kembali mengecek pesan Chanyeol dan membalasnya.
“Baiklah~! Jadi, apa rencana kita? >.<”
Jangli
tertawa dalam hati. Emoticon palsu.
"Tentu
saja aku akan baik-baik saja, Huang Zi Tao.. Kau tidak tau.."
*****
Sehabis
pertemuan, Tao disibukkan dengan berkas-berkas yang masih harus ditandatangani.
Kantung matanya sudah tebal, menandakan matanya sudah cukup lelah. Namun, apa
boleh buat, memperhatikan kantung mata hanyalah alasan konyol untuk menghindari
pekerjaannya.
Suntuk, Tao
merogoh saku blazer-nya. Kosong. Ia
tak menemukan benda yang dicarinya. Ia menghela nafas kesal, ponselnya tertinggal
di apartemen. Ia mengangkat gagang telepon kantornya, mencoba memanggil
ponselnya. Siapa tau Jangli mengangkatnya.
Ah, tidak
perlu. Tao menutup teleponnya. Lebih baik ia pulang ke apartemen, mengambil
sendiri ponselnya.
To be continued...
*****
Anyeong saya author baru!! Bagus ffnya.. saya sangat suka..
BalasHapusKunjungi juga blog saya ya.. exoandonedirection.blogspot.com