Laman

Sabtu, 15 Maret 2014

FF: Do You Love Me? [Part 2]



Title : Do You Love Me?
Genre : Romance, Married Life
Length : x shoot
Rate : PG-17
Cast :
Kim Jang Li as Kim Jang Li
EXO Tao as Huang Zi Tao
EXO Chanyeol as Park Chan Yeol

Note : This Fan Fiction originally mine. RCL for my pleasure, please~ Thank you and Happy reading :)

===================================================================

“Aku sayang kamu. Jadi bagaimana bisa aku melihatmu terluka?”

Sebuah mobil sedan berwarna hitam parkir sembarangan di pinggir jalan. Pemiliknya, seorang pria muda, bersandar diri di pintu mobilnya. Tak sabar menunggu seseorang yang penting baginya.

"HA!!" Seru seorang wanita. Wanita itu baru saja mencoba mengejutkan Chanyeol dengan menepuk bahunya dan berteriak seperti tadi. Chanyeol sudah mengetahui sifat Jangli yang masih suka main-main, meski sudah menikah sekalipun. Chanyeol hanya terkekeh menghadapi wanita itu. Jangli cemberut.

"Kau tidak terkejut," ucapnya kecewa.

Chanyeol tertawa, "aku sudah tau."

"Harusnya kau pura-pura terkejut saja," protes Jangli. Chanyeol menepuk kepala Jangli pelan.

"Apa kau benar-benar sudah kepala dua?" Tanya Chanyeol.

Jangli tersenyum, "apa aku terlihat lebih muda?"

"Hmm, tidak juga," canda Chanyeol.

"Yaa!" seru Jangli. Kemudian mereka tertawa. "Jadi, kita mau kemana?"

"Kemana saja yang kita mau."

*****

Hening. Paling tidak, ada suara tv menyala, atau suara sumbang Jangli yang sedang bernyanyi sambil mengenakan earphone. Tao mencoba memastikan hal itu. Menelusuri setiap ruang. Hasilnya nihil. Tidak ada siapa pun dirumah.

Tao menemukan ponselnya tergeletak di meja. Sehabis menelepon, ia memang meninggalkannya di sana. Ia mengecek ponselnya, takut ada panggilan penting. Untungnya tidak ada, tidak ada masalah.

Lalu kemana Jangli?

Mungkin ia keluar sebentar, mungkin ke supermarket atau semacamnya, pikir Tao. Pemuda itu mencoba berpikir positif saja. Kemudian ia sesegera mungkin kembali ke kantornya.

Tao melintasi jalan raya dengan mobilnya. Perlahan namun pasti, sambil sesekali menoleh ke kaca jendela.

Tunggu.

Ia mengenali sosok itu. Seorang wanita di sudut jalan. Ia mengenali betul. Struktur pakaiannya. Postur tubuhnya. Wajahnya.

Tao menghentikan laju mobilnya. Memperhatikan wanita itu dengan seksama, memastikan bahwa itu hanyalah kebetulan belaka. Tidak, bukan kebetulan. Itu Jangli. Benar. Tapi... dengan siapa?

*****

Beberapa jam terakhir dihabiskan mereka berdua, jalan-jalan mengelilingi Myeongdong meski tak membeli banyak hal. Hanya dihabiskan untuk berfoto-foto ria, karena tak ada hal yang lebih murah meriah dari itu. Setidaknya mereka sempat makan siang bersama. Juga menemani Jangli berbelanja ke supermarket sebentar. Dan akhirnya mereka sampai pada saat ini, menikmati sunset di tepi sungai Han. Kedua pasangan muda itu duduk di atas bagasi mobil, saling bersandar. Keduanya menggenggam segelas coklat panas sambil sesekali disesap. Saat-saat yang sempurna untuk dilewati bersama dengan ‘kekasih’.

Jangli menyesap lagi coklat panasnya yang kian menghangat, kemudian ia menengadahkan kepalanya kepada seorang bertubuh tinggi besar disampingnya. Sinar matahari yang semakin samar menerpa wajah Chanyeol, menciptakan siluet yang indah.

Chanyeol menyadari sikap itu, lalu ia menoleh, membalas tatapan Jangli. Menatap kedua mata bulat kesepian itu, “kenapa? apa aku terlalu tampan?”

Raut wajah Jangli berubah mengerut, “aish, memangnya kau siapa?”

"Park~ Chanyeol!" ucap Chanyeol dengan nada yang dibuat terkesan imut, meski gagal.

Jangli tertawa, "apa-apaan kau ini.."

Jangli mengatur nafas, menstabilkannya ke semula. "Chanyeol-ssi."

"Ya?"

"Apa kau menyukaiku?" tanya Jangli.

"Yap. Neomu joha (sangat suka)."

"Kenapa?"

Chanyeol diam, tampak berpikir sejenak. "Karena kau wanita yang banyak makan. Lalu kau makan seperti bayi. Kadang terburu-buru, kadang lama sekali, lalu berantakan."

Jangli mengernyitkan dahi, "huh? Jawaban macam apa itu."

"Heheh, memang benar kan?" goda Chanyeol lagi. Tatapan Jangli lurus ke depan. Agak kesal, tapi Chanyeol memang benar.

"Tidak, tidak. Aku suka kau karena kau manis sekali," ucap Chanyeol. Laki-laki itu mulai lagi.

Jangli hampir terbiasa dengan rayuan itu. Chanyeol memujinya seakan Jangli seberharga itu. Membuat dirinya seakan berarti di mata orang lain. Meskipun hatinya selalu memberi peringatan, tapi siapa wanita yang bisa menolak pujian seperti itu?

"Yeol-ssi.." panggil Jangli lembut.

"Hmm?" Chanyeol menyesap kopi hangatnya.

"Terima kasih."

"Ya, sama-sama," ucapnya sambil tersenyum lebar. Kemudian senyumnya redup dan menoleh, "untuk apa?"

"Menemaniku selama ini," ucap Jangli.

Chanyeol diam. Memandangi wajah Jangli yang sedang tersenyum. Entah apa maksud senyum itu. Chanyeol tau wanita itu. Ia bukannya ingin bersenang-senang tanpa sebab dengan Chanyeol. Tapi sekedar untuk mengobati luka di hati Jangli. Meskipun terlihat tegar, ia tidak seperti itu. Ia butuh lelaki di sampingnya.

Jangli hanya kesepian. Chanyeol tau. Betapa Jangi ingin direngkuh. Betapa Jangli merindukan seseorang yang kapanpun bisa memeluknya. Betapa Chanyeol ingin menjadi satu satunya orang itu.

Chanyeol lalu memeluk Jangli erat seperti takut kehilangan wanita itu. Dan ia benar-benar takut.

"Jangli-ya.." panggil Chanyeol. "Aku akan selalu ada untukmu."

Jangli terkejut, "Yeol.."

"Kapanpun kau membutuhkanku. Aku bersedia untukmu. Kau paham?"

Jangli tak mengerti, sikap Chanyeol mendadak serius seperti ini. Jantung Jangli berdetak tak karuan menghadapi situasi begini. Ia menarik nafas, menghirup aroma tubuh Chanyeol yang hangat. Rasanya tenang berada di samping pria ini. Ia lalu membalas pelukan itu.

"Seumur hidupku aku akan berterima kasih untuk itu," ucap Jangli.

Chanyeol menyentuh dagu Jangli, menengadahkan wajahnya. Membuat kedua mata mereka bertemu.

"Aku mencintaimu.." ungkap Chanyeol.

"Aku.."

Cinta? Jangli, hentikan permainan bodoh ini!

"Aku harus pulang. Maafkan aku.."

*****

Jangli melangkah masuk dengan santainya, mengetahui keadaan ruangnya masih sepi seperti biasanya. Jangli meletakkan sepatunya di rak. Sepatu putih mungilnya bersanding dengan sepatu hitan mengkilap. Ia baru tersadar akan hal ini. Oh gawat, Tao sudah pulang.

Oke, tenang, tarik nafas, lalu keluarkan. Tak akan ada hal buruk yang terjadi. Semuanya akan baik-baik saja.

Sekantung plastik yang tidak cukup besar dipeganginya erat-erat. Berisi bahan makanan yang tadi dibelinya di supermarket. Beruntung Chanyeol mengajaknya kesana, sehingga Jangli bisa memutar otak, mencari-cari alas an penyebabnya keluar apartemen.

Jangli memasuki ruang apartemennya, mencari sosok Tao berada. Kemudian terdengar suara samar dari arah dapur. Jangli menghampiri asal suara itu. Tao, dan teleponnya.

"Tenang saja, aku akan menyelesaikannya besok. Hari ini aku benar-benar tidak bisa. Ya, ya, kau tak perlu khawatir.."

Kemudian mata mereka bertemu. "Ya, sampai nanti." Tao menutup teleponnya.

Jangli baru saja akan mengembangkan senyumnya, menyambut suaminya itu. Namun Tao berbalik lebih dulu sebelum senyuman itu terwujud.

Tao menuju lemari es nya dan mengambil sebotol air, lalu meminumnya.

"Sudah pulang kau rupanya," Jangli tetap berusaha bersikap seperti biasa.

Tao acuh. Ia menutup pintu kulkas dan kemudian berjalan begitu saja di samping Jangli. Tanpa senyuman, lebih lebih sapaan. Jangli mengikuti arah pandangnya pada Tao. Ada apa dengan lelaki itu?

"Yeobo, kau sudah makan?" tanya Jangli. Mungkin Tao terlalu lelah untuk menghiraukan dirinya.

Tao diam beberapa saat. Kemudian ia bergumam tanpa tatap muka, "hmm."

"Mau kubuatkan teh hangat?" tawar Jangli. Tidak ada balasan.

Jangli mengernyitkan dahinya. Menyadari sikap Tao yang tak seperti biasanya. Berubah menjengkelkan tanpa sebab.

Jangli menghampiri Tao yang sibuk dengan ponselnya. Mungkin lebih terlihat seperti 'pura-pura sibuk'. Lalu ia bertanya, "kau kenapa?"

Tao diam saja. Ia meletakkan ponselnya di buffet, lalu pergi meninggalkan Jangli seakan Jangli seperti angin lalu. Apa-apaan sikapnya itu, Jangli cukup geram dibuatnya.

"Yeobo, jawab aku kau kenapa?" Jangli mencoba memegang bahu Tao, menghadapkan ke arahnya. Namun Tao menghindari sentuhan apapun Jangli. Dengan kasar.

"Aku kenapa? Kau yang kenapa," ucap Tao.

Wanita itu semakin tak mengerti. "Apa maksudmu? Apa kau lelah? Kau sakit?"

"Aku sehat."

"Ayolah, ceritakan padaku, apa yang terjadi? Ada masalah apa denganmu?"

"Bukan aku." Tao menatap Jangli intens. "Bukan aku masalahnya. Tapi kau."

"Aku? Yeobo.." sebelum kalimatnya selesai, Tao sudah menghindar. Jangli mengikuti langkah itu, mendahului Tao di hadapannya. "Jelaskan padaku. Apa yang salah denganku?"

"Kau.. Kau dari mana saja?"

Deg. Detak jantung Jangli seakan berhenti sesaat. Tenang, Jangli... Tenang…

"Dari supermarket, kenapa kau tanyakan itu?"

"Sejak kapan?"

"Sejak pukul 12pm. Kenapa.."

"Dengan siapa?"

Matilah. Habis sudah. Jangli menelan ludah pahit.

"Dengan siapa? Kau tidak mau jawab aku?"

"Aku pergi sendiri."

Bohong. Jangli gemetar. Tangannya mengepal keras.

Tao terus menatap Jangli. Tak ada yang bicara. Jangli tak berani angkat bicara, sampai Tao yang bicara.

"Ke supermarket. Dari jam 12 siang. Sendirian. Dan kau baru pulang dini hari. Apa saja yang kau lakukan?"

Tao memerasnya. Apa Tao sudah tau semuanya? Jangli panik, dirinya benar-benar kacau.

"Yeobo.."

"Jangan panggil aku seperti itu."

"Kau.."

"Jawab aku!"

Buntu. Jangli tak bisa jawab apa-apa.

Tiba-tiba Tao meraih tangan Jangli yang sedari tadi berusaha disembunyikan. Tangannya gemetar hebat.

Tatapan tajam Tao mulai surut. Sikapnya malah melemah. Sekarang kedua bola mata itu mulai berkaca-kaca.

"Aku tidak pernah menyangka, Jangli. Wanita sepertimu mencoba membohongiku."

Oh Tuhan, ini benar-benar kacau. Bohong katanya. Tao merasa dibohongi. Apa Tao sudah tau semua? Darimana ia tau? Lalu bagaimana menanyakan ini semua? Rasa ingintahu berkecamuk dalam pikiran Jangli.

"Bagaimana bisa kau bilang aku membohongimu?"

"Cukup! Jangan berlagak bodoh!" suara Tao meninggi, mengisi penuh keheningan ruang. "Aku sudah tau.."

Air mata itu. Sudah mulai menggenang di pelupuk mata Tao. Sebisa mungkin lelaki itu menahannya agar tidak jatuh. Tao berbalik, membelakangi Jangli. Entahlah, mungkin air mata itu sudah menetes, atau bahkan mengalir. Jangli tak tau. Yang jelas ia tau betul betapa Tao berusaha menutupi tangisannya itu. Ia tau betul betapa lelaki itu memiliki perasaan yang lembut dibalik wajah kasar dan dinginnya. Ia tau, seharusnya ia selalu mengingat itu. Sehingga ia tak perlu menyakitinya seperti ini.

Jangli menangis begitu saja. Ia tak pernah tau jadinya akan seperti ini. Bodoh, semua sudah terlambat. Semua dramanya sudah berakhir. Bahkan terlalu berat meski hanya untuk mengucap kata maaf.

Jangan marah padaku, Tao. Kumohon..



To be continued...

========================================================================

Argh! Aku ga punya ide gimana meng-cut cerita ini, jadi sampai di sini aja hehehe xD. Jadi, apa siapa yang akan Jangli pilih? Chanyeol atau Tao? Lalu bagaimana perasaan Chanyeol? Bagaimana perasaan Jangli? Bagaimana perasaan Tao? Bagaimana perasaan author? Bagaimana perasaan Jokowi? *lohsalah*

Author juga manusia yah, jadi mohon maap lahir batin (?) :'D

1 komentar: