Laman

Sabtu, 06 Desember 2014

[FICLET] When Autumn Comes (가을에)


This happen because I miss someone, and then listening to Roy Kim's When Autumn Comes bring me to this fairytale, haha. Nah, happy reading.

========================================================================

© Aisyia Zahra, Nov 2014

Backsound active : 로이킴 (Roy Kim) - 가을에 (When Autumn Comes)

My dream is very small, it’s just to sit with you. - Roy Kim

Ini seperti perjalanan pada masa lalu. Angin berembus, menunjukkan kehadirannya berdasarkan suara ranting pohon yang saling bercengkrama, menciptakan instrumen alam yang tak lagi asing. Udara semakin dingin mencapai penghujung November. Meski begitu, matahari masih bertoleransi untuk memancarkan kehangatannya. Rasanya sudah sejak lama sekali aku tak melakukan kegiatan seperti ini –berjalan santai di antara barisan pohon yang tengah meranggas.

Ada kalanya aku butuh saat seperti ini, dimana aku mendedikasikan waktu untukku sendiri. Dimana aku mengakui bahwa kebahagiaan terasa sangat sederhana; mendapati sekelilingku seakan tersenyum, dan semua yang akan terjadi baik-baik saja.
Aku menghentikan langkahku. Menyadari bahwa kini keajaiban sedang menguasaiku. Irasionalnya, seorang Peri Pelindung berada di sekitar sini, mengabulkan satu keinginan yang tersimpan dalam pikiran terdalamku, dalam hati kecilku. Mengundang nyata sebuah nama yang masih melekat erat dalam ingatanku.

Aku dalam mimpi. Oh bukan, Tuhan telah mewujudkannya.

Ia berdiri di sana, beberapa depa dariku. Aku mengenal betul pemilik postur tinggi tegap dengan wajah kemerahan itu. Penampilannya masih sama, hanya saja ia terlihat lebih segar dari sebelumnya. Mungkin dia hidup bahagia tahun belakangan ini.  Atau mungkin aku saja yang terlalu merindukannya?

Dia melangkah maju, seiring denganku. Kini aku memandang wajahnya dekat. Untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir, aku menatap kedua mata itu lagi. Juga memandangi setiap inchi wajahnya, meneliti apakah ini benar-benar dia yang itu. Karena bahkan sampai saat ini aku masih tidak percaya. Detik ini, aku menatap kedua bola mata itu lagi. Warnanya masih sama; tenang, sendu. Pemuda itu mengedipkan matanya perlahan, kemudian tersenyum ramah. Menyadarkan lamunanku dan memintaku berhenti menerka lagi. Memberikan kesimpulan dengan jelas, 'ini aku'.

"Hara.." Dia memanggil. Suara berat khasnya terdengar seperti alunan musik jazz yang dimainkan secara live. Bereaksi langsung ke dalam aliran darahku menjadi lebih cepat, menginstruksikan jantungku untuk bekerja lebih sigap, berdesir hangat dalam dadaku, perutku, tubuhku.

"Eden." Begitu aku memanggilnya. Namanya Jaedyn, Jaedyn Carlos. Aku memanggilnya Eden karena dia lebih terlihat sebagai bagian dari surga duniaku. Sebagai anugerah yang Tuhan ciptakan untuk mengisi hidupku.
Senyumnya melebar ketika namanya ku panggil. Kemudian ia memperhatikanku sekilas. Dengan dahi mengernyit, ia berkata, "kau.. Kau terlihat lebih tinggi."

Aku tertawa. Eden terkekeh melihatku. Untuk perwujudan rasa bahagia yang meluap-luap dalam diriku. Aku terlalu bahagia sampai tak cukup jika hanya tersenyum, maka aku tertawa. Tinggi kami memang memiliki perbedaan cukup jauh. Eden memiliki tubuh dengan standar seorang model yang sangat baik, sedangkan aku memiliki tubuh berukuran benar-benar standar. Ya, standar dalam artian sebenarnya. Maka jika kami berjalan berdampinngan, kami lebih terlihat seperti seorang kakak yang menjemput adiknya. Namun Eden tak pernah mempermasalahkan itu, ia berjalan denganku tanpa merasa canggung, terlihat sebagaimana ia berjalan. Ia tak mengindahkan pandangan orang lain. Eden sungguh luar biasa.

Tawaku berhenti. Aku memandanginya, makhluk yang sangat aku rindukan. Ada sebuah permintaan yang mengganjal di hatiku. Aku sungguh ingin memeluknya. Mencicipi sedikit aroma tubuhnya. Ah! Sial. Apa yang ku pikirkan? Aku tak bisa melakukannya. Hanya tak bisa.

"I've missed you."

Pada akhirnya hanya sebaris kata yang terucap. Eden tersenyum, seakan memahami yang bahkan tak bisa ku pahami saat ini. Ia melebarkan tangannya, mempersembahkan sambutan 'selamat berjumpa kembali' tanpa ku minta.

Aku memeluknya. Eden membalas pelukanku tanpa ragu. Tanganku melingkari lehernya. Layaknya anak usia 5 tahun yang mendapatkan boneka beruang baru, aku tak mau melepaskannya. Aku tak mau kehilangannya untuk yang kedua kalinya.

Menetaplah, Eden. Aku sungguh merindukanmu.

The End?
========================================================================

Note :
Tadinya saya ingin menjadikan ini FF berchapter panjang. Tapi berhubung tugas-tugas dan ujian udah pada ngantri, ditambah saya bingung ngelanjutin alur ceritanya kaya gimana, saya men-delay niatan itu hehe.
Dan berdasarkan penulisan ini, saya menimpulkan bahwa "diksi itu susah" kawan. Diksi di cerita ini juga masih amburadul, sedih dah, wkwkw.
Yang jelas saya mau nulis aja sekadar iseng. Makasih yang beneran buka link ini terus baca sampe cuap-cuap dari saya, kamu udah merelakan waktu kamu yang berharga baca tulisan ginian. You're such an angel :') kkkkkkk

Oh ya, by the way, this is Jaedyn Carlos. He's mine, kkkk :p


1 komentar: