Laman

Sabtu, 26 Januari 2013

FF: You Belong With Him [Part 1]


Title : You Belong With Him
Genre : Romance
Lenght : 5 shoot
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
B1A4 Jin Young as Jung Jin Young
B.A.P Dae Hyun as Jung Dae Hyun

===============================

 
Ryuri’s POV (Point Of View)…
            “Kau sudah dengar belum?” tanya JangLi.
            “Dengar apa?” tanyaku yang masih sibuk menyeruput susu strawberry-ku.
“Siswa SMA Sangdan kemarin menyerang sekolah kita. Dan banyak siswa sekolah kita menjadi korban!” kata JangLi dengan serius.
“Oh.” Aku hanya menanggapinya asal.
“Ih, masa kau hanya bilang ‘Oh’ saja?” JangLi merenggut.
“Memangnya kenapa? Aku kan tidak ada masalah dengan mereka. Kenapa aku harus ikut campur?” aku balik bertanya pada JangLi.
“Yah, paling tidak kan mereka teman kita.” Kata JangLi lalu meneguk susu cokelatnya.
+++++
Aku melangkah di antara pohon-pohon yang rindang di sepanjang jalan. Tumben sekali jalan ini sepi. Rasanya sunyi sekali. Tapi aku terbiasa pulang sendiri seperti ini. Arah rumahku memang berbeda dengan teman-temanku.
Chamkanman. Rasanya ada sesuatu yang aneh. Aku mendengar suara derap kaki yang berlarian. Semakin lama semakin dekat. Aku  memandang ke segala arah. Mencari sesuatu yang menimbulkan suara itu.
“SANGDAN, NEON BABO GATCHI!” Tiba-tiba segerombol namja di depanku berlari ke arahku. Mereka tampak membawa senjata tajam. Aku membalikan tubuhku berusaha menghindari mereka. Tapi seseorang telah menabrakku dari belakang dan membuatku terjatuh. Aku melihatnya. Seragamnya sama seperti seragam sekolahku. Inikah yang dimaksud JangLi? Siswa SMA Sangdan menyerang sekolah kami? Dan sekarang siswa sekolahku balas menyerang?
Mereka berlarian dan saling meninju satu sama lain. Di antara mereka bahkan menginjak-injak diriku. Oh, Tuhan, aku terjebak di antara perkelahian ini. *ibaratnya kalo di Indo tawuran -_-*
“Kajja ppalli! Kau akan celaka!” seseorang memegang bahuku. Ia lalu menggenggam tanganku dan menariknya. Aku segera berdiri. Namja itu berlari bersamaku menerobos kerumunan.
Namja itu mengajakku ke suatu tempat yang sepi. Tak terlalu jauh dari tempat perkelahian berlangsung. Aku masih dapat menyaksikan mereka dari sini.
“Gwaenchanha?” tanya namja itu masih dengan nafas yang tak beraturan. Aku menoleh padanya. Omo, apa aku diselamatkan malaikat?
“Ah, ne. Gwaenchanha. Gamsahamnida.” Ucapku. Jika dilihat dari seragamnya, namja ini satu sekolah denganku. Aku rasa dia sunbae-ku.
“Apa dia tak ingin berhenti?” tanya namja itu sambil memandangi kerumunan.
“Dia? Nuguyo?” tanyaku tak mengerti.
“Ehm, mereka. Mengapa gemar sekali membuat masalah?” kata namja itu geram.
“Ne, nado molla. Eum, Sunbae, mengapa kau ada di sini?” tanyaku padanya.
“Ah, aku hanya kebetulan lewat sini. Dan kau? Mengapa berjalan sendirian di sekitar sini?” Sunbae-ku itu bertanya padaku.
“Aku memang pulang lewat sini. Tak biasanya siswa Sangdan menyerang di sekitar sini.” Ucapku.
“Eo. Citra Sangdan sekarang sangat buruk. Dulu, mereka tak seperti itu. Ah ne, Jung Jin Young imnida. Neoneun?” Sambungnya lagi. *bahasa gue ngasal :p*
“Naneun…” belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Jin Young memegang kepalaku dan memeluknya. Aku tertegun dan melihat ke arah Jin Young. Ia menaruh jari telunjiknya di bibirnya. Memberi isyarat padaku untuk diam. Aku hanya menurut. Tak lama kemudian, ia membiarkanku menjauhkan diriku darinya.
“Mworago?” tanyaku.
“Siswa Sangdan masih mengincar siswa Konkuk. Kita harus lebih berhati-hati.” Ucap Jin Young.
“Hhh, eottohkhae? Aku ingin pulang.” Keluhku.
“Kau mau ke halte kan? Akan ku antar. Kajja.” Kata Jin Young. Ia menarik tanganku dan mengajakku melewati sebuah jalan pintas yang cukup aman dari perkelahian siswa SMA Sangdan.
“Hajiman.. Mm.. Gamsahamnida, Sunbae.”
+++++
Jin Young’s POV…
            Aku pulang setelah mengantar yeoja tak dikenal tadi. Sesampainya di rumah, ku buka pintu rumahku dengan perlahan. Ku pandangi seluruh isi rumah. Sepi. Eomma dan Appa belum pulang. Termasuk namdongsaeng-ku satu-satunya. Aku tak mengerti apa yang ada di pikirannya. Jung Dae Hyun, siswa SMA Sangdan, orang yang menjadi salah satu faktor penyebab perkelahian antar SMA yang sebelumnya belum pernah terjadi di kota-ku. Bagaimana bisa aku punya namdongsaeng seperti dia..
            Daehyun, sejak kecil ia tak pernah bersikap baik padaku. Ia tak jarang berkata kasar padaku, bahkan pada orangtua kami. Mungkin karena Appa sering memarahinya, memperlakukannya dengan keras, sehingga sikapnya juga menjadi keras.
            Aku pergi mandi untuk menghilangkan segala pikiran kacau yang ada di otakku. *boleh ngintip? :p #jederrr* Setelah selesai, aku keluar kamar mandi dan mendapatkan Daehyun yang baru saja pulang. Wajahnya penuh dengan luka. Ada satu yang membuatku heran. Mesk ia terluka separah apapun, ia tak pernah kalah.
            “Yaa, kau berkelahi lagi, huh?” tanyaku pada Daehyun. Ia menghiraukanku dan terus berjalan menuju kamarnya.
            “Yaa! Daehyun-ah! Tak bisakah kau berhenti membuat masalah?” tanyaku dengan suara meninggi. Daehyun menoleh padaku.
            “Wae? Memangnya mengapa jika aku membuat masalah? Membuat masalah atau tidak, Appa dan Eomma juga tetap tak akan menyukaiku!!” bentaknya dengan keras. Ia lalu masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintunya. Aku hanya dapat menghela nafas.
Next Day..
Ryuri’s POV..
            “Annyeonghi gaseyo.”
            “Annyeonghi gaseyo, Seonsaengnim.” Seluruh siswa mengepak buku dan alat tulis mereka, bersiap-siap untuk pulang. Begitupun juga dengan diriku.
            “Ah, ne. Jangan lupa piket!” kata Merlina-Seonsaengnim (?) sebelum keluar kelas. Omo! Aku piket hari ini. Menyebalkan, mengapa guru ini selalu rajin mengingatkan muridnya untuk piket. Membuat mood-ku yang baik karena akan pulang sekolah menjadi buruk karena harus membersihkan kelas ini terlebih dahulu. Aku melihat sekelilingku. Biasanya Miyoung dan JangLi piket bersamaku. Oh ya, JangLi tadi pulang lebih awal karena perutnya sakit. Miyoung tidak masuk sekolah sejak pagi. Apa aku harus membersihkan kelas ini sendirian?
            “Yaa! Kalian juga piket kan?” seruku pada namja-namja yang sedang bersiap-siap untuk pulang.
            “Piket? Tidak, terima kasih.” Kata Jokwon padaku. Ia dan segerombol temannya berjalan pulang. *maap ye minjem nama lagi bang :p*
            “Yaa! Yaa! Kalian akan ku laporkan pada Merlina-Seonsaengnim!” ancamku pada mereka.
            “Laporkan saja.” Kata mereka cuek. Aku merenggut kesal. Ku tendang mejaku untuk melampiaskan rasa kesalku.
“Sabar.” Kata Eunhwa. Eunhwa belum pulang.
“Eunhwa-ya, kau mau kan membantuku piket..” pintaku pada Eunhwa.
“Aku tak bisa. Aku..”
“Jebal..” ucapku dengan tampang aegyo.
“Geurae.” Kata Eunhwa. Yes! Paling tidak ada satu orang yang membantuku.
“Eunhwa-ya.. Ayo, pulang..” kata seseorang dari balik pintu. Aku mengenal suara orang ini. Jung Yonghwa, pasti akan menjemput Eunhwa.
“Ne, hajiman Ryu..”
“Ppalli!” Yonghwa menarik tangan Eunhwa dan menyeretnya pergi. Eunhwa menoleh padaku merasa bersalah. Belum sempat ia berkata apa-apa, Yonghwa sudah mengajaknya berlalu dari hadapanku. Aku geram, Yonghwa mengambil harapanku satu-satunya. Dasar, Yonghwa!!
Apa lebih baik aku pulang saja?
            “Choi Ryuri.. kau mau kabur, huh?” tiba-tiba bayangan Merlina-Seonsaengnim menghantuiku. Ah aniya. Itu menyeramkan. Dia bisa menghukumku. Tapi aku harus menerima kenyataan membersihkan kelas ini sendirian.
            Aku lalu bangkit dan menghela nafas. Mau tidak mau aku harus membersihkan kelas ini. Ku rapikan deretan kursi dan meja yang porak-poranda. (?) Aku mengambil sapu lalu menyapu kelasku yang penuh akan debu dan sampah. Heran, mengapa hanya siswa di kelasku yang jorok sekali sih. Sepertinya berbeda dibandingkan dengan kelas lain.
            “Yaa, kau belum pulang?” ucap seseorang dari seberang pintu kelasku. Aku menoleh padanya. Jung Jinyoung?
            “Sunbae..” ucapku. Jinyoung menghampiriku di ambang pintu. “Kau piket?” tanyanya.
            “Ah, ne.” ucapku sambil tersenyum. Senyum palsu.
            “Kenapa sendirian saja?” tanya Jinyoung.
            “Tidak ada yang membantuku. Mereka benar-benar jahat. Meninggalkanku piket sendirian.” Keluhku.
“Mau ku bantu?” tanya Jinyoung tiba-tiba. Mataku membulat. “Huh?”
“Akan ku bantu.” Kata Jinyoung seraya masuk ke dalam kelasku.
“Jinjja? Gamsahamnida! Jeongmal gamsahamnida, Sunbae!” aku berseru sambil membungkukan badanku. Jinyoung, dia bukan Sunbae bagiku, tapi dewa penyelamat.
Jinyoung mengambil sapu dan menyapu kelas dari belakang. Ia terlihat sangat mahir menyapu. Apa Jinyoung punya pekerjaan sampingan? Jadi tukang sapu jalanan? #plak *ditampol readers*
“Seingatku, aku belum tau siapa namamu.” Tanya Jinyoung tiba-tiba.
“Mwo? Aku? Oh iya, Choi ryuri imnida. Panggil aku Ryuri saja. Biasanya teman-temanku memanggilku Ryu. Malah terkadang ada juga yang memanggilku kebo. Jadi terserah Sunbae mau memanggiku apa.” Ucapku panjang lebar. Aduh, aku ini ngomong apa sih?
“Eo geurae. Ryu saja.” Kata Jinyoung. Aku mengangguk.
“Sunbae, kau sering menyapu?” tanyaku seraya membuang sampah ke tempat sampah. Jinyoung menggeleng.
“Aniya. Aku hanya menyapu jika disuruh. Kadang menyebalkan jika harus menyapu saat perasaanmu tidak baik.” Kata Jinyoung.
“Kau benar. Pekerjaan menjadi terasa lama sekali.” Ucapku setuju.
“Kau tau? Hanya dengan berpikir bahwa pekerjaan ini mudah dilakukan, pekerjaan itu akan mudah semudah kedengarannya.” Jelas Jinyoung.
“Mm?”
“Ini mudah. Kita hanya menyapu, mengepel, membersihkan papan tulis, mengelap kaca jendela, lalu selesai. Hanya itu kan?”
“’Hanya itu’ katamu?” tanyaku. Jinyoung tersenyum lebar. Aku hanya terkekeh lalu melanjutkan pekerjaanku. Setelah itu aku menghapus papan tulis.
“Aku akan mengambil air.” Kata Jinyoung.
“Untuk apa?” tanyaku.
“Untuk mandi.” Canda Jinyoung. Aku kembali tertawa. Andai saja jadwal piketku bersama Jinyoung. Piket tiap hari juga tak masalah. *ini mah authornya yang mau :p*
Tak lama, Jinyoung membawa seember air. Lalu ia mengambil pel.
“Sepertinya kau cocok menjadi bapak rumah tangga. (?)” candaku. Jinyoung menyeringai. Ia lalu mencipratkan air dari ember padaku. Apa-apaan ini? Aku balas mencipratkan air padanya.
“Sudah, hentikan.” Kata Jinyoung.
“Bukankah kau yang mulai?” kataku lalu kembali mencipratkan air padanya. Jinyoung bergantian membalasku. Bukannya mengepel lantai kami malah bermain air. Hahaha.
+++++
            Hufth... Akhirnya selesai. Kelasku sudah kinclong, bersih bersinar seperti Sunlight. (?) Jadi aku bergegas pulang. Bersama Jinyoung.
“Gamsahamnida, Sunbae. Tanpa Sunbae, bisa-bisa aku pingsan karena membersihkan kelas sendirian.” Ucapku. Jinyoung tertawa.
            “Gwaenchanha. Lagipula kau tak akan pingsan hanya karena piket sendirian.” Kata Jinyoung.
            “Ne.” ucapku. Aku menoleh pada Jinyoung. Pandangannya tampak memandang sesuatu.
            “Sunbae?”
            “Ah, aku harus pergi. Maaf kita tak bisa pulang bersama.” Ucap Jinyoung.
Jinyoung’s POV…
            “Ah, aku harus pergi. Maaf kita tak bisa pulang bersama.” Ucapku.
            “Geurae.” Kata Ryuri sambil mengangguk.
“Gwenchanha?”
“Gwaenchanha.” Kata Ryuri. Aku tersenyum padanya “Annyeong..”
“Annyeong..” balasnya seraya melambaikan tangan padaku. Aku berjalan pergi meninggalkannya. Aku memandang seseorang dari kejauhan. Seorang namja tampak menungguku sedari tadi. Aku menghampirinya. Mau apa dia?
“Kau lama sekali.” Kata Daehyun ketus. Rambutnya berwarna pirang sekarang. Apa dia mem-blonde rambutnya?
“Untuk apa kau ke sini?” tanyaku.
“Memangnya kenapa? Kau tak ingin aku tau kau punya pacar sekarang? Hebat. Ternyata kau bisa punya pacar juga. Aku pikir kau hanya sibuk bercinta dengan setumpuk buku pelajaran.”
Apa-apaan dia ini? Dia melihatku bersama Ryuri dan langsung mengambil kesimpulan bahwa kami berpacaran?
“Daehyun-a! Dia bukan..”
“Sudahlah. Berikan padaku.” Daehyun menarik tas yang tersampir di bahuku. Ia merebutnya dan menggeledah semua isi tas-ku. Kemudian ia mengambil sejumlah uang milikku.
“Yaa! Itu uangku!” seruku.
“Aku pinjam.” Kata Daehyun. Ia lalu mengembalikan tasku.
“Kenapa kau meminta uang dariku? Kenapa tidak meminta dari Appa?” tanyaku.
“Appa? Appa hanya memberi uang padamu. Tidak padaku.” Kata Daehyun. Ia lalu berjalan pergi. Aku menghela nafas dan hanya dapat mengalah. Aku tak bisa mencegahnya atau sifatnya akan semakin memburuk. Entah sampai kapan ia akan seperti itu. Sampai kapan hubungan kami akan membaik.
+++++
Ryuri’s POV…
“Kalian semua semakin baik. Terus seperti ini. Terima kasih. Sampai jumpa.” Kata Kim-Seonsaengnim sambil membungkukan badan pada kami semua. Kami semua ikut membungkuk tanda memberi hormat padanya. Kim-seonsaengnim. Guru Taekwondo kami.
Sudah cukup lama aku mengikuti olahraga ini. Taekwondo, olahraga bela diri asal Korea Selatan. Sejak awal aku tertarik dengan olahraga ini. Karena selain untuk membela diri dari kejahatan orang di sekitarku, aku sebagai warga negara yang baik harus turut melestarikan kebudayaan Korea agar tidak direbut bangsa lain. *yomann.. hidup choi ryuri!! xD*
Setelah selesai berlatih Taekkyeon, aku mengganti pakaianku dan bergegas pulang. Aku berjalan kaki menuju halte. Aku mendengar suara derap kaki. Sepertinya ada seseorang yang membuntutiku. Siapa? Aku menoleh ke belakang dengan posisi sigap.
Seorang namja tertatih-tatih berjalan mendekatiku. Wajahnya penuh luka. Aku tak mengenalnya. Aku rasa dia bukan ingin membuntutiku. Jadi lebih baik aku pergi saja.
“Chamkan…” kata namja itu. Ia bicara padaku? Aku menoleh padanya.
“Tolong aku..” ucap namja itu lagi. Aku tak ingin terjebak masalah, jadi sebaiknya aku mengabaikannya. Aku mempercepat langkahku.
“Jinyoung… Kau.. pacar Jinyoung..”
Langkahku terhenti. Aku tertegun mendengarnya. Jinyoung? Orang ini mengenal Jinyoung? Siapa namja ini sebenarnya?
Aku menghampirinya perlahan. aku memandanginya. Wajahnya lebam seperti habis dipukuli. Rambutnya di-blonde. Apa ini teman Jinyoung? Terlihat sekali bahwa Jinyoung bukan orang yang akan berteman dengan orang seperti ini. Tapi mengapa namja ini mengenal Jinyoung?
Aku memutuskan untuk menolong namja tersebut. Aku memegang bahunya. Membantunya berdiri dengan baik. Aku menuntunnya berjalan. Ia hanya bisa mengikuti langkahku.
+++++
Aku memandang sekeliling ruangan. Eomma belum pulang. Jangan sampai Eomma melihat ini. Ia tak akan mengizinkan orang asing masuk. Bahkan aku tak tau siapa manusia babak belur ini.
Namja itu duduk di atas kursi. Aku membersihkan lukanya lalu mengobatinya. *ecie* Orang ini seperti habis berkelahi. Kalau dilihat-lihat sepertinya ia seumuran denganku. Namja itu terus memandangiku. Aku balas memandanginya dengan heran.
“Kenapa kau memandangiku seperti itu?” tanyaku. Namja itu mengalihkan pandangannya. “Tidak apa-apa. Siapa namamu?”
“Naneun.. Yaa, bukankah seharusnya aku yang bertanya padamu. Siapa kau sebenarnya?”
“Aku? Kau tak perlu tau siapa aku.” Ucap namja itu.
“Mwo? Kalau begitu ya tidak usah tau siapa aku.” Ucapku kesal. Siapa sih dia? Tidak tau etika berbicara yang baik?
“Cih. Daehyun imnida. Nuguga?” tanya Daehyun. Daehyun, sepertinya nama itu tak asing.
“Nan? Choi Ryuri imnida. Apa kau teman Jinyoung-Sunbae? Mengapa kau memanggilku.. pacar Jinyoung?” tanyaku yang sedari tadi penasaran apa hubungan orang ini dengan Jinyoung.
“Jinyoung? Oh, aku hanya mengenalnya.” Kata Daehyun.
“Mwo? Apa maksudmu hanya mengenalnya? Apa Jinyoung mengenalmu?”
“Iya. Kau ribut sekali. Bagaimana bisa Jinyoung berpacaran dengan yeoja sepertimu. Sudahlah, sekarang sudah aman. Aku mau pulang.” Ucap Daehyun sambil beranjak dari kursi. Ia lalu melewatiku berjalan keluar rumah.
“Yaa! Kau! Kau kan sudah ku obati. Paling tidak kan kau berterima kasih padaku. Hufth, seharusnya aku tau orang seperti ini tidak tau berterima kasih.” Aku merengut kesal dan masuk ke dalam rumah.
“Yaa! Gomawoyo.” Kata Daehyun dari kejauhan. Aku menoleh padanya. Ia berjalan tanpa senyum sama sekali. Aku memandanginya dengan heran. Ia bilang ‘hanya’ mengenal Jinyoung dan menyebutku sebagai pacar Jinyoung. Saat kutanya hubungannya dengan Jinyoung, ia tak mau menjawab. Ada sesuatu yang aneh dari orang itu. Entah apa.
+++++
Jinyoung’s POV…
            Aku membalik-balik buku pelajaranku. Membacanya sedikit demi sedikit meski melelahkan. Aku harus tetap belajar untuk mempertahankan prestasiku.
            Tiba-tiba Daehyun masuk ke dalam kamarku. Aku menoleh padanya. Wajahnya terluka, aku tau meskipun sudah tertutup dengan plester. Dia berkelahi lagi. Tanpa berbasa-basi padaku ia langsung membaringkan tubuhnya di kasurku.
“Daehyun-a, sampai kapan kau akan seperti ini?” tanyaku sambil memandangnya yang hampir tertidur.
“Seperti apa?” Daehyun malah balik bertanya.
“Seperti sekarang. Kau liar.” Ucapku.
“Bukankah dari dulu aku sudah seperti ini?” kata Daehyun dengan mata yang kian tertutup.
“Paling tidak kau punya keinginan untuk berubah.” Kataku. Daehyun diam saja. Ia tak membalasku lagi. Ia sudah tertidur.
“Yaa.. Tidurlah di kamarmu sana!” seruku.
“Kamarku tidak lebih bagus dari kamarmu.”
“Sama saja. Hanya saja kamarmu berantakan sampai-sampai kau tidak punya tempat untuk tidur.” Ucapku. Daehyun memeluk guling-ku lalu membalikan badannya. Aku menghembuskan nafasku lalu kembali pada buku-bukuku.
“Jinyoung..” Daehyun tiba-tiba saja memanggil namaku. Tidak bisakah ia lebih sopan sedikit memanggilku ‘Hyung’?
“Mwo?” ucapku tanpa menoleh.
“Pacarmu.. Choi Ryuri kan?”
Aku terpaku. Apa yang ia katakan tadi? Daehyun.. sejak kapan ia mengenal Ryuri?

To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar