Title : You Belong With Him
Genre : Romance
Lenght : 5 shoot
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
B1A4 Jin Young as Jung Jin Young
B.A.P Dae Hyun as Jung Dae Hyun
===============================
Ryuri’s POV (Point Of View)…
“Kau sudah dengar
belum?” tanya JangLi.
“Dengar apa?” tanyaku
yang masih sibuk menyeruput susu strawberry-ku.
“Siswa SMA Sangdan kemarin menyerang
sekolah kita. Dan banyak siswa sekolah kita menjadi korban!” kata JangLi dengan
serius.
“Oh.” Aku hanya menanggapinya asal.
“Ih, masa kau hanya bilang ‘Oh’
saja?” JangLi merenggut.
“Memangnya kenapa? Aku kan tidak ada
masalah dengan mereka. Kenapa aku harus ikut campur?” aku balik bertanya pada
JangLi.
“Yah, paling tidak kan mereka teman
kita.” Kata JangLi lalu meneguk susu cokelatnya.
+++++
Aku melangkah di antara pohon-pohon
yang rindang di sepanjang jalan. Tumben sekali jalan ini sepi. Rasanya sunyi
sekali. Tapi aku terbiasa pulang sendiri seperti ini. Arah rumahku memang
berbeda dengan teman-temanku.
Chamkanman. Rasanya ada sesuatu yang
aneh. Aku mendengar suara derap kaki yang berlarian. Semakin lama semakin
dekat. Aku memandang ke segala arah.
Mencari sesuatu yang menimbulkan suara itu.
“SANGDAN, NEON BABO GATCHI!” Tiba-tiba
segerombol namja di depanku berlari ke arahku. Mereka tampak membawa senjata
tajam. Aku membalikan tubuhku berusaha menghindari mereka. Tapi seseorang telah
menabrakku dari belakang dan membuatku terjatuh. Aku melihatnya. Seragamnya
sama seperti seragam sekolahku. Inikah yang dimaksud JangLi? Siswa SMA Sangdan
menyerang sekolah kami? Dan sekarang siswa sekolahku balas menyerang?
Mereka berlarian dan saling meninju
satu sama lain. Di antara mereka bahkan menginjak-injak diriku. Oh, Tuhan, aku
terjebak di antara perkelahian ini. *ibaratnya kalo di Indo tawuran -_-*
“Kajja ppalli! Kau akan celaka!” seseorang
memegang bahuku. Ia lalu menggenggam tanganku dan menariknya. Aku segera
berdiri. Namja itu berlari bersamaku menerobos kerumunan.
Namja itu mengajakku ke suatu tempat
yang sepi. Tak terlalu jauh dari tempat perkelahian berlangsung. Aku masih
dapat menyaksikan mereka dari sini.
“Gwaenchanha?” tanya namja itu masih
dengan nafas yang tak beraturan. Aku menoleh padanya. Omo, apa aku diselamatkan
malaikat?
“Ah, ne. Gwaenchanha. Gamsahamnida.”
Ucapku. Jika dilihat dari seragamnya, namja ini satu sekolah denganku. Aku rasa
dia sunbae-ku.
“Apa dia tak ingin berhenti?” tanya
namja itu sambil memandangi kerumunan.
“Dia? Nuguyo?” tanyaku tak mengerti.
“Ehm, mereka. Mengapa gemar sekali
membuat masalah?” kata namja itu geram.
“Ne, nado molla. Eum, Sunbae, mengapa
kau ada di sini?” tanyaku padanya.
“Ah, aku hanya kebetulan lewat sini.
Dan kau? Mengapa berjalan sendirian di sekitar sini?” Sunbae-ku itu bertanya
padaku.
“Aku memang pulang lewat sini. Tak
biasanya siswa Sangdan menyerang di sekitar sini.” Ucapku.
“Eo. Citra Sangdan sekarang sangat
buruk. Dulu, mereka tak seperti itu. Ah ne, Jung Jin Young imnida. Neoneun?”
Sambungnya lagi. *bahasa gue ngasal :p*
“Naneun…” belum sempat aku
menyelesaikan kalimatku, Jin Young memegang kepalaku dan memeluknya. Aku
tertegun dan melihat ke arah Jin Young. Ia menaruh jari telunjiknya di
bibirnya. Memberi isyarat padaku untuk diam. Aku hanya menurut. Tak lama
kemudian, ia membiarkanku menjauhkan diriku darinya.
“Mworago?” tanyaku.
“Siswa Sangdan masih mengincar siswa
Konkuk. Kita harus lebih berhati-hati.” Ucap Jin Young.
“Hhh, eottohkhae? Aku ingin pulang.”
Keluhku.
“Kau mau ke halte kan? Akan ku antar.
Kajja.” Kata Jin Young. Ia menarik tanganku dan mengajakku melewati sebuah
jalan pintas yang cukup aman dari perkelahian siswa SMA Sangdan.
“Hajiman.. Mm.. Gamsahamnida,
Sunbae.”
+++++
Jin Young’s POV…
Aku pulang setelah
mengantar yeoja tak dikenal tadi. Sesampainya di rumah, ku buka pintu rumahku
dengan perlahan. Ku pandangi seluruh isi rumah. Sepi. Eomma dan Appa belum
pulang. Termasuk namdongsaeng-ku satu-satunya. Aku tak mengerti apa yang ada di
pikirannya. Jung Dae Hyun, siswa SMA Sangdan, orang yang menjadi salah satu
faktor penyebab perkelahian antar SMA yang sebelumnya belum pernah terjadi di
kota-ku. Bagaimana bisa aku punya namdongsaeng seperti dia..
Daehyun, sejak kecil ia
tak pernah bersikap baik padaku. Ia tak jarang berkata kasar padaku, bahkan
pada orangtua kami. Mungkin karena Appa sering memarahinya, memperlakukannya
dengan keras, sehingga sikapnya juga menjadi keras.
Aku pergi mandi untuk
menghilangkan segala pikiran kacau yang ada di otakku. *boleh ngintip? :p
#jederrr* Setelah selesai, aku keluar kamar mandi dan mendapatkan Daehyun yang
baru saja pulang. Wajahnya penuh dengan luka. Ada satu yang membuatku heran.
Mesk ia terluka separah apapun, ia tak pernah kalah.
“Yaa, kau berkelahi
lagi, huh?” tanyaku pada Daehyun. Ia menghiraukanku dan terus berjalan menuju
kamarnya.
“Yaa! Daehyun-ah! Tak
bisakah kau berhenti membuat masalah?” tanyaku dengan suara meninggi. Daehyun
menoleh padaku.
“Wae? Memangnya mengapa
jika aku membuat masalah? Membuat masalah atau tidak, Appa dan Eomma juga tetap
tak akan menyukaiku!!” bentaknya dengan keras. Ia lalu masuk ke dalam kamarnya
dan membanting pintunya. Aku hanya dapat menghela nafas.
Next Day..
Ryuri’s POV..
“Annyeonghi gaseyo.”
“Annyeonghi gaseyo,
Seonsaengnim.” Seluruh siswa mengepak buku dan alat tulis mereka, bersiap-siap
untuk pulang. Begitupun juga dengan diriku.
“Ah, ne. Jangan lupa
piket!” kata Merlina-Seonsaengnim (?) sebelum keluar kelas. Omo! Aku piket hari
ini. Menyebalkan, mengapa guru ini selalu rajin mengingatkan muridnya untuk
piket. Membuat mood-ku yang baik karena akan pulang sekolah menjadi buruk
karena harus membersihkan kelas ini terlebih dahulu. Aku melihat sekelilingku.
Biasanya Miyoung dan JangLi piket bersamaku. Oh ya, JangLi tadi pulang lebih
awal karena perutnya sakit. Miyoung tidak masuk sekolah sejak pagi. Apa aku
harus membersihkan kelas ini sendirian?
“Yaa! Kalian juga piket
kan?” seruku pada namja-namja yang sedang bersiap-siap untuk pulang.
“Piket? Tidak, terima
kasih.” Kata Jokwon padaku. Ia dan segerombol temannya berjalan pulang. *maap
ye minjem nama lagi bang :p*
“Yaa! Yaa! Kalian akan
ku laporkan pada Merlina-Seonsaengnim!” ancamku pada mereka.
“Laporkan saja.” Kata
mereka cuek. Aku merenggut kesal. Ku tendang mejaku untuk melampiaskan rasa
kesalku.
“Sabar.” Kata Eunhwa. Eunhwa belum
pulang.
“Eunhwa-ya, kau mau kan membantuku
piket..” pintaku pada Eunhwa.
“Aku tak bisa. Aku..”
“Jebal..” ucapku dengan tampang
aegyo.
“Geurae.” Kata Eunhwa. Yes! Paling
tidak ada satu orang yang membantuku.
“Eunhwa-ya.. Ayo, pulang..” kata
seseorang dari balik pintu. Aku mengenal suara orang ini. Jung Yonghwa, pasti
akan menjemput Eunhwa.
“Ne, hajiman Ryu..”
“Ppalli!” Yonghwa menarik tangan
Eunhwa dan menyeretnya pergi. Eunhwa menoleh padaku merasa bersalah. Belum
sempat ia berkata apa-apa, Yonghwa sudah mengajaknya berlalu dari hadapanku.
Aku geram, Yonghwa mengambil harapanku satu-satunya. Dasar, Yonghwa!!
Apa lebih baik aku pulang saja?
“Choi Ryuri.. kau mau
kabur, huh?” tiba-tiba bayangan Merlina-Seonsaengnim menghantuiku. Ah aniya.
Itu menyeramkan. Dia bisa menghukumku. Tapi aku harus menerima kenyataan
membersihkan kelas ini sendirian.
Aku lalu bangkit dan
menghela nafas. Mau tidak mau aku harus membersihkan kelas ini. Ku rapikan
deretan kursi dan meja yang porak-poranda. (?) Aku mengambil sapu lalu menyapu
kelasku yang penuh akan debu dan sampah. Heran, mengapa hanya siswa di kelasku
yang jorok sekali sih. Sepertinya berbeda dibandingkan dengan kelas lain.
“Yaa, kau belum
pulang?” ucap seseorang dari seberang pintu kelasku. Aku menoleh padanya. Jung
Jinyoung?
“Sunbae..” ucapku.
Jinyoung menghampiriku di ambang pintu. “Kau piket?” tanyanya.
“Ah, ne.” ucapku sambil
tersenyum. Senyum palsu.
“Kenapa sendirian
saja?” tanya Jinyoung.
“Tidak ada yang
membantuku. Mereka benar-benar jahat. Meninggalkanku piket sendirian.” Keluhku.
“Mau ku bantu?” tanya Jinyoung
tiba-tiba. Mataku membulat. “Huh?”
“Akan ku bantu.” Kata Jinyoung seraya
masuk ke dalam kelasku.
“Jinjja? Gamsahamnida! Jeongmal
gamsahamnida, Sunbae!” aku berseru sambil membungkukan badanku. Jinyoung, dia
bukan Sunbae bagiku, tapi dewa penyelamat.
Jinyoung mengambil sapu dan menyapu
kelas dari belakang. Ia terlihat sangat mahir menyapu. Apa Jinyoung punya
pekerjaan sampingan? Jadi tukang sapu jalanan? #plak *ditampol readers*
“Seingatku, aku belum tau siapa
namamu.” Tanya Jinyoung tiba-tiba.
“Mwo? Aku? Oh iya, Choi ryuri imnida.
Panggil aku Ryuri saja. Biasanya teman-temanku memanggilku Ryu. Malah terkadang
ada juga yang memanggilku kebo. Jadi terserah Sunbae mau memanggiku apa.”
Ucapku panjang lebar. Aduh, aku ini ngomong apa sih?
“Eo geurae. Ryu saja.” Kata Jinyoung.
Aku mengangguk.
“Sunbae, kau sering menyapu?” tanyaku
seraya membuang sampah ke tempat sampah. Jinyoung menggeleng.
“Aniya. Aku hanya menyapu jika
disuruh. Kadang menyebalkan jika harus menyapu saat perasaanmu tidak baik.”
Kata Jinyoung.
“Kau benar. Pekerjaan menjadi terasa
lama sekali.” Ucapku setuju.
“Kau tau? Hanya dengan berpikir bahwa
pekerjaan ini mudah dilakukan, pekerjaan itu akan mudah semudah kedengarannya.”
Jelas Jinyoung.
“Mm?”
“Ini mudah. Kita hanya menyapu,
mengepel, membersihkan papan tulis, mengelap kaca jendela, lalu selesai. Hanya
itu kan?”
“’Hanya itu’ katamu?” tanyaku.
Jinyoung tersenyum lebar. Aku hanya terkekeh lalu melanjutkan pekerjaanku.
Setelah itu aku menghapus papan tulis.
“Aku akan mengambil air.” Kata
Jinyoung.
“Untuk apa?” tanyaku.
“Untuk mandi.” Canda Jinyoung. Aku
kembali tertawa. Andai saja jadwal piketku bersama Jinyoung. Piket tiap hari
juga tak masalah. *ini mah authornya yang mau :p*
Tak lama, Jinyoung membawa seember
air. Lalu ia mengambil pel.
“Sepertinya kau cocok menjadi bapak
rumah tangga. (?)” candaku. Jinyoung menyeringai. Ia lalu mencipratkan air dari
ember padaku. Apa-apaan ini? Aku balas mencipratkan air padanya.
“Sudah, hentikan.” Kata Jinyoung.
“Bukankah kau yang mulai?” kataku
lalu kembali mencipratkan air padanya. Jinyoung bergantian membalasku. Bukannya
mengepel lantai kami malah bermain air. Hahaha.
+++++
Hufth... Akhirnya
selesai. Kelasku sudah kinclong, bersih bersinar seperti Sunlight. (?) Jadi aku
bergegas pulang. Bersama Jinyoung.
“Gamsahamnida, Sunbae. Tanpa Sunbae,
bisa-bisa aku pingsan karena membersihkan kelas sendirian.” Ucapku. Jinyoung
tertawa.
“Gwaenchanha. Lagipula
kau tak akan pingsan hanya karena piket sendirian.” Kata Jinyoung.
“Ne.” ucapku. Aku
menoleh pada Jinyoung. Pandangannya tampak memandang sesuatu.
“Sunbae?”
“Ah, aku harus pergi.
Maaf kita tak bisa pulang bersama.” Ucap Jinyoung.
Jinyoung’s POV…
“Ah, aku harus pergi.
Maaf kita tak bisa pulang bersama.” Ucapku.
“Geurae.” Kata Ryuri
sambil mengangguk.
“Gwenchanha?”
“Gwaenchanha.” Kata Ryuri. Aku
tersenyum padanya “Annyeong..”
“Annyeong..” balasnya seraya
melambaikan tangan padaku. Aku berjalan pergi meninggalkannya. Aku memandang
seseorang dari kejauhan. Seorang namja tampak menungguku sedari tadi. Aku
menghampirinya. Mau apa dia?
“Kau lama sekali.” Kata Daehyun ketus.
Rambutnya berwarna pirang sekarang. Apa dia mem-blonde rambutnya?
“Untuk apa kau ke sini?” tanyaku.
“Memangnya kenapa? Kau tak ingin aku
tau kau punya pacar sekarang? Hebat. Ternyata kau bisa punya pacar juga. Aku
pikir kau hanya sibuk bercinta dengan setumpuk buku pelajaran.”
Apa-apaan dia ini? Dia melihatku
bersama Ryuri dan langsung mengambil kesimpulan bahwa kami berpacaran?
“Daehyun-a! Dia bukan..”
“Sudahlah. Berikan padaku.” Daehyun
menarik tas yang tersampir di bahuku. Ia merebutnya dan menggeledah semua isi
tas-ku. Kemudian ia mengambil sejumlah uang milikku.
“Yaa! Itu uangku!” seruku.
“Aku pinjam.” Kata Daehyun. Ia lalu
mengembalikan tasku.
“Kenapa kau meminta uang dariku?
Kenapa tidak meminta dari Appa?” tanyaku.
“Appa? Appa hanya memberi uang
padamu. Tidak padaku.” Kata Daehyun. Ia lalu berjalan pergi. Aku menghela nafas
dan hanya dapat mengalah. Aku tak bisa mencegahnya atau sifatnya akan semakin
memburuk. Entah sampai kapan ia akan seperti itu. Sampai kapan hubungan kami
akan membaik.
+++++
Ryuri’s POV…
“Kalian semua semakin baik. Terus
seperti ini. Terima kasih. Sampai jumpa.” Kata Kim-Seonsaengnim sambil
membungkukan badan pada kami semua. Kami semua ikut membungkuk tanda memberi
hormat padanya. Kim-seonsaengnim. Guru Taekwondo kami.
Sudah cukup lama aku mengikuti
olahraga ini. Taekwondo, olahraga bela diri asal Korea Selatan. Sejak awal aku
tertarik dengan olahraga ini. Karena selain untuk membela diri dari kejahatan
orang di sekitarku, aku sebagai warga negara yang baik harus turut melestarikan
kebudayaan Korea agar tidak direbut bangsa lain. *yomann.. hidup choi ryuri!!
xD*
Setelah selesai berlatih Taekkyeon,
aku mengganti pakaianku dan bergegas pulang. Aku berjalan kaki menuju halte. Aku
mendengar suara derap kaki. Sepertinya ada seseorang yang membuntutiku. Siapa?
Aku menoleh ke belakang dengan posisi sigap.
Seorang namja tertatih-tatih berjalan
mendekatiku. Wajahnya penuh luka. Aku tak mengenalnya. Aku rasa dia bukan ingin
membuntutiku. Jadi lebih baik aku pergi saja.
“Chamkan…” kata namja itu. Ia bicara
padaku? Aku menoleh padanya.
“Tolong aku..” ucap namja itu lagi.
Aku tak ingin terjebak masalah, jadi sebaiknya aku mengabaikannya. Aku
mempercepat langkahku.
“Jinyoung… Kau.. pacar Jinyoung..”
Langkahku terhenti. Aku tertegun
mendengarnya. Jinyoung? Orang ini mengenal Jinyoung? Siapa namja ini
sebenarnya?
Aku menghampirinya perlahan. aku
memandanginya. Wajahnya lebam seperti habis dipukuli. Rambutnya di-blonde.
Apa ini teman Jinyoung? Terlihat sekali bahwa Jinyoung bukan orang yang akan
berteman dengan orang seperti ini. Tapi mengapa namja ini mengenal Jinyoung?
Aku memutuskan untuk menolong namja
tersebut. Aku memegang bahunya. Membantunya berdiri dengan baik. Aku menuntunnya
berjalan. Ia hanya bisa mengikuti langkahku.
+++++
Aku memandang sekeliling ruangan.
Eomma belum pulang. Jangan sampai Eomma melihat ini. Ia tak akan mengizinkan
orang asing masuk. Bahkan aku tak tau siapa manusia babak belur ini.
Namja itu duduk di atas kursi. Aku
membersihkan lukanya lalu mengobatinya. *ecie* Orang ini seperti habis
berkelahi. Kalau dilihat-lihat sepertinya ia seumuran denganku. Namja itu terus
memandangiku. Aku balas memandanginya dengan heran.
“Kenapa kau memandangiku seperti
itu?” tanyaku. Namja itu mengalihkan pandangannya. “Tidak apa-apa. Siapa
namamu?”
“Naneun.. Yaa, bukankah seharusnya
aku yang bertanya padamu. Siapa kau sebenarnya?”
“Aku? Kau tak perlu tau siapa aku.”
Ucap namja itu.
“Mwo? Kalau begitu ya tidak usah tau
siapa aku.” Ucapku kesal. Siapa sih dia? Tidak tau etika berbicara yang baik?
“Cih. Daehyun imnida. Nuguga?” tanya
Daehyun. Daehyun, sepertinya nama itu tak asing.
“Nan? Choi Ryuri imnida. Apa kau
teman Jinyoung-Sunbae? Mengapa kau memanggilku.. pacar Jinyoung?” tanyaku yang
sedari tadi penasaran apa hubungan orang ini dengan Jinyoung.
“Jinyoung? Oh, aku hanya
mengenalnya.” Kata Daehyun.
“Mwo? Apa maksudmu hanya mengenalnya?
Apa Jinyoung mengenalmu?”
“Iya. Kau ribut sekali. Bagaimana
bisa Jinyoung berpacaran dengan yeoja sepertimu. Sudahlah, sekarang sudah aman.
Aku mau pulang.” Ucap Daehyun sambil beranjak dari kursi. Ia lalu melewatiku
berjalan keluar rumah.
“Yaa! Kau! Kau kan sudah ku obati.
Paling tidak kan kau berterima kasih padaku. Hufth, seharusnya aku tau orang
seperti ini tidak tau berterima kasih.” Aku merengut kesal dan masuk ke dalam
rumah.
“Yaa! Gomawoyo.” Kata Daehyun dari
kejauhan. Aku menoleh padanya. Ia berjalan tanpa senyum sama sekali. Aku
memandanginya dengan heran. Ia bilang ‘hanya’ mengenal Jinyoung dan menyebutku
sebagai pacar Jinyoung. Saat kutanya hubungannya dengan Jinyoung, ia tak mau
menjawab. Ada sesuatu yang aneh dari orang itu. Entah apa.
+++++
Jinyoung’s POV…
Aku membalik-balik buku
pelajaranku. Membacanya sedikit demi sedikit meski melelahkan. Aku harus tetap
belajar untuk mempertahankan prestasiku.
Tiba-tiba Daehyun masuk
ke dalam kamarku. Aku menoleh padanya. Wajahnya terluka, aku tau meskipun sudah
tertutup dengan plester. Dia berkelahi lagi. Tanpa berbasa-basi padaku ia
langsung membaringkan tubuhnya di kasurku.
“Daehyun-a, sampai kapan kau akan
seperti ini?” tanyaku sambil memandangnya yang hampir tertidur.
“Seperti apa?” Daehyun malah balik
bertanya.
“Seperti sekarang. Kau liar.” Ucapku.
“Bukankah dari dulu aku sudah seperti
ini?” kata Daehyun dengan mata yang kian tertutup.
“Paling tidak kau punya keinginan
untuk berubah.” Kataku. Daehyun diam saja. Ia tak membalasku lagi. Ia sudah
tertidur.
“Yaa.. Tidurlah di kamarmu sana!”
seruku.
“Kamarku tidak lebih bagus dari
kamarmu.”
“Sama saja. Hanya saja kamarmu
berantakan sampai-sampai kau tidak punya tempat untuk tidur.” Ucapku. Daehyun
memeluk guling-ku lalu membalikan badannya. Aku menghembuskan nafasku lalu
kembali pada buku-bukuku.
“Jinyoung..” Daehyun tiba-tiba saja
memanggil namaku. Tidak bisakah ia lebih sopan sedikit memanggilku ‘Hyung’?
“Mwo?” ucapku tanpa menoleh.
“Pacarmu.. Choi Ryuri kan?”
Aku terpaku. Apa yang ia katakan
tadi? Daehyun.. sejak kapan ia mengenal Ryuri?
To Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar