Laman

Minggu, 27 Januari 2013

FF: You Belong With Him [Part 3]




Title : You Belong With Him
Genre : Romance
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
B1A4 Jin Young as Jung Jin Young
B.A.P Dae Hyun as Jung Dae Hyun

================================

 
“Apa yang kau inginkan? Katakan padaku. Aku akan berusaha untukmu. Asalkan kau jangan liar seperti sekarang ini.”
“Kau akan memberikan apapun untukku?” tanya Daehyun.
“Daehyun-a, aku menyayangimu sebagai adikku. Aku akan mengusahakannya. Apa yang kau inginkan sebenarnya?” tanya Jinyoung ingin tau.
“Jinjja? Jadi, kau akan memberikan apapun untukku? Jadi, kau bersedia memberikan Ryuri untukku?” tanya Daehyun secara tiba-tiba. Kalimat singkat itu membuat jantung Jinyoung berhenti berdegup selama sekejap. Sorot matanya kosong, tak berkedip untuk sesaat. Ia berusaha mencerna kalimat itu di otaknya. Pikirannya buyar, tak bisa berpikir jernih, ia tak mengerti apa maksud dari Daehyun. Ia menatap kedua bola mata Daehyun. Daehyun membalas tatapan itu. Dan tatapan mata Daehyun nampak sangat serius.
“Kau.. Apa yang kau katakan? Apa yang kau maksud?” tanya Jinyoung tak mengerti.
“Aku mau, kau menyerahkan Choi Ryuri padaku.” ucap Daehyun mantap.
“Kenapa.. kenapa harus Ryuri?” tanya Jinyoung. Berbagai pertanyaan terus berkelebat di otaknya. Namun pertanyaan itu terlalu banyak baginya, Jinyoung tak dapat membaca, dan memilahnya.
“Aku menyukainya.” kata Daehyun. Jinyoung mengepalkan tangannya kuat, hatinya jelas ingin memberontak. Tapi entah ia tak bisa melakukannya.
“Kau sungguh-sungguh?” Jinyoung tak percaya dengan ungkapan Daehyun. Daehyun mengedipkan matanya, “ya.”
Daehyun menyunggingkan senyum pahit, “kenapa? Kau tak sanggup? Aku sudah tau itu.”
 “Aniya. Ini tidak masuk akal. Tak bisakah kau meminta hal lain dariku? Asal jangan yang satu ini. Aku benar-benar…” Jinyoung tertunduk, “aku tak bisa.”
“Tak ada hal lain yang aku inginkan,” Daehyun bangkit dari duduknya. “Jadi kesimpulannya, aku akan tetap bersikap buruk seperti ini.”
Daehyun meninggalkan Jinyoung yang masih diam, ia pergi ke kamar mandi, dan membersihkan wajahnya yang penuh luka. Daehyun membasuh wajahnya dengan air lalu ia memandang wajahnya di cermin. Jinyoung benar. Daehyun merasa dirinya semakin buruk. Buruk sekali.

Tidak. Tidak mungkin seperti ini. Apapun memang bisa saja terjadi. Semua hanya kebetulan. Dan kebetulan itu hampir membuatnya gila. Jinyoung memandang ke hadapan jendela kamarnya dengan tatapan kosong. Pikirannya menerawang. Jinyoung tak mempercayainya. Bohong. Pasti Daehyun bohong. Tapi bagaimana Daehyun bisa seserius itu?
Apa kesalahan yang telah ia buat? Kenapa di saat ia menyadari bahwa ia menyukai Ryuri, Daehyun mengatakan hal yang sama? Dari sekian banyak namja di dunia ini, mengapa mereka menyukai orang yang sama?
Apa ia harus menyerah? Ia tak tau. Mungkin, ia tak mau. Jinyoung meremas rambutnya. Kepalanya sudah dipenuhi banyak pikiran. Dan itu sakit.
*You Belong With Him*
Jinyoung membuka matanya. Ia terbangun dari tidurnya. Matahari pagi sudah bersinar melewati kaca jendelanya. Kepalanya terasa berat. Mungkin karena terlalu lelah. Jinyoung melihat dindingnya, memandangi arah jarum jam yang terus berputar.
Astaga, jam berapa sekarang ini? Jinyoung segera bangkit dari kasurnya. Ia terlambat bangun. Jinyoung mandi cepat-cepat, lalu berpakaian. Setelah itu ia keluar kamarnya.
Jinyoung memandang pintu kamar di sampingnya. Pintu itu tertutup rapat. Entah kenapa selalu seperti itu, mungkin pemiliknya memang melarangnya untuk masuk. Meskipun begitu, Jinyoung selalu menerobos masuk lalu membangunkan orang di dalamnya. Namun kali ini ia merasa enggan. Mengingat apa yang kemarin, Ia tak ingin melihat wajahnya untuk sementara waktu. Seakan tak peduli.
Jinyoung menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Ia melihat Eomma-nya seperti biasa, menyiapkan sarapan di atas meja. Ia menghampiri Eomma, lalu dibalas senyuman hangat. Jinyoung mencium pipi Eomma-nya.
“Aku harus berangkat sekarang.” pamit Jinyoung.
“Kau tak sarapan?” tanya Eomma. Jinyoung menggeleng, “aku sudah hampir terlambat.”
“Aku pergi dulu. Jaga diri Eomma.”pesan Jinyoung lalu tersenyum. Ia lalu berjalan menuju pintu luar.
“Daehyun sudah bangun?” tanya Eomma.
Jinyoung terdiam sejenak, ia memang sudah tau, Eomma pasti akan menyebut nama Daehyun, “aku tidak tau.”
Jinyoung lalu berjalan ke luar. Ia tak mau Eomma bertanya macam-macam padanya. Ia tau, Eomma juga menyayangi Daehyun. Hanya saja Daehyun tak menyadari itu. Eomma selalu bersikap seolah-olah ia berpihak pada Appa. Eomma tak pernah menunjukkan isi hatinya di hadapan Daehyun. Eomma selalu menyayangi anak-anaknya.
Jinyoung tak mau memikirkan Daehyun dan hal-hal yang berhubungan dengannya untuk sementara. Entah kenapa Jinyoung menjadi menghindar seperti ini. Ia hanya tak biasa dengan hal-hal yang memberatkan pikirannya.
*You Belong With Him*
Jinyoung melangkah dengan malas ke dalam rumahnya. Satu hari ini ia merasa sangat buruk. Ia tau, seharusnya ia tak usah terlalu memikirkan kata-kata Daehyun. Tapi ia sudah terlanjur berperasaan buruk sejak pagi. Inilah Jinyoung, hari-harinya tergantung pada bagaimana ia mengawali paginya.
“Jinyoung-a..” suara Appa memanggil Jinyoung dengan lembut. Jinyoung menoleh ke arah Appa-nya itu. Appa duduk sendiri di sudut ruangan. Punggungnya bersandar pada dinding. Raut wajahnya menunjukan ia sangat lelah hari ini. Jarang sekali Jinyoung menemukan Appa-nya yang seperti ini.
Jinyoung menghampiri Appa, “ne?”
“Kemarilah.” kata Appa. Jinyoung duduk di samping Appa. Firasatnya tak baik, melihat wajah Appa yang begitu lelah, memanggilnya dengan tiba-tiba.
“Ada apa? Apa ada masalah?” Jinyoung bertanya dengan hati-hati. Appa memandangi wajah Jinyoung lalu menepuk bahunya.
“Kau anak yang baik Jinyoung. Aku bangga memiliki anak sepertimu.” kata Appa. Jinyoung semakin bingung, apa tujuan Appa sebenarnya.
“Ah, gamsahamnida, Appa.” kata Jinyoung. Appa hanya mengangguk, lalu pandangannya menerawang, “andai saja Daehyun juga sepertimu.”
Jinyoung tak membalas Appa-nya.
“Bisakah kau menolong Appa?” tanya Appa.
Jinyoung mengerutkan dahinya, “me.. nolong?”
“Jinyoung-a, Appa sudah lelah dengan sikap Daehyun. Appa sudah melakukan banyak hal, tapi Appa tetap tak bisa menghentikan sikap buruknya itu. Kau adalah satu orang yang bisa Appa percaya.”
“Maksud Appa?”
“Bisakah kau membuat Daehyun merubah sikapnya?” pinta Appa. Jinyoung terdiam. Pikirannya terasa kosong sesaat. ia seperti tak bisa mengerti kata-kata yang terlontar dari Appa. Tubuhnya lemas. Ia sudah terlalu terbebani. Ia lelah. Jangan bebani lagi.
“Kau mau menolong Appa?” tanya Appa lagi.
Jinyoung memandang wajah Appa. Raut wajah yang begitu lelah. Matanya yang tampak sayu. Bibirnya yang kering. Kenapa Appa menunjukkan wajah seperti itu di hadapannya sekarang? Jinyoung tak mau melihatnya di saat seperti ini.
Jinyoung tersenyum lembut menatap Appa, “ne, Appa..”
Appa mengelus punggung Jinyoung, “jeongmal gomapta, Jinyoung-a.”
“Ne, gwaenchanha. Aku istirahat dulu, Appa.” kata Jinyoung. Ia lalu bangkit menuju kamarnya. Ia menjatuhkan dirinya di kasur. Ia menelungkupkan kepalanya. Apa lagi yang ia lakukan? Mengapa dengan mudahnya berkata bahwa ia menyanggupinya. Ah, Jinyoung-a, apakah kau tak berpikir panjang sebelum berbicara? Beginilah jadinya. Kau harus menanggung resikonya.
*You Belong With Him*
Angin berhembus begitu sejuk, membuat suasana menjadi hangat. Daehyun mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia terbangun dari tidurnya. Oh, Tuhan. Jam berapa sekarang? Sudah berapa lama ia tertidur di bawah pohon?
Daehyun mengusap wajahnya. Ia melakukan pelanggaran. Lagi. Ia membolos dari jam pelajaran di sekolahnya. ia harap gurunya tak menyadari perbuatannya ini. Hari ini ia benar-benar bosan, perasaannya sedang tak baik. Ia memutuskan untuk membolos dan pergi ke sini. Ke sebuah pohon di tengah taman kota. Daehyun suka tempat ini. Tempat yang paling nyaman untuk beristirahat. Ia tidur tanpa tengaja. Dan ia baru terbangun sekarang. Sepertinya ia sudah banyak membuang waktunya.
Ia masih bersandar di pohon. Daehyun ingin beranjak, pulang ke rumah, tapi rasanya malas sekali. Lebih baik berteduh sebentar di sini. Kalau ia bisa, ia ingin membangun rumah di sini, dan mungkin ia akan terlihat seperti seeker monyet yang bersarang di pohon. Daehyun tersenyum tipis, geli sendiri dengan pikirannya.
Pandangan Daehyun terfokus pada seorang gadis. Seorang gadis dari kejauhan sedangan meminum sekotak susu. Daehyun tak meliahat wajah gadis itu dengan jelas. Tapi ia rasa, ia mengenal gadis itu. Ryuri.
Gadis itu masih serius dengan sekotak susu strawberry yang begitu nikmat baginya. Setelah menyadari susunya telah habis, ia memandang sekeliling, mencari tempat sampah. Tapi matanya memandang seorang lelaki yang duduk di bawah pohon. Gadis itu mendengus pelan. Malas berurusan dengan lelaki itu, lebih baik ia berpura-pura tak kenal.
“Yaa, kenapa membuang muka?” tanya Daehyun. Ryuri bersikap tak acuh pada Daehyun. Ia tak mau meladeni anak menyebalkan itu.
“Yaa, apa kau membenciku?” tanya Daehyun lagi. Ryuri terus berjalan melewati Daehyun. Dalam hatinya ia berseru,dan ingin sekali berteriak mengungkapkannya, ya aku sangat membencimu tauu! Kenapa? Ga suka? Masalah buat lo? :p
“Yaa, apa kau menyukaiku?” tanya Daehyun lagi. Ryuri menoleh padanya, “yaa, kalau kau mau bicara, bicaralah dengan masuk akal! Aku tidak menyukaimu, sangat sangat sangat tidak menyukaimu!”
Daehyun tersenyum geli, kenapa gadis itu baru sekarang merespon kata-katanya. Ryuri memandang Daehyun kesal. Seharusnya ia tak perlu menanggapi Daehyun seperti itu. namun namja itu selalu memancing harimau mulutnya.
Kemudian mereka saling diam. Daehyun mendongak. Menatap daun-daun yang bergerak terhembus angin. Mendengar suara gemerisik dari daun-daun yang saling bergesekan. Ryuri tak memandang Daehyun dengan bingung. Untuk apa tadi Daehyun menegurnya?
“Yaa, untuk apa tadi kau menegurku?” tanya Ryuri. Daehyun menoleh, “iseng.”
Ryuri semakin jengkel. Dasar bocah iseng, gerutunya. Ia gemas. Ryuri berjalan menghampiri Daehyun yang masih menatap lurus pada angkasa. Daehyun tau Ryuri menghampirinya, hanya saja ia pura-pura tak peduli.
Tiba-tiba Ryuri menginjak sepatu Daehyun dengan cukup keras.
“Ahh!! Apeuro!!” seru Daehyun. Kakinya terasa sakit. “Mengapa kau menginjak sepatuku?”
“Iseng.” ucap Ryuri sambil menjulurkan lidah. Daehyun mendengus kesal. Ryuri merasa puas, mereka satu sama.  Setelah itu Ryuri bergegas pergi.
Daehyun menarik ransel Ryuri yang menggantung di punggungnya. Ryuri berjalan mundur, sambil menyeimbangkan tubuhnya yang hampir jatuh.
“Mau ke mana kau?” tanya Daehyun.
“Mau pulang.”
“Enak saja! Kau harus bertanggung jawab atas kakiku. Jari-jariku terasa akan membengkak.” kata Daehyun.
Ryuri malah tertawa. “Tidak sampai segitunya.”
Ryuri duduk di samping Daehyun. Ia meluruskan kedua kakinya dan menghirup udara segar. Ternyata duduk di sini sejuk juga.
“Tempat ini menyenangkan.” kata Ryuri.
“Atau mungkin karena ada aku di sini?” canda Daehyun. Ryuri memutar bola matanya., “seharusnya tempat ini bisa lebih menyenangkan jika kau tak ada di sini.”
Daehyun tertawa kecil, ia lalu kembali menatap langit, “ya, tempat ini memang menyenangkan. Aku suka tempat ini.”
“Aku tidak tanya.” kata Ryuri. Daehyun diam saja. Mungkin ia sudah mulai terbiasa dengan sikap Ryuri yang seperti itu.
“Aku kabur dari jam pelajaran untuk tidur di sini.” ungkap Daehyun.
Ryuri menoleh, “jinjja?”
“Aku benci jika seonsaengnim mengganggu tidur siangku.”
Ryuri mengangguk, “ya, apakah mereka tidak mengerti? Belajar terus menerus itu menguras otak. Bukankah mereka menyebalkan?”
“Ya, murid butuh istirahat. Tapi mereka memaksa kita untuk tetap bangun dan terus berpikir. Tega sekali.”
“Benar.” kata Ryuri setuju.
Daehyun memandang Ryuri, “kau setuju padaku?”
Ryuri nyengir lebar, “aku juga orang yang suka tidur di kelas.”
Daehyun tertawa, “kau ternyata tak ada bedanya denganku.”
“Tentu saja aku beda denganmu. Aku tidak sampai kabur dari jam pelajaran untuk tidur di tempat seperti ini.” bela Ryuri.
“Tak ku sangka gadis sepertimu juga suka tidur di kelas.” kata Daehyun.
“Tidur itu kan manusiawi,” kata Ryuri.
Daehyun tertawa kecil, apa yang dikatakan Ryuri barusan sama benar dengan pendapatnya. Ia menggeleng pelan, “aneh sekali. Mengapa kau bisa berpacaran dengan Jinyoung?”
Raut wajah Ryuri kembali serius. Inilah yang menjadi pertanyaannya sejak awal. “Mengapa kau bilang aku pacar Jinyoung?”
Daehyun memandang Ryuri. Ryuri bertanya sesuatu yang ganjil. Daehyun berpikir keras apa maksud dari pertanyaannya barusan. “Kau bukan pacar Jinyoung?”
Ryuri tertunduk, “bukan.”
Daehyun sedikit terperangah mendengarnya. Oh ya, selama ini ia tak pasti akan hubungan Jinyoung dan Ryuri. Jinyoung sendiri pun tak pernah bilang begitu. Selama ini tak ada gadis yang pernah dekat dengan Jinyoung seperti Ryuri. Jadi ia mengambil kesimpulan seenaknya. Jinyoung pacar Ryuri. Hanyalah anggapannya.
“Oh, begitu rupanya.” ucap Daehyun.
“Yaa! Aku tanya, kenapa kau bilang aku pacar Jinyoung?” tanya Ryuri lagi.
“Oh, aku hanya merasa seperti itu.” kata Daehyun singkat.
Ryuri menatap Daehyun, “apa menurutmu aku cocok dengan Jinyoung?”
Daehyun menatap Ryuri balik. Wajah gadis itu tampak penuh harap. “Tidak.”
Ryuri cemberut, “yaa!!”
*You Belong With Him*
Daehyun menaiki tangga dengan malas menuju kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya lalu masuk ke dalamnya. Pintu kamarnya ditutup tanpa dikunci. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.
“Daehyun-ah, boleh aku masuk?”
Daehyun mengenali suara itu. Suara Jinyoung. Namun Daehyun tak menanggapi Jinyoung. Ia beranjak dan mengganti pakaiannya.
Jinyoung membuka pintu kamar Daehyun. Daehyun sedikit terkejut meski raut wajahnya tetap tenang.
“Yaa, aku belum memberimu izin masuk,” kata Daehyun sambil membuka kancignya. Ia lalu melepas seragam sekolahnya.
Jinyoung menghela nafas panjang, memperhatikan gerak-gerik adiknya itu. Dengan suara lirih Jinyoung memanggilnya, “Daehyun-ah..”
“Hmm..”
“Kita buat perjanjian.” ucap Jinyoung.
“Aku tak begitu suka janji,” kata Daehyun.
“Daehyun-ah..”
Daehyun berhenti dari aktivitasnya. Ia melihat wajah Jinyoung yang begitu cemas. Daehyun menghampiri Jinyoung. Menatap wajahnya dengan berani. “Perjanjian apa?”
“Aku bersedia memberikan Ryuri padamu.”
Tubuh Daehyun terasa kaku sementara. Sepotong kalimat yang diutarakan Jinyoung sungguh tak terduga. Bagaimana bisa? Apa yang membuatnya berkata seperti itu? Semua ini terasa aneh baginya.
“Mwo?” tanya Daehyun tak yakin.
“Aku akan memberikan Ryuri padamu sesuai keinginanmu. Asalkan kau juga mengikuti keinginanku,” kata Jinyoung. Daehyun tertawa, “kau lucu.”
“Aku tidak sedang melucu,” kata Jinyoung.
Daehyun berhenti tertawa, “kau serius?”
“Aku serius.”
Jinyoung jarang bercanda, atau mungkin tidak pernah menurut Daehyun. Ia heran, apa yang membuatnya tiba-tiba berkata seperti itu. “Memangnya apa yang kau inginkan?”
“Aku ingin kau menjadi anak yang baik,” pinta Jinyoung.
“Maksudmu?”
“Aku ingin kau hidup seperti anak sekolah pada umumnya. Jangan pernah berkelahi lagi. Jangan sering pulang terlambat. Jangan membolos sekolah. Jangan pernah melawan Appa-mu. Rajin belajar dan tunjukkan pada Appa bahwa kau bukan anak yang memalukan nama keluarga,” terang Jinyoung.
Daehyun mencerna kata-kata itu dengan baik di otaknya. Ia tak yakin akan bisa melakukan hal itu. Tapi ini sangat menarik. Ini seperti permainan, “kau punya banyak sekali syarat. Berarti, aku juga boleh memberikan syarat. Ya kan?”
Jinyoung menatap Daehyun dengan perasaan khawatir, “syarat apa?”
“Kau ternyata bukan pacar Ryuri. Ya kan?” tanya Daehyun meyakinkan.
Jinyoung menunduk, “ya, benar.”
“Kalau begitu, jangan dekati dia. Jangan menyapanya. Jangan tersenyum padanya atau bersikap ramah dengannya. Jangan hiraukan dia. Jangan bersikap seperti kau mempunyai perasaan padanya. Anggaplah kau tak mempunyai hubungan dengannya.”
Jinyoung tertegun. Jantungnya terasa sakit. “Kenapa syaratnya seperti itu?”
“Karena itu mauku. Kau sanggup?”
Jinyoung lemas. Pikirannya kacau. Namun ia harus menghadapi Daehyun dan semua keinginannya. Sekarang.
“Aku akan menyanggupinya jika kau bisa memenuhi janjimu,” kata Jinyoung.
Daehyun tersenyum, “aku akan memenuhi janjiku.” Ia mengulurkan tangan kanannya. Ajakan pada Jinyoung untuk berjabat tangan.
“Satu lagi. Kau harus berjanji, jangan sakiti Ryuri. Jangan sampai ia terluka.”
“Aku janji,” kata Daehyun. Jinyoung menatap Daehyun lama. Menatap mata Daehyun. Daehyun terlihat serius. Sangat serius. Jinyoung lalu meraih tangan Daehyun. Mereka berjabat tangan.
“Aku janji. Kita sepakat.”
*You Belong With Him*

It’s been so long
Me, liking you and you never know
I worry that I might get caught
Keep thinking if I should say or not

Jinyoung melakukan aktivitas seperti biasanya. Ia bangun tidur, mandi, berpakaian, menghampiri Eomma-nya untuk sarapan bersama. Eomma hanya membalas senyum padanya ketika ia menyapa Eomma dan duduk di kursi makan.
“Daehyun sudah bangun?” tanya Eomma. Selalu pertanyaan yang sama.
“Daehyun, dia..”
“Annyeong haseyo.” Tiba-tiba Daehyun menuruni tangga dan menghampiri mereka. Eomma menatap Daehyun nanar. Mimpi apa dia semalam? Hari ini, Daehyun bangun lebih awal untuk sarapan bersama
 Jinyoung hanya memandangi Daehyun. Apa, dia sudah mulai berubah?

Do you know my mind?
Are you pretending like you don’t know?
Pretending like you can’t overcome it
Can’t you just accept my heart?

            Ryuri berlari-lari kecil di koridor. Ia nampak terburu-buru. Tanpa disengaja, ia menabrak seseorang di hadapannya. Hampir semua arsip-arsip yang dibawanya jatuh berantakan.
Ryuri segera menunduk dan meminta maaf. Ia memandang orang di hadapannya lalu tersenyum hangat, “Ah, Sunbaenim. Jeongmal mianhae.”
Jinyoung hanya diam. Ia benar-benar bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia tak bisa bersikap buruk pada gadis di hadapannya ini. Ia memutuskan untuk diam saja. Dan pergi.
Apa yang tadi itu? Ryuri mematung sejenak. Memandangi langkah kaki Jinyoung yang berjalan cepat meninggalkannya sendirian. Jinyoung tak mengucapkan apa-apa padanya. Apa ada masalah yang terjadi dengannya? Kenapa Jinyoung bersikap sedingin itu?

My love, my love
Please open up your mind
I’ve been tired of waiting
So exhausted but so that I won’t fall
Please hold my hand..
Even I’m talking with people
but I still think of you all day
How to do so I can tell you about my mind
You’re my only one..

            Daehyun berdiri bersandar pada sebuah pohon. Ia menatap lurus pada gadis itu. Ryuri berjalan santai, sesekali ia tersenyum saat menyapa temannya. Gadis itu tak menyadari kehadirannya. Apakah ia harus menghampirinya sekarang?
            Daehyun mengacak rambutnya sendiri. Sekarang ia tak tau apa yang harus ia lakukan. Untuk suatu tujuan bodoh, semua ini terjadi. Jinyoung telah melaksanakan apa yang ia katakan. Menjauhi Ryuri. Lalu sekarang apa? Apa sekarang waktunya Daehyun yang mendekati Ryuri? Untuk apa sebenarnya?
            Ia tau dirinya benar-benar jahat. Ia hanya ingin Jinyoung merasa menderita sepertinya.

Because I love you so much,
Because I like you so much,
Please don’t turn away
Please accept my heart
I’ll make you happy forever
I want to be with you
Can’t you just come to me
My love, my love
Please open up your mind
You’re more important than my life
I love you, Until this world ends
will you be with me…
-B1A4 Sandeul – Crush (짝사랑)-

*You Belong With Him*
Langkah Ryuri tampak begitu lemas. Kepalanya terus tertunduk. Pikirannya hanya pada Jinyoung. Ia tau, seharusnya ia tak usah terlalu memikirkan hal ini. Atau mungkin konsdisinya sedang tak baik. Mungkin saja Jinyoung sedang kesal. Atau mungkin saja Jinyoung membenci Ryuri? Sampai-sampai ia tak mau berbicara dengan Ryuri?
Ryuri merasa benar-benar bodoh. Ia terlalu banyak berharap pada Jinyoung. Jinyoung hanya menganggapnya teman. Meskipun teman dekat pun juga bukan. Ia hanya satu diantara teman Jinyoung yang lain. Sama. Jadi apa yang Ryuri inginkan lebih? Bukankah itu saja sudah cukup?
Mungkin dirinya yang selalu menginginkan lebih. Lebih baik lupakan semua hal ini. Ryuri menegakkan kepalanya. Menatap lurus ke depan.
Samar-samar, Ryuri mendengar suara derap kaki di belakang mengikutinya. Ia mempercepat langkahnya, dan suara itu nampak seperti mengejarnya. Di jalan sepi dan sempit seperti ini, bisa saja ada orang yang akan berbuat jahat padanya.
Perasaannya menjadi buruk.

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar