Title : You Belong With Him
Genre : Romance
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
B1A4 Jin Young as Jung Jin Young
B.A.P Dae Hyun as Jung Dae Hyun
================================
“Apa yang kau
inginkan? Katakan padaku. Aku akan berusaha untukmu. Asalkan kau jangan liar
seperti sekarang ini.”
“Kau akan
memberikan apapun untukku?” tanya Daehyun.
“Daehyun-a,
aku menyayangimu sebagai adikku. Aku akan mengusahakannya. Apa yang kau
inginkan sebenarnya?” tanya Jinyoung ingin tau.
“Jinjja?
Jadi, kau akan memberikan apapun untukku? Jadi, kau bersedia memberikan Ryuri
untukku?” tanya Daehyun secara tiba-tiba. Kalimat singkat itu membuat jantung
Jinyoung berhenti berdegup selama sekejap. Sorot matanya kosong, tak berkedip
untuk sesaat. Ia berusaha mencerna kalimat itu di otaknya. Pikirannya buyar,
tak bisa berpikir jernih, ia tak mengerti apa maksud dari Daehyun. Ia menatap
kedua bola mata Daehyun. Daehyun membalas tatapan itu. Dan tatapan mata Daehyun
nampak sangat serius.
“Kau.. Apa
yang kau katakan? Apa yang kau maksud?” tanya Jinyoung tak mengerti.
“Aku mau, kau
menyerahkan Choi Ryuri padaku.” ucap Daehyun mantap.
“Kenapa..
kenapa harus Ryuri?” tanya Jinyoung. Berbagai pertanyaan terus berkelebat di
otaknya. Namun pertanyaan itu terlalu banyak baginya, Jinyoung tak dapat membaca,
dan memilahnya.
“Aku
menyukainya.” kata Daehyun. Jinyoung mengepalkan tangannya kuat, hatinya jelas
ingin memberontak. Tapi entah ia tak bisa melakukannya.
“Kau
sungguh-sungguh?” Jinyoung tak percaya dengan ungkapan Daehyun. Daehyun
mengedipkan matanya, “ya.”
Daehyun
menyunggingkan senyum pahit, “kenapa? Kau tak sanggup? Aku sudah tau itu.”
“Aniya. Ini tidak masuk akal. Tak bisakah kau
meminta hal lain dariku? Asal jangan yang satu ini. Aku benar-benar…” Jinyoung
tertunduk, “aku tak bisa.”
“Tak ada hal
lain yang aku inginkan,” Daehyun bangkit dari duduknya. “Jadi kesimpulannya,
aku akan tetap bersikap buruk seperti ini.”
Daehyun
meninggalkan Jinyoung yang masih diam, ia pergi ke kamar mandi, dan
membersihkan wajahnya yang penuh luka. Daehyun membasuh wajahnya dengan air
lalu ia memandang wajahnya di cermin. Jinyoung benar. Daehyun merasa dirinya
semakin buruk. Buruk sekali.
Tidak. Tidak
mungkin seperti ini. Apapun memang bisa saja terjadi. Semua hanya kebetulan.
Dan kebetulan itu hampir membuatnya gila. Jinyoung memandang ke hadapan jendela
kamarnya dengan tatapan kosong. Pikirannya menerawang. Jinyoung tak
mempercayainya. Bohong. Pasti Daehyun bohong. Tapi bagaimana Daehyun bisa
seserius itu?
Apa kesalahan
yang telah ia buat? Kenapa di saat ia menyadari bahwa ia menyukai Ryuri,
Daehyun mengatakan hal yang sama? Dari sekian banyak namja di dunia ini,
mengapa mereka menyukai orang yang sama?
Apa ia harus
menyerah? Ia tak tau. Mungkin, ia tak mau. Jinyoung meremas rambutnya.
Kepalanya sudah dipenuhi banyak pikiran. Dan itu sakit.
*You Belong
With Him*
Jinyoung
membuka matanya. Ia terbangun dari tidurnya. Matahari pagi sudah bersinar
melewati kaca jendelanya. Kepalanya terasa berat. Mungkin karena terlalu lelah.
Jinyoung melihat dindingnya, memandangi arah jarum jam yang terus berputar.
Astaga, jam
berapa sekarang ini? Jinyoung segera bangkit dari kasurnya. Ia terlambat
bangun. Jinyoung mandi cepat-cepat, lalu berpakaian. Setelah itu ia keluar
kamarnya.
Jinyoung
memandang pintu kamar di sampingnya. Pintu itu tertutup rapat. Entah kenapa
selalu seperti itu, mungkin pemiliknya memang melarangnya untuk masuk. Meskipun
begitu, Jinyoung selalu menerobos masuk lalu membangunkan orang di dalamnya.
Namun kali ini ia merasa enggan. Mengingat apa yang kemarin, Ia tak ingin
melihat wajahnya untuk sementara waktu. Seakan tak peduli.
Jinyoung menuruni
tangga dengan tergesa-gesa. Ia melihat Eomma-nya seperti biasa, menyiapkan
sarapan di atas meja. Ia menghampiri Eomma, lalu dibalas senyuman hangat.
Jinyoung mencium pipi Eomma-nya.
“Aku harus
berangkat sekarang.” pamit Jinyoung.
“Kau tak
sarapan?” tanya Eomma. Jinyoung menggeleng, “aku sudah hampir terlambat.”
“Aku pergi
dulu. Jaga diri Eomma.”pesan Jinyoung lalu tersenyum. Ia lalu berjalan menuju
pintu luar.
“Daehyun
sudah bangun?” tanya Eomma.
Jinyoung
terdiam sejenak, ia memang sudah tau, Eomma pasti akan menyebut nama Daehyun,
“aku tidak tau.”
Jinyoung lalu
berjalan ke luar. Ia tak mau Eomma bertanya macam-macam padanya. Ia tau, Eomma
juga menyayangi Daehyun. Hanya saja Daehyun tak menyadari itu. Eomma selalu
bersikap seolah-olah ia berpihak pada Appa. Eomma tak pernah menunjukkan isi
hatinya di hadapan Daehyun. Eomma selalu menyayangi anak-anaknya.
Jinyoung tak
mau memikirkan Daehyun dan hal-hal yang berhubungan dengannya untuk sementara. Entah
kenapa Jinyoung menjadi menghindar seperti ini. Ia hanya tak biasa dengan
hal-hal yang memberatkan pikirannya.
*You Belong
With Him*
Jinyoung
melangkah dengan malas ke dalam rumahnya. Satu hari ini ia merasa sangat buruk.
Ia tau, seharusnya ia tak usah terlalu memikirkan kata-kata Daehyun. Tapi ia
sudah terlanjur berperasaan buruk sejak pagi. Inilah Jinyoung, hari-harinya
tergantung pada bagaimana ia mengawali paginya.
“Jinyoung-a..”
suara Appa memanggil Jinyoung dengan lembut. Jinyoung menoleh ke arah Appa-nya
itu. Appa duduk sendiri di sudut ruangan. Punggungnya bersandar pada dinding.
Raut wajahnya menunjukan ia sangat lelah hari ini. Jarang sekali Jinyoung
menemukan Appa-nya yang seperti ini.
Jinyoung
menghampiri Appa, “ne?”
“Kemarilah.”
kata Appa. Jinyoung duduk di samping Appa. Firasatnya tak baik, melihat wajah
Appa yang begitu lelah, memanggilnya dengan tiba-tiba.
“Ada apa? Apa
ada masalah?” Jinyoung bertanya dengan hati-hati. Appa memandangi wajah
Jinyoung lalu menepuk bahunya.
“Kau anak
yang baik Jinyoung. Aku bangga memiliki anak sepertimu.” kata Appa. Jinyoung
semakin bingung, apa tujuan Appa sebenarnya.
“Ah,
gamsahamnida, Appa.” kata Jinyoung. Appa hanya mengangguk, lalu pandangannya
menerawang, “andai saja Daehyun juga sepertimu.”
Jinyoung tak
membalas Appa-nya.
“Bisakah kau
menolong Appa?” tanya Appa.
Jinyoung
mengerutkan dahinya, “me.. nolong?”
“Jinyoung-a,
Appa sudah lelah dengan sikap Daehyun. Appa sudah melakukan banyak hal, tapi
Appa tetap tak bisa menghentikan sikap buruknya itu. Kau adalah satu orang yang
bisa Appa percaya.”
“Maksud
Appa?”
“Bisakah kau
membuat Daehyun merubah sikapnya?” pinta Appa. Jinyoung terdiam. Pikirannya
terasa kosong sesaat. ia seperti tak bisa mengerti kata-kata yang terlontar
dari Appa. Tubuhnya lemas. Ia sudah terlalu terbebani. Ia lelah. Jangan bebani
lagi.
“Kau mau
menolong Appa?” tanya Appa lagi.
Jinyoung
memandang wajah Appa. Raut wajah yang begitu lelah. Matanya yang tampak sayu.
Bibirnya yang kering. Kenapa Appa menunjukkan wajah seperti itu di hadapannya
sekarang? Jinyoung tak mau melihatnya di saat seperti ini.
Jinyoung
tersenyum lembut menatap Appa, “ne, Appa..”
Appa mengelus
punggung Jinyoung, “jeongmal gomapta, Jinyoung-a.”
“Ne,
gwaenchanha. Aku istirahat dulu, Appa.” kata Jinyoung. Ia lalu bangkit menuju
kamarnya. Ia menjatuhkan dirinya di kasur. Ia menelungkupkan kepalanya. Apa
lagi yang ia lakukan? Mengapa dengan mudahnya berkata bahwa ia menyanggupinya.
Ah, Jinyoung-a, apakah kau tak berpikir panjang sebelum berbicara? Beginilah
jadinya. Kau harus menanggung resikonya.
*You Belong
With Him*
Angin
berhembus begitu sejuk, membuat suasana menjadi hangat. Daehyun
mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia terbangun dari tidurnya. Oh, Tuhan. Jam berapa
sekarang? Sudah berapa lama ia tertidur di bawah pohon?
Daehyun
mengusap wajahnya. Ia melakukan pelanggaran. Lagi. Ia membolos dari jam
pelajaran di sekolahnya. ia harap gurunya tak menyadari perbuatannya ini. Hari
ini ia benar-benar bosan, perasaannya sedang tak baik. Ia memutuskan untuk
membolos dan pergi ke sini. Ke sebuah pohon di tengah taman kota. Daehyun suka
tempat ini. Tempat yang paling nyaman untuk beristirahat. Ia tidur tanpa
tengaja. Dan ia baru terbangun sekarang. Sepertinya ia sudah banyak membuang
waktunya.
Ia masih
bersandar di pohon. Daehyun ingin beranjak, pulang ke rumah, tapi rasanya malas
sekali. Lebih baik berteduh sebentar di sini. Kalau ia bisa, ia ingin membangun
rumah di sini, dan mungkin ia akan terlihat seperti seeker monyet yang
bersarang di pohon. Daehyun tersenyum tipis, geli sendiri dengan pikirannya.
Pandangan
Daehyun terfokus pada seorang gadis. Seorang gadis dari kejauhan sedangan
meminum sekotak susu. Daehyun tak meliahat wajah gadis itu dengan jelas. Tapi
ia rasa, ia mengenal gadis itu. Ryuri.
Gadis itu
masih serius dengan sekotak susu strawberry yang begitu nikmat baginya. Setelah
menyadari susunya telah habis, ia memandang sekeliling, mencari tempat sampah.
Tapi matanya memandang seorang lelaki yang duduk di bawah pohon. Gadis itu
mendengus pelan. Malas berurusan dengan lelaki itu, lebih baik ia berpura-pura
tak kenal.
“Yaa, kenapa
membuang muka?” tanya Daehyun. Ryuri bersikap tak acuh pada Daehyun. Ia tak mau
meladeni anak menyebalkan itu.
“Yaa, apa kau
membenciku?” tanya Daehyun lagi. Ryuri terus berjalan melewati Daehyun. Dalam
hatinya ia berseru,dan ingin sekali
berteriak mengungkapkannya, ya aku sangat
membencimu tauu! Kenapa? Ga suka?
Masalah buat lo? :p
“Yaa, apa kau
menyukaiku?” tanya Daehyun lagi. Ryuri menoleh padanya, “yaa, kalau kau mau
bicara, bicaralah dengan masuk akal! Aku tidak menyukaimu, sangat sangat sangat
tidak menyukaimu!”
Daehyun
tersenyum geli, kenapa gadis itu baru sekarang merespon kata-katanya. Ryuri
memandang Daehyun kesal. Seharusnya ia tak perlu menanggapi Daehyun seperti
itu. namun namja itu selalu memancing harimau mulutnya.
Kemudian
mereka saling diam. Daehyun mendongak. Menatap daun-daun yang bergerak
terhembus angin. Mendengar suara gemerisik dari daun-daun yang saling
bergesekan. Ryuri tak memandang Daehyun dengan bingung. Untuk apa tadi Daehyun
menegurnya?
“Yaa, untuk
apa tadi kau menegurku?” tanya Ryuri. Daehyun menoleh, “iseng.”
Ryuri semakin
jengkel. Dasar bocah iseng,
gerutunya. Ia gemas. Ryuri berjalan menghampiri Daehyun yang masih menatap
lurus pada angkasa. Daehyun tau Ryuri menghampirinya, hanya saja ia pura-pura
tak peduli.
Tiba-tiba
Ryuri menginjak sepatu Daehyun dengan cukup keras.
“Ahh!!
Apeuro!!” seru Daehyun. Kakinya terasa sakit. “Mengapa kau menginjak sepatuku?”
“Iseng.” ucap
Ryuri sambil menjulurkan lidah. Daehyun mendengus kesal. Ryuri merasa puas,
mereka satu sama. Setelah itu Ryuri
bergegas pergi.
Daehyun
menarik ransel Ryuri yang menggantung di punggungnya. Ryuri berjalan mundur,
sambil menyeimbangkan tubuhnya yang hampir jatuh.
“Mau ke mana
kau?” tanya Daehyun.
“Mau pulang.”
“Enak saja!
Kau harus bertanggung jawab atas kakiku. Jari-jariku terasa akan membengkak.”
kata Daehyun.
Ryuri malah
tertawa. “Tidak sampai segitunya.”
Ryuri duduk
di samping Daehyun. Ia meluruskan kedua kakinya dan menghirup udara segar. Ternyata
duduk di sini sejuk juga.
“Tempat ini
menyenangkan.” kata Ryuri.
“Atau mungkin
karena ada aku di sini?” canda Daehyun. Ryuri memutar bola matanya.,
“seharusnya tempat ini bisa lebih menyenangkan jika kau tak ada di sini.”
Daehyun
tertawa kecil, ia lalu kembali menatap langit, “ya, tempat ini memang
menyenangkan. Aku suka tempat ini.”
“Aku tidak
tanya.” kata Ryuri. Daehyun diam saja. Mungkin ia sudah mulai terbiasa dengan
sikap Ryuri yang seperti itu.
“Aku kabur
dari jam pelajaran untuk tidur di sini.” ungkap Daehyun.
Ryuri
menoleh, “jinjja?”
“Aku benci
jika seonsaengnim mengganggu tidur siangku.”
Ryuri
mengangguk, “ya, apakah mereka tidak mengerti? Belajar terus menerus itu menguras
otak. Bukankah mereka menyebalkan?”
“Ya, murid
butuh istirahat. Tapi mereka memaksa kita untuk tetap bangun dan terus
berpikir. Tega sekali.”
“Benar.” kata
Ryuri setuju.
Daehyun
memandang Ryuri, “kau setuju padaku?”
Ryuri nyengir
lebar, “aku juga orang yang suka tidur di kelas.”
Daehyun
tertawa, “kau ternyata tak ada bedanya denganku.”
“Tentu saja
aku beda denganmu. Aku tidak sampai kabur dari jam pelajaran untuk tidur di
tempat seperti ini.” bela Ryuri.
“Tak ku
sangka gadis sepertimu juga suka tidur di kelas.” kata Daehyun.
“Tidur itu kan
manusiawi,” kata Ryuri.
Daehyun tertawa
kecil, apa yang dikatakan Ryuri barusan sama benar dengan pendapatnya. Ia
menggeleng pelan, “aneh sekali. Mengapa kau bisa berpacaran dengan Jinyoung?”
Raut wajah
Ryuri kembali serius. Inilah yang menjadi pertanyaannya sejak awal. “Mengapa
kau bilang aku pacar Jinyoung?”
Daehyun
memandang Ryuri. Ryuri bertanya sesuatu yang ganjil. Daehyun berpikir keras apa
maksud dari pertanyaannya barusan. “Kau bukan pacar Jinyoung?”
Ryuri
tertunduk, “bukan.”
Daehyun
sedikit terperangah mendengarnya. Oh ya, selama ini ia tak pasti akan hubungan
Jinyoung dan Ryuri. Jinyoung sendiri pun tak pernah bilang begitu. Selama ini
tak ada gadis yang pernah dekat dengan Jinyoung seperti Ryuri. Jadi ia
mengambil kesimpulan seenaknya. Jinyoung pacar Ryuri. Hanyalah anggapannya.
“Oh, begitu
rupanya.” ucap Daehyun.
“Yaa! Aku
tanya, kenapa kau bilang aku pacar Jinyoung?” tanya Ryuri lagi.
“Oh, aku
hanya merasa seperti itu.” kata Daehyun singkat.
Ryuri menatap
Daehyun, “apa menurutmu aku cocok dengan Jinyoung?”
Daehyun
menatap Ryuri balik. Wajah gadis itu tampak penuh harap. “Tidak.”
Ryuri
cemberut, “yaa!!”
*You Belong
With Him*
Daehyun
menaiki tangga dengan malas menuju kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya lalu
masuk ke dalamnya. Pintu kamarnya ditutup tanpa dikunci. Tiba-tiba terdengar
suara ketukan pintu dari luar kamarnya.
“Daehyun-ah,
boleh aku masuk?”
Daehyun
mengenali suara itu. Suara Jinyoung. Namun Daehyun tak menanggapi Jinyoung. Ia
beranjak dan mengganti pakaiannya.
Jinyoung
membuka pintu kamar Daehyun. Daehyun sedikit terkejut meski raut wajahnya tetap
tenang.
“Yaa, aku
belum memberimu izin masuk,” kata Daehyun sambil membuka kancignya. Ia lalu melepas
seragam sekolahnya.
Jinyoung
menghela nafas panjang, memperhatikan gerak-gerik adiknya itu. Dengan suara
lirih Jinyoung memanggilnya, “Daehyun-ah..”
“Hmm..”
“Kita buat
perjanjian.” ucap Jinyoung.
“Aku tak
begitu suka janji,” kata Daehyun.
“Daehyun-ah..”
Daehyun
berhenti dari aktivitasnya. Ia melihat wajah Jinyoung yang begitu cemas.
Daehyun menghampiri Jinyoung. Menatap wajahnya dengan berani. “Perjanjian apa?”
“Aku bersedia
memberikan Ryuri padamu.”
Tubuh Daehyun
terasa kaku sementara. Sepotong kalimat yang diutarakan Jinyoung sungguh tak
terduga. Bagaimana bisa? Apa yang membuatnya berkata seperti itu? Semua ini
terasa aneh baginya.
“Mwo?” tanya
Daehyun tak yakin.
“Aku akan
memberikan Ryuri padamu sesuai keinginanmu. Asalkan kau juga mengikuti
keinginanku,” kata Jinyoung. Daehyun tertawa, “kau lucu.”
“Aku tidak
sedang melucu,” kata Jinyoung.
Daehyun
berhenti tertawa, “kau serius?”
“Aku serius.”
Jinyoung
jarang bercanda, atau mungkin tidak pernah menurut Daehyun. Ia heran, apa yang
membuatnya tiba-tiba berkata seperti itu. “Memangnya apa yang kau inginkan?”
“Aku ingin
kau menjadi anak yang baik,” pinta Jinyoung.
“Maksudmu?”
“Aku ingin
kau hidup seperti anak sekolah pada umumnya. Jangan pernah berkelahi lagi.
Jangan sering pulang terlambat. Jangan membolos sekolah. Jangan pernah melawan
Appa-mu. Rajin belajar dan tunjukkan pada Appa bahwa kau bukan anak yang
memalukan nama keluarga,” terang Jinyoung.
Daehyun
mencerna kata-kata itu dengan baik di otaknya. Ia tak yakin akan bisa melakukan
hal itu. Tapi ini sangat menarik. Ini seperti permainan, “kau punya banyak
sekali syarat. Berarti, aku juga boleh memberikan syarat. Ya kan?”
Jinyoung
menatap Daehyun dengan perasaan khawatir, “syarat apa?”
“Kau ternyata
bukan pacar Ryuri. Ya kan?” tanya Daehyun meyakinkan.
Jinyoung
menunduk, “ya, benar.”
“Kalau
begitu, jangan dekati dia. Jangan menyapanya. Jangan tersenyum padanya atau
bersikap ramah dengannya. Jangan hiraukan dia. Jangan bersikap seperti kau
mempunyai perasaan padanya. Anggaplah kau tak mempunyai hubungan dengannya.”
Jinyoung tertegun.
Jantungnya terasa sakit. “Kenapa syaratnya seperti itu?”
“Karena itu
mauku. Kau sanggup?”
Jinyoung lemas.
Pikirannya kacau. Namun ia harus menghadapi Daehyun dan semua keinginannya.
Sekarang.
“Aku akan
menyanggupinya jika kau bisa memenuhi janjimu,” kata Jinyoung.
Daehyun
tersenyum, “aku akan memenuhi janjiku.” Ia mengulurkan tangan kanannya. Ajakan
pada Jinyoung untuk berjabat tangan.
“Satu lagi.
Kau harus berjanji, jangan sakiti Ryuri. Jangan sampai ia terluka.”
“Aku janji,”
kata Daehyun. Jinyoung menatap Daehyun lama. Menatap mata Daehyun. Daehyun
terlihat serius. Sangat serius. Jinyoung lalu meraih tangan Daehyun. Mereka
berjabat tangan.
“Aku janji.
Kita sepakat.”
*You Belong
With Him*
It’s
been so long
Me, liking you and you never know
I worry that I might get caught
Keep thinking if I should say or not
Me, liking you and you never know
I worry that I might get caught
Keep thinking if I should say or not
Jinyoung melakukan
aktivitas seperti biasanya. Ia bangun tidur, mandi, berpakaian, menghampiri
Eomma-nya untuk sarapan bersama. Eomma hanya membalas senyum padanya ketika ia
menyapa Eomma dan duduk di kursi makan.
“Daehyun
sudah bangun?” tanya Eomma. Selalu pertanyaan yang sama.
“Daehyun,
dia..”
“Annyeong
haseyo.” Tiba-tiba Daehyun menuruni tangga dan menghampiri mereka. Eomma
menatap Daehyun nanar. Mimpi apa dia semalam? Hari ini, Daehyun bangun lebih
awal untuk sarapan bersama
Jinyoung hanya memandangi Daehyun. Apa, dia
sudah mulai berubah?
Do you know my mind?
Are you pretending like you don’t know?
Pretending like you can’t overcome it
Can’t you just accept my heart?
Are you pretending like you don’t know?
Pretending like you can’t overcome it
Can’t you just accept my heart?
Ryuri segera menunduk dan meminta
maaf. Ia memandang orang di hadapannya lalu tersenyum hangat, “Ah, Sunbaenim.
Jeongmal mianhae.”
Jinyoung hanya diam. Ia benar-benar
bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia tak bisa bersikap buruk pada
gadis di hadapannya ini. Ia memutuskan untuk diam saja. Dan pergi.
Apa yang tadi itu? Ryuri mematung
sejenak. Memandangi langkah kaki Jinyoung yang berjalan cepat meninggalkannya
sendirian. Jinyoung tak mengucapkan apa-apa padanya. Apa ada masalah yang
terjadi dengannya? Kenapa Jinyoung bersikap sedingin itu?
My love, my love
Please open up your mind
I’ve been tired of waiting
So exhausted but so that I won’t fall
Please hold my hand..
Please open up your mind
I’ve been tired of waiting
So exhausted but so that I won’t fall
Please hold my hand..
Even I’m talking with people
but I still think of you all day
How to do so I can tell you about my mind
You’re my only one..
but I still think of you all day
How to do so I can tell you about my mind
You’re my only one..
Daehyun berdiri
bersandar pada sebuah pohon. Ia menatap lurus pada gadis itu. Ryuri berjalan
santai, sesekali ia tersenyum saat menyapa temannya. Gadis itu tak menyadari
kehadirannya. Apakah ia harus menghampirinya sekarang?
Daehyun mengacak
rambutnya sendiri. Sekarang ia tak tau apa yang harus ia lakukan. Untuk suatu
tujuan bodoh, semua ini terjadi. Jinyoung telah melaksanakan apa yang ia
katakan. Menjauhi Ryuri. Lalu sekarang apa? Apa sekarang waktunya Daehyun yang
mendekati Ryuri? Untuk apa sebenarnya?
Ia tau dirinya
benar-benar jahat. Ia hanya ingin Jinyoung merasa menderita sepertinya.
Because I love you so much,
Because I like you so much,
Please don’t turn away
Please accept my heart
I’ll make you happy forever
I want to be with you
Can’t you just come to me
Because I like you so much,
Please don’t turn away
Please accept my heart
I’ll make you happy forever
I want to be with you
Can’t you just come to me
My love, my love
Please open up your mind
You’re more important than my life
I love you, Until this world ends
will you be with me…
Please open up your mind
You’re more important than my life
I love you, Until this world ends
will you be with me…
-B1A4
Sandeul – Crush (짝사랑)-
*You Belong
With Him*
Langkah Ryuri
tampak begitu lemas. Kepalanya terus tertunduk. Pikirannya hanya pada Jinyoung.
Ia tau, seharusnya ia tak usah terlalu memikirkan hal ini. Atau mungkin
konsdisinya sedang tak baik. Mungkin saja Jinyoung sedang kesal. Atau mungkin
saja Jinyoung membenci Ryuri? Sampai-sampai ia tak mau berbicara dengan Ryuri?
Ryuri merasa
benar-benar bodoh. Ia terlalu banyak berharap pada Jinyoung. Jinyoung hanya
menganggapnya teman. Meskipun teman dekat pun juga bukan. Ia hanya satu
diantara teman Jinyoung yang lain. Sama. Jadi apa yang Ryuri inginkan lebih?
Bukankah itu saja sudah cukup?
Mungkin
dirinya yang selalu menginginkan lebih. Lebih baik lupakan semua hal ini. Ryuri
menegakkan kepalanya. Menatap lurus ke depan.
Samar-samar,
Ryuri mendengar suara derap kaki di belakang mengikutinya. Ia mempercepat
langkahnya, dan suara itu nampak seperti mengejarnya. Di
jalan sepi dan sempit seperti ini, bisa saja ada orang yang akan berbuat jahat
padanya.
Perasaannya menjadi buruk.
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar