Author : @AiXia0929
Genre : Romance
Length : 6 shoot
Cast :
Choi Ryu Ri as Choi Ryu Ri
B1A4 Jin Young as Jung Jin Young
B.A.P Dae Hyun as Jung Dae Hyun
Samar-samar,
Ryuri mendengar suara derap kaki di belakang mengikutinya. Ia mempercepat
langkahnya, dan suara itu nampak seperti mengejarnya. Di jalan sepi dan sempit
seperti ini, bisa saja ada orang yang akan berbuat jahat padanya. Perasaannya
menjadi buruk.
Ryuri mencoba
tenang. Ia tau apa yang harus ia lakukan. Ia menarik nafas dalam. Kemudian
bersiap mengerahkan tenaganya.
Ryuri
menghitung dalam hatinya, lalu berbalik ke belakang dengan cepat. Ryuri meraih
tangan orang di belakangnya, lalu melakukan teknik banting sehingga orang itu
jatuh ke tanah sempurna. Ia merasa cukup puas.
“Ah..
Aphayo..” kata orang itu sambil memegangi punggungnya yang hampir remuk. Ryuri
memandang sesuatu yang aneh dari orang itu. Pakaiannya nampak seperti seragam
sekolah. Dan rambut pirangnya tak asing.
Ryuri
bertekuk lutut, lalu memandang orang yang tergeletak di hadapannya, “eomeona!
Apa yang sedang kau lakukan, huh?”
Orang itu
mencoba bangkit, ia duduk menghadap Ryuri dengan tatapan kesal, “aku yang
bertanya, apa yang kau lakukan padaku?”
“A, aku..,”
Ryuri tertunduk, mengetahui orang itu adalah Daehyun yang tak bermaksud jahat
padanya, “yeongseohae..”
“Gwaenchanhayo?” tanya Ryuri. Daehyun menatap
Ryuri jengkel sambil meringis, “tentu saja tidak!”
Daehyun mencoba bangkit. Tapi rasa sakit di punggung
dan kepalanya benar-benar membuatnya
kekuatannya mendadak hilang. Ia masih terkapar di tanah, tak sanggup bangun.
“Bantu aku, ppalli!”
Ryuri yang tersadar dari pikirannya
segera membantu Daehyun berdiri. Ryuri memegangi kedua bahu Daehyun. Yeoja itu
menuntunnya melewati jalan sempit tersebut, menuju ke jalan lebar, tempat yang
lebih terang. Ia melirik sebuah kursi yang tak jauh dari tempat mereka
berpijak. Mengantar Daehyun ke sana.
Daehyun duduk di kursi, begitu juga
Ryuri, ia duduk di sampingnya. Daehyun masih merintih, sesekali memijat
kepalanya. Ryuri memandangi namja di sampingnya itu. Tak seperti kelihatannya,
namja ini sebenarnya begitu rapuh. Entahlah, ia merasa seperti itu. ia merasa
bisa mengenali namja itu. Ia merasa..
“Argh, ini semua gara-gara kau!”
keluh Daehyun tiba-tiba. Ryuri menyerngitkan dahinya menatap Daehyun.
“Mwo? Aku? Baiklah, aku memang yang
membuatmu seperti ini. Tapi ini juga salahmu! Siapa suruh berjalan
mengendap-endap dibelakangku?!”
“Apa aku salah berjalan di
belakangmu? Lagipula, itu jalan umum! Siapapun boleh jalan di sana,”seru
Daehyun.
“Tapi kau sangat mencurigakan! Kau
seperti orang jahat!” balas Ryuri.
“Tapi seharusnya kau lihat dulu
siapa yang ada di belakangmu!”
“Tapi aku kan sudah minta maaf!
Argh.” Ryuri menatap lurus jalanan di hadapannya. Kini suasana terasa sunyi,
hanya suara deru transportasi yang berlalu lalang di sepanjang jalan, dan suara
angin yang berhembus kencang menggelitik telinga mereka. Daehyun ikut diam.
Bisa saja ia membalas kata-kata Ryuri barusan. Hanya saja, melihat raut wajah
Ryuri yang sepertinya sudah tak mau meladeninya lagi, akan percuma saja jika
dilakukan.
Daehyun menatap yeoja di sampingnya.
Meski diperhatikan seperti itu Ryuri tetap tak menoleh. Kepalanya tertunduk,
pandangan matanya lurus. Baru kali ini Daehyun menemui keadaan seperti ini.
Keadaan dimana Ryuri diam. Tak berkobar untuk berdebat dengannya. Ada sesuatu
yang terjadi padanya.
“Kau.. memikirkan sesuatu?” ucap
Daehyun tiba-tiba, memecah keheningan. Ryuri mengedipkan matanya. Menggelengkan
kepalanya. Baru sadar bahwa ada Daehyun di sampingnya. Ia menoleh. Daehyun
memandanginya heran. Apa Daehyun memandanginya sejak tadi?
“Er, apa? Ah, tidak,” ucap Ryuri
seadanya. Ia tak mau ada orang lain yang mencampuri urusannya. Untuk saat ini.
“Bodoh sekali,” kata Daehyun. Ryuri
menyipitkan matanya, “apa?”
“Tak masalah jika kau tidak mau
bercerita padaku. Tapi mengatakan kau tidak memikirkan sesuatu sementara
wajahmu berkata iya, itu jelas bohong,” kata Daehyun. Ryuri mendengus pelan.
Daehyun benar.
“Siapa yang kau pikirkan? Pacarmu?
Atau.. orang yang kau sukai?” tanya Daehyun iseng.
“Seperti yang kau katakan, aku tak
mau cerita,” kata Ryuri.
Daehyun mengangguk pelan. Layaknya mengerti benar
bahwa Ryuri sedang tak ingin bicara panjang lebar dengannya. Mungkin ‘hantu
bisu’ sedang merasukinya. Jadi, ia membiarkan dirinya yang bicara, “dulu aku
pernah menyukai seorang yeoja.”
Ryuri menoleh dengan tatapan bingung, “lalu?”
“Dia adik kelasku. Dia cantik sekali. Seperti bidadari
jatuh dari surga di hadapanku. Eeaaa. Ini ciyyus loh. *-_-* Yang aku lakukan sama
sepertimu. Diam. Memikirkannya. Tak peduli dengan sekitarku. Aku ingin
melihatnya setiap hari. Selalu merindukannya. Ya, seperti itulah kira-kira,” terang Daehyun. Ryuri
terkekeh. Terasa aneh jika yang bercerita seperti itu adalah seorang Daehyun.
“Ya, ya, lalu? Lalu?” tanya Ryuri. Daehyun tersenyum
menyeringai, “kau ingin tau?”
Ryuri menghela nafas, “ya, aku ingin tau.”
“Aku pernah mencoba menyatakan rasa sukaku padanya.
Rasanya berat sekali. Tapi aku memberanikan diri. Dan…”
“Mwo?” Ryuri menatap Daehyun lekat. Penasaran dengan
kelanjutan ceritanya. Daehyun mendengus, “dan.. ya akhirnya seperti itu.”
Ryuri mengerutkan dahinya, “seperti itu apa?”
“Pokoknya seperti itu.”
“Apa? Apa dia menerimamu? Atau menolakmu? Ayolah..”
tanya Ryuri. Ia terus mendesaknya. Daehyun menggaruk kepalanya pelan,
seharusnya ia tak menceritakan hal ini, “dia menolakku mentah-mentah dan lari
begitu saja. Dia bilang, aku orang yang tak punya masa depan.”
Ryuri terbahak. Cukup keras. Daehyun tau hal ini akan
terjadi. Ia tau, Ryuri pasti akan meledeknya habis-habisan. Makanya setengah
mati ia menyesal menceritakan pengalaman buruknya pada Ryuri. Lagipula, untuk
alasan apa tadi Daehyun menceritakan hal ini.
“Kau.. malang sekali! Hahaha.. kasian deh..” ucap
Ryuri masih terbahak.
“Sudah hentikan! Kau membuatku terlihat sangat buruk!”
seru Daehyun.
“Kau memang terlihat sangat buruk..” Ryuri berusaha
keras menahan tawanya. Ia menarik nafas dalam, lalu menghelanya. Cukup
melelahkan tertawa seperti tadi.
“Terserah,” ucap Daehyun. Ryuri tersenyum pada
Daehyun. Senyum itu muncul lagi. Muncul karena dia. Karena Daehyun.
“Jadi benar kan?” tanya Daehyun. Ryuri berkerut,
“benar apa?”
“Kau melakukan hal yang sama denganku. Memikirkan
orang yang kau sukai. Ya kan?” tanya Daehyun meyakinkan.
Ryuri tertawa kecil, “tadinya aku pikir, kau orang
yang tak bisa apa-apa.” Daehyun cemberut, “mwoya?”
“Tapi ternyata kau cukup pintar dalam hal ini,” kata
Ryuri. Daehyun tersenyum puas.
“Aku memang memikirkannya,” Ryuri akhirnya bicara.
Mungkin tak ada salahnya menceritakan hal yang ada di pikirannya.
“Aku memikirkannya. Dia baik sekali padaku. Orang yang
begitu perhatian. Tapi entah sejak kapan, sikapnya jadi berubah. Ia menjadi
dingin. ia tak bicara padaku. Aku.. tak tau dimana salahku,” jelas Ryuri sambil
tertunduk menatap kedua ujung sepatunya yang dimainkannya.
“Padahal tadinya aku ingin mengajaknya pergi ke toko musik berdua. Kita punya selera
yang sama. Tapi dia malah tak bicara apapun padaku.”
Sejenak, Daehyun terdiam. Menyadari sesuatu dalam
pikirannya. “Kau benar-benar menyukainya?”
Ryuri menghela nafas. “Aku tak tau. Seharusnya tidak.”
Suasana kembali hening. Daehyun menatap kosong
pandangan di hadapannya. Ia tau benar apa yang Ryuri maksud. Itu semua yang
membuatnya diam sejak tadi. Orang yang merasuki pikirannya. Orang yang
–mungkin– disukainya. Orang itu… Jinyoung. Pasti.
“Suka…” Daehyun berbisik pelan. Namun suaranya masih
bisa terdengar jelas oleh Ryuri. “—ternyata menyusahkan, ya,” lanjut Daehyun.
Ryuri menatap siluet Daehyun yang terlihat dari
samping. Wajah yang begitu lelah. Rambutnya yang selalu acak. Sorot matanya
yang tampak sangat layu. Seketika, ia baru tersadar. Orang ini mampu membuat
apa yang mengganggu pikirannya hilang untuk sementara waktu. Orang ini
membuatnya tersenyum hari ini. Tersenyum dengan tulus.
“Kau terlihat begitu kacau,” ucap Ryuri tiba-tiba.
Daehyun menoleh, ganti menatap raut wajah Ryuri. “Kau
juga.”
Ryuri mendengus, “Kekacauanmu menggelikan. Membuatku
ingin tertawa.”
Daehyun tersenyum kecut, “baiklah, bagus kalau
begitu.” Kemudian wajahnya datar kembali.
“Terima kasih,” kalimat itu terlontar begitu saja dari
bibir Ryuri. Daehyun diam sejenak. Ryuri tersenyum padanya. Ada apa, Daehyun
tak mengerti. Ia hanya kembali menatap lurus.
“Yaa..”
“Hmm..”
“Kau mau menemaniku ke toko musik?”
Mata Daehyun tak berkedip selama beberapa detik.
*You Belong With Him*
Entah sudah berapa lama waktu yang ia habiskan di
depan cermin. Menata rambutnya yang menurutnya tak rapi itu. Meskipun serapi
apapun, ia merasa penampilannya tak kunjung cukup baik.
Baiklah. Sudah cukup. Untuk apa berpenampilan baik di
hadapan namja seperti itu. Ryuri menghembuskan nafasnya. Tak lama, Eomma
memanggilnya dari balik pintu kamarnya. Ryuri menoleh ke belakang, Eomma-nya
telah membuka pintu.
“Ryu, kau mengenal orang di depan itu? Dari tadi ia
terus mondar-mandir di depan...”
Itu pasti Daehyun. Ryuri segera mengambil tasnya.
“Eomma, aku pergi dulu. Sampai nanti.”
Ryuri pamit dan berlari ke luar rumah. Benar saja,
Daehyun di depan pagar rumahnya. Ia hanya mondar-mandir tak jelas. Daehyun
menyadari kehadiran Ryuri yang menghampirinya memasang tampang cemberut. “Kau
lama sekali.”
“Kenapa kau hanya mondar-mandir di sini? Kenapa tidak
mengetuk pintu rumahku?!” keluh Ryuri. Orang ini benar aneh.
“Sudahlah. Jangan dipikirkan. Kajja,” ajak Daehyun.
Ryuri hanya menggembungkan pipinya. Ia mengekor pada Daehyun yang sudah
berjalan lebih dulu di hadapannya. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti.
“Chamkanman!” seru Ryuri. Daehyun menghentikan
langkahnya lalu berbalik, “waeyo?”
“Kita berjalan kaki?” tanya Ryuri.
“Maunya?” kata Daehyun cuek. Ryuri menatap Daehyun
dengan ekspresi tak terima, “kalau begitu sama saja aku pergi bersamamu atau
sendirian.” Kemudian Ryuri berjalan cepat, mendahului Daehyun yang masih tetap
pada posisinya.
“Ah.. jadi kau mengajakku pergi karena menginginkan
tumpangan?!” tanya Daehyun sedikit berteriak. Ryuri menoleh pada Daehyun sambil
terus berjalan. Ia menjulurkan lidahnya.
Daehyun menatap kesal yeoja itu, lalu mengejar
langkahnya, “yaa!!”
Pada akhirnya
mereka menaiki kereta menuju Gangnam (?). Mungkin karena hari libur, keadaan
stasiun kereta begitu ramai. Setelah mereka membeli tiket, mereka memasuki
gerbong kereta. Kereta begitu sesak penumpang, sehingga mereka harus terpaksa
berdiri berdesakan. Ryuri berdiri di tepat di depan Daehyun. Mau tak mau,
posisinya harus seperti itu.
Daehyun
memandang sekeliling. Percuma saja, ia tak leluasa bergerak. Jadi lebih baik ia
memandang ke arah lurus. Ryuri lebih pendek darinya, jadi yang terlihat
hanyalah rambut panjang Ryuri yang tergerai halus. Cahaya lampu meneranginya
sehingga tercipta kilauan lembut yang masih terlihat alami. Pandangan matanya
lalu turun ke wajah Ryuri. Wajah yang begitu man… apa? Apa yang ingin ia katakan?
Ia membuang
pandangannya. Ia memandang seorang lelaki paruh baya di hadapannya. Siapapun
asal bukan gadis itu. Untuk melupakan semua pikirannya barusan. Namun matanya
menangkap sesuatu. Tangan besar lelaki tersebut. Tangan itu mendekat ke arah
bokong Ryuri. Tangan jail..
Daehyun mencengkram
tangan tersebut dengan keras. Sekeras yang ia bisa. Ia lalu menatap tajam sang
pemilik tangan tersebut. Tatapan mereka bertemu. Mata Daehyun seperti
mengisyaratkan don’t-touch-it pada
lelaki tersebut. Daehyun melepaskan cengkramannya dengan kasar. Lelaki tersebut
menunduk, lalu secepat mungkin menghindari Daehyun dan tatapannya itu. Ia
mendesak orang-orang yang sedang berdiri agar menjauhi Daehyun.
“Ada apa?”
suara Ryuri mengejutkannya. Ryuri menatap mata Daehyun dengan heran. Gadis itu
tak tau yang sebelumnya terjadi. Ia tak tau apa-apa.
“Tidak. Tidak
ada apa-apa,” kata Daehyun santai. Lebih baik jika memang Ryuri tak
mengetahuinya. Daehyun kembali memandang sekeliling, sekaligus mengawasi
sekeliling. Rasanya berbeda. Rasanya seperti ia melakukan sesuatu yang berarti.
Tadi ia mencegah tindak pelecehan seksual. Bukan. Tepatnya ia melindungi Ryuri.
Ia melindungi gadis itu. Perlahan ia memandang lagi wajah itu. Ryuri yang
sedang terdiam. Rambutnya yang tergerai hampir menutupi sebagian wajahnya yang lembut
itu. Dan wajah itu menoleh tiba-tiba ke arahnya dengan senyuman, “kita sudah
sampai!”
Tangan Ryuri
menggandeng tangan Daehyun menuju pintu keluar. Entah kenapa seakan ia suka
berada di dalam kereta.
Mendadak suhu
tubuh Daehyun meningkat.
Tak lama, mereka
sampai ke sebuah toko musik. Ryurui menjajaki kakinya ke dalam. Ia
melihat-lihat album-album dari banyak musisi terkenal Korea dan dunia. Saking
seriusnya, ia meninggalkan Daehyun yang tadi di sampingnya.
Daehyun
memandang gadis itu. Ryuri nampaknya sudah sibuk dengan urusannya. Jadi ia
putuskan untuk pergi melihat-lihat sendiri. Ia tak pernah benar-benar tertarik
dengan musik sebelumnya. Ia tak tau banyak tentang musik. Ia hanya mengetahui
band-band lokal yang sedang terkenal saat ini.
Ia melirik
sebuah sample album ‘Catch Me’ milik TVXQ *cyeelah numpang tenar*. Ia
mengambilnya dan mencobanya di sebuah pemutar lagu. Daehyun memakai earphone
yang tersedia. Ia mendengarkan lagu ‘Catch Me’. Musik berdentum dengan sangat
baik di telinga. Setelah ia mendengarkan beberapa lagu, seseorang menepuk
bahunya.
“Kau suka
TVXQ?” tanya Ryuri yang kini berdiri di sampingnya. Daehyun tak mendengar
ucapannya dengan jelas, ia lalu melepas eraphone-nya, “ne?
Ryuri
mendengus, “kau suka TVXQ?” tanyanya lagi.
“Tidak juga,”
kata Daehyun.
“Mungkin kau
suka Big Bang?” air muka Ryuri menjadi cerah. Di tangannya, ia sudah
menggenggam sekantong plastik berisi sebuah album ‘Still Alive’ milik Big Bang.
*ini author kehabisan ide. Maklum
yah-_-v*
“Kau beli
itu?” tanya Daehyun. Ryuri mengangguk,
“kau suka?”
Daehyun
menggeleng pelan, “tidak juga.”
Ryuri
cemberut, ia mengambil sebuah album Big Bang yang terpajang sebagai sample. “Kau harus dengar.”
Daehyun
meliriknya, mungkin tak ada salahnya mencoba. Ia melepas kepingan CD TVXQ.
Namun entah mengapa rasanya sulit sekali. Ada kemungkinan CD tersebut
tersangkut di…
PRAK.
Mata Daehyun
membelalak. Ryuri pun sama, melihat hal di depan mereka. Kepingan CD tersebut
pecah terbelah dua.
“Apa yang..
Kau!” bisik Ryuri setengah berteriak.
Tangan Daehyun
sedikit gemetar. Ia benar-benar bingung akan apa yang harus ia lakukan
sekarang. Ia menoleh pada Ryuri. “Kau bawa uang lebih?”
Ryuri
mengerutkan dahi, “apa kau tak bawa uang?”
“Kira-kira..
hanya cukup untuk ongkos..”
“Ah, sial,”
gerutu Ryuri. “Aku hanya bawa uang untuk ini.”
Daehyun
memandang sekeliling. Berharap semoga siapapun tak ada yang melihat
perbuatannya barusan. Namun harapannya tak terkabul. Seorang penjaga toko
tengah mengawasi mereka sedari tadi. Penjaga toko itu menghampiri mereka dengan
tatapan tajamnya, “permisi..”
Daehyun
mencoba tersenyum, meskipun senyumannya lebih tampak seperti orang meringis,
“ya?”
“Apa kau akan
membayar untuk itu?” tanya sang penjaga toko.
“Oh.. itu..”
Daehyun menatap Ryuri yang hanya diam. Ia tak mau menambah urusan. Semua ini
salah Daehyun, jadi ia tak mau ikut campur dengan semua ini. Namun, Daehyun
bersamanya. Mau tak mau, ia jadi terlibat.
“Hana..”
bisik Daehyun. Ryuri mengernyit, “uh?”
“Dul… Set.
Lari!” Daehyun menarik tangan Ryuri erat. Ia berlari sekencang kencangnya.
Ryuri mengikuti langkah kakinya yang panjang. Ia terlalu terkejut, sehingga ia
belum senpat mengatur nafasnya.
“Scurity! Tangkap pencuri itu!”
Segera,
seorang scurity mengejar mereka.
Daehyun mendengar panggilan itu. Ia tak mau menoleh ke belakang. Otaknya tak
bisa bekerja lancar. Yang ada di pikirannya saat itu hanyalah menghindari
masalahnya yang menyangkut orang itu. Dan membawa Ryuri aman.
Mereka
melewati sebuah jalan sempit. Daehyun mengajak Ryuri bersembunyi. Hingga
beberapa saat mereka diam di sana. Sepertinya scurity itu telah gagal menemukan mereka.
“Gwaenchanha?”
tanya Daehyun. Nafasnya masih terengah-engah. Ia memandangi Ryuri yang pucat.
Semoga gadis itu baik-baik saja.
Ryuri
memandang Daehyun dengan marah. Kemudian ia menjitak kepala Daehyun. Daehyun
terdiam. Merasakan desiran hangat di seluruh tubuhnya ketika tangan gadis itu
menyentuh rambutnya.
“Neon..,”
Ryuri melepaskan kepalannya, “michyeo..”
Daehyun
menghela nafas. Tadinya, ia Ryuri akan memarahinya. Atau bisa jadi membencinya.
Gadis itu tidak seburuk yang ia pikirkan.
“Kau harus
ingat..” Ryuri mengacungkan jari telunjuknya. Kemudian ua menunjuk kepingan CD
yang sudah patah, “kau punya hutang. Hutang harus dibayar.”
“Geurae, aku
akan membayarnya suatu saat,” kata Daehyun.
Ryuri tersenyum,
“untuk apa kau bawa kepingan CD itu?”
“Aku panik,” Daehyun hanya nyengir.
“Dasar,”
Ryuri tertawa. Melihat tawa itu, Daehyun pun ikut tertawa bersamanya.
Nafas Daehyun
kini sudah bisa diaturnya. Angin berhembus tengah menyejukkan mereka berdua. Daehyun
dapat menerima oksigen itu. Oksigen membuatnya kembali bernafas normal. Mungkin
tepatnya, gadis itulah yang seperti oksigen baginya.
*You Belong With Him*
Lagu ‘Blue’
milik Big Bang terputar manis di mp3 player milik Ryuri. Sambil berjalan santai
di koridor sekolahnya yang sepi, ia mendengarkan musik melalui headset yang
menggantung di telinganya. *terserah gue ya.. pan gua author :p*
Jinyoung
nampak sedang berdiri berpaut beberapa meter tak jauh darinya. Ryuri memandang
wajah namja itu. Mata mereka bertemu, namun Jinyoung buru-buru menunduk,
membuang pandangannya. Ryuri benar-benar tak tau apa yang terjadi pada Jinyoung
sehingga menyebabkannya menjadi berubah total seperti ini. Ia menghentikan
langkahnya, terus menaruh perhatian pada Jinyoung. Tapi Jinyoung terus berjalan
lurus tanpa memperhatikannya.
Bibir Ryuri
bergetar. Ingin sekali ia memanggil namanya itu. Ingin sekali ia menghentikan
langkah namja itu. Ingin sekali ia berkata ‘aku merindukan—‘
Ryuri
mengurungkan niatnya. Sebaiknya ia tak perlu melakukannya. Ia hanya harus
mengabaikan semuanya. Anggap saja tak pernah ada kejadian seperti ini. Anggap
saja tak pernah ada Jinyoung yang seperti dulu ia kenal. Ia memutuskan kembali
berjalan. Meninggalkan tempatnya berpijak barusan.
Jinyoung
mendengar langkah kaki Ryuri. Ia berusaha keras mencegah keinginannya untuk
memandang gadis itu. Bodohnya, apa yang ia lakukan, ia tetap berbalik memandang
punggung Ryuri. Yang semakin lama semakin menjauh darinya. Sungguh ia sangat
merindukan gadis itu. Ingin sekali ia menghentikan gadis itu. Mengusap
rambutnya, lalu memeluknya. namun langkah yang diambilnya sudah terlalu jauh.
Ia sudah terlanjur bersikap yang tidak seharusnya pada Ryuri. Dan Ryuri juga
sudah melangkah jauh darinya. Bukan itu yang Jinyoung inginkan.
“Kajima…”
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar