Author’s POV…
“Pacarmu.. Choi Ryuri kan?” tanya
Daehyun dengan suara serak. Jinyoung terpaku mendengar nama yang diucapkan adik
satu-satunya itu. Daehyun.. sejak kapan ia mengenal Ryuri? Bagaimana bisa?
“Kau mengenalnya?” tanya Jinyoung
seraya meliriknya yang masih tergeletak di kasur.
“Aniyo.” Jawab Daehyun singkat.
Jinyoung menghela nafas, “lantas bagaimana kau tau namanya? Kenapa kau tanyakan
dia padaku?”
Daehyun membuka matanya. Sepertinya
ia tak akan bisa tidur pulas. Jinyoung terus saja bertanya padanya ketika
Daehyun sudah membuka mulut. Apakah otak pintarnya yang membuat Jinyoung selalu
kritis bertanya? Ah, seharusnya ia tak usah bertanya macam-macam pada Jinyoung.
Daehyun bangkit lalu duduk menghadap
Jinyoung, “dengar, aku mengenalnya atau tidak itu tak penting. Yang jelas, jangan
beritahu dia seperti apa hubungan kita.”
Dahi Jinyoung berkerut, “waeyo?”
“Aku yakin kau juga tak akan mau
mengakui hubungan kita.” ucap Daehyun lalu kembali berbaring. Ia memeluk
guling, “aku mau tidur. Jangan bicara lagi.”
Jinyoung menatap Daehyun dengan
heran. Masih banyak hal yang ingin dipertanyakannya. Banyak hal yang membuatnya
bingung. Tapi apa boleh buat, ia tak bisa bertanya pada siapapun, Daehyun sudah
tertidur pulas. Kenapa Daehyun bisa mengenal Ryuri, kenapa Daehyun melarangnya
mengungkap bahwa dialah adik kandungnya, Jinyoung tak tau. Dan ia sungguh
penasaran.
Jinyoung bangkit dari duduknya. Ia
mengambil selimutnya lalu menyelimuti Daehyun yang terlihat seperti anak kecil
saat tertidur. Kemudian Jinyoung berbaring di samping Daehyun. Meski tak pernah
akur, Jinyoung selalu memandang Daehyun sebagai adiknya, tapi kenapa tidak
sebaliknya? Terkadang Jinyoung merasa sia-sia jika menganggap Daehyun seperti
itu. Namun Jinyoung sangat menyayangi adiknya itu. Apapun yang terjadi.
*You Belong With Him*
“Yaa! Ireonaja!” seru Jinyoung seraya
mengguncangkan bahu Daehyun. Daehyun tak membuka matanya. Ia masih saja
terpejam. Telinganya mendengar Jinyoung yang sedari tadi berceloteh,
membangunkan adiknya yang tak kunjung bangun itu. tapi itu tak membuat Daehyun
bangkit. Sebenarnya, ia sudah bangun. Hanya saja ia malas. Ia hanya menghindari
Jinyoung yang biasa berangkat lebih pagi darinya. Ia hanya tak mau berangkat
sekolah bersama Jinyoung. Meski sekolah mereka berbeda.
Jinyoung akhirnya menyerah. Ia tau
bahwa Daehyun hanya menghindarinya. Ia tau, Daehyun pasti akan berangkat
sekolah meskipun terlambat. Dan masuk sekolah meskipun tak mengikuti pelajaran
dengan benar. Jinyoung meninggalkan Daehyun, segera pergi ke sekolahnya.
Jinyoung meraih jaketnya yang tersampir
di lemarinya. Ia mengenakannya lalu turun ke lantai bawah. Ia menemukan
Eomma-nya sedang menyiapkan makanan.
“Dimana Appa?” tanya Jinyoung.
“Dia masih tidur. Semalam ia pulang
sangat larut.” jawab Eomma. Jinyoung hanya mengangguk lalu menemani Eomma-nya
sarapan bersama.
“Apa Daehyun sudah bangun?” tanya
Eomma.
“Er, dia akan bangun sebentar lagi.”
jawab Jinyoung singkat. Setelah sarapan, Jinyoung segera berangkat ke sekolah.
“Aku pergi, Eomma.” pamit Jinyoung
seraya mencium pipi Eomma-nya.
“Hati-hati.” Pinta Eomma-nya.
Jinyoung berjalan cepat ke halte bis.
Cuaca tak mendukung hari ini. Matahari bersembunyi di balik awan. Jinyoung
harap tak turun hujan sampai ia tiba di sekolah.
Tak lama kemudian, bis datang.
Jinyoung naik ke dalam bis yang cukup ramai. Entah kenapa di musim hujan
seperti ini, bis menjadi ramai. Sebenarnya Jinyoung lebih suka sepi. Ia tak
terlalu suka keramaian. Sendiri bisa membuatnya lebih tenang.
Petir menyambar cukup kencang
mengejutkan hampir semua pelanggan bis. Kemudian hujan turun dengan deras.
Jinyoung mengusap wajahnya. Sial, ia tak bawa payung atau semacamnya yang dapat
melindunginya dari hujan. Semoga hujan cepat berhenti saat ia turun.
Harapannya tak terkabul. Hujan malah
semakin deras. Jinyoung turus dari bis dengan tergesa-gesa menuju halte.
Seragamnya cukup basah. Ia tak tau bagaimana ia bisa menyebrang untuk sampai ke
sekolahnya. Jarak antara halte dan sekolahnya cukup jauh. Apa ia harus berlari
menerobos hujan? Yang ada ia bisa kena marah gurunya. Ditambah, ia tak bisa ikut
pelajaran dengan keadaan basah.
Bruk! Tiba-tiba seseorang memegang
lengannya kuat hingga ia hampir kehilangan keseimbangannya.
Ryuri turun dari bis sambil berlari
dengan hati-hati. Takut-takut ia bisa terpeleset karena air hujan yang
membasahi jalan yang licin. Namun kehati-hatiannya tak membuahkan hasil yang
baik, Ryuri tetap terpeleset. Ia berpegangan pada siapa saja yang bisa ia
jadikan pertahanan dirinya sehingga ia tak jatuh. Setelah ia bisa berdiri
dengan benar, ia melepas pegangan tangannya. Ia menarik nafas dalam-dalam.
Bersiap untuk menahan malu.
“Jeongmal yeongseohamnida,” ucap
Ryuri sambil menunduk.
“Gwaenchanha?” tanya orang itu. Ryuri
mendongakan kepalanya melihat wajah orang itu. Sepertinya ia akan lebih malu.
Orang di hadapannya adalah Jinyoung.
“Ah, Seonbae. Nan gwaenchanha,
gomawo.” kata Ryuri sambil tersenyum kecut. Namun Jinyoung membalasnya dengan senyum manisnya.
“Kalau begitu bagus.” ucap Jinyoung.
Ia lalu mengusap tubuhnya, sambil memandangi hujan di hadapannya. Kapan hujan
ini akan berhenti?
“Kenapa Seonbae masih di sini?” tanya
Ryuri. Jinyoung menoleh pada Ryuri, “aku tak mungkin menerobos hujan.”
Ryuri menatap Jinyoung, lalu berpikir
sejenak. Menerka apa yang terjadi pada namja itu. Ia lalu mengeluarkan sebuah
payung dari dalam tas-nya, “aku hanya punya satu.”
“Hmm, lalu?”
“Mungkin berdua lebih baik.” ucap
Ryuri. Jinyoung mengerutkan kening, “maksudnya?”
Ryuri membuka payungnya, “kita ke
sekolah berdua dengan payung ini. Bagaimana?”
Jinyoung tampak terdiam. Ryuri
menunggu jawaban Jinyoung. Ia bergumam dalam hatinya, apa Jinyoung keberatan
dengan ajakannya?
“Mungkin sangat baik. Gomawo.” kata
Jinyoung kemudian. Ryuri akhirnya tersenyum dengan manis, semanis gula pasir
dari tebu pilihan. (?)
“Ne. Kajja.” kata Ryuri. Jinyoung
meraih payung itu dari tangan Ryuri, “biar aku yang pegang.”
Jinyoung lalu menyebrangi hujan
bersama Ryuri. Ia memayungi dirinya juga gadis itu. Ryuri memeluk dirinya
sendiri, mengusap lengannya, mencoba menghangatkan dirinya dari dinginnya hujan
saat itu.
Jinyoung menoleh pada Ryuri. Lengan
Ryuri masih dibasahi hujan. Payung yang kecil itu mungkin tak cukup untuk
mereka berdua sehingga sebagian lengan Ryuri tak terpayungi.
“Kau masih kehujanan, kau geser
sedikit.” pinta Jinyoung. Ia menyentuh bahu Ryuri yang basah akan hujan, dan
menggeser tubuh Ryuri ke dekatnya. Ryuri merasakan dirinya berada tepat di
samping Jinyoung. Kepalanya bersandar pada bahu Jinyoung. Entahlah. Ryuri
merasa hangat disampingnya. Ia merasa seperti aman di sisi namja itu.
Jinyoung tak bermaksud apa-apa pada
gadis itu. Tapi ketika Ryuri ada di dekatnya, ia merasa hangat. Ia merasa hanya
ia yang mendapatkan kehangatan itu di tengah dinginnya hujan. Bersama gadis itu
membuatnya tak ingin sendirian seperti biasanya. Ia ingin terus bersama Ryuri,
setidaknya untuk pagi ini. Ia ingin jalan semakin panjang, dan hujan tak
berhenti.
Apa yang ia lakukan? Ia tak juga
melepaskan tangannya dari bahu Ryuri. Apa ia membuat Ryuri merasa tak nyaman?
Entahlah, Jinyoung harap Ryuri tak seperti itu. karena ia belum mau melepaskan
dirinya dari gadis itu. bolehkan untuk sebentar saja ia merasakan hal seperti
ini?
Mereka pun sampai di sekolah.
Jinyoung akhirnya melepaskan tangannya dari Ryuri. Ia tak mau banyak orang yang
melihat ini. Ia tak mau teman-temannya berpikiran yang tak sebenarnya.
“Gomawoyo. Mungkin kalau kau tak ada,
aku tak akan masuk sekolah.” ucap Jinyoung.
Ryuri tertawa kecil seraya menutup
payungnya, “gwaenchanha.”
“Kalau begitu aku ke kelasku dulu.
Sampai nanti.” kata Jinyoung lalu meninggalkan Ryuri dengan senyum. Tiba-tiba
seseorang merangkul bahu Jinyoung dan mengejutkannya.
“Kau mengejutkanku saja!” seru
Jinyoung ketika melihat Sunwoo di sampingnya.
“Tumben sekali kau tak sepagi
biasanya. Hey, yeoja itu siapa? Pacarmu, huh?” tanya Sunwoo penasaran seraya
mencolek dagu Jinyoung. Jinyoung menghindarinya.
“Kau ingin tau?” tanya Jinyoung.
Sunwoo mengangguk.
“Pengen tau banget?” goda Jinyoung.
Sunwoo menepuk bahunya, “ayolah!”
“Kasih tau nggak ya??”
“Lawak lu!” Sunwoo menampol (?) pipi
Jinyoung. Jinyoung hanya tertawa. *mohon maap, authornya lagi rada-rada -__-*
*You Belong With Him*
Ryuri mengunyah permen karet di
mulutnya. Langkah kakinya menelusuri pasar, jalan menuju ke rumahnya. Setelah
permen karetnya sudah tak memiliki rasa, Ryuri membuangnya. Pandangan matanya
melihat-lihat sekitar, mengawasi keadaan. Semua orang sibuk di pasar.
Langkahnya terhenti ketika melihat
seorang lelaki paruh baya yang berdiri di belakang seorang ibu muda yang sedang
berbelanja. Lelaki itu meraih dompet dari tas yang tersampir di lengan ibu itu.
Ryuri meremas tangannya menatap kejadian itu. Orang jahat.
Ryuri menarik tangan lelaki itu lalu
memutarnya ke belakang. Lelaki itu berseru kesakitan. Ryuri berusaha mengambil
dompet itu. sebelum ia sempat mengambilnya, lelaki itu menendang kakinya. Ryuri
terjatuh. Pencuri itu berhasil kabur.
“Yaa!” Ryuri bangkit lalu mengejar
lelaki itu. kakinya masih sakit, tapi ia berlari secepat yang ia bisa. Akhirnya
Ryuri bisa mengejar lelaki itu. Ia menarik tangan lelaki itu lalu
membantingnya. Pencuri itu jatuh terbaring.
“Yaa, aku ini pemegang sabuk hitam
taekwondo. Jangan main-main padaku. Kembalikan dompet itu.” seru Ryuri sambil
mengulurkan tangannya. Nafasnya masih tersengal-sengal.
Lelaki itu bangkit perlahan karena
tubuhnya sakit. Ia tertawa menatap ke arah Ryuri, “yeoja sepertimu seharusnya
tak usah dilawan. Lebih baik ku culik saja.”
Ryuri memasang posisi siaga.
Takut-takut dengan apa yang mau dilakukan pencuri itu. Lelaki itu terus
mendekatinya. Ia memegang tangan Ryuri. Oh, sial. Mengapa ia bisa lengah?
Tiba-tiba sebuah sepatu mendarat di
kepala pencuri itu. Pencuri iru melepaskan tangannya. Mengusap kepalanya yang
sakit. Lemparan sepatu itu sepertinya sangat keras. Ryuri membelalakan matanya.
Siapa yang melempar sepatu itu?
“Tepat sasaran.” seorang namja
menghampiri mereka. Namja itu tampak tak asing di mata Ryuri. Sepertinya ia
pernah mengenal namja itu. Beberapa hari yang lalu.
“Gwaenchanha?” tanya namja itu.
Tatapan matanya lurus pada Ryuri. Ryuri memandang sepasang mata itu. Oh ya, sekarang
dia ingat. Daehyun-kah itu?
Daehyun segera mengambil dompet dari
tangan pencuri yang lengah. Pencuri itu bersiap meninju Daehyun. Tapi dengan
segera Ryuri memegang tangan orang itu, mencegahnya.
Ryuri tak bisa diam saja. Ia
meluruskan kakinya lalu menendang lelaki itu hingga jatuh. Lelaki itu akan
segera bangkit. Tapi Ryuri meninju rahangnya, sehingga lelaki itu hampir
kehabisan tenaga.
“Sudahlah, kita pergi saja!” kata
Daehyun sambil mengambil sebelah sepatunya. Ia lalu menarik tangan Ryuri dan
mengajaknya pergi meninggalkan pencuri itu. Ryuri pun tak mau mencari masalah
dengan pencuri itu. Jadi ia memilih untuk menurut saja, mengikuti Daehyun untuk
berlari menjauh.
“Jeongmal gamsahamnida. Aku tak tau
bagaimana jadinya tanpa kalian.” Ibu itu menerima kembali dompetnya. Ryuri dan
Daehyun telah mengembalikannya.
“Gwaenchanha. Ibu harus lebih
berhati-hati.” pinta Ryuri.
“Ne, gamsahamnida. Ah, ini untukmu.”
ucap Ibu tersebut sambil mengeluarkan uang dari dompetnya.
“Ah, tidak usah, terima kasih. Kami
harus pergi. Annyeonghi gaseyo.” Ryuri membungkuk lalu menarik lengan Daehyun.
Daehyun hanya mengikuti langkah Ryuri yang terburu-buru tanpa protes.
“Chamkanmanyo.” ucap Daehyun sambil
menghentikan langkahnya. Ryuri pun berhenti. Daehyun duduk di sebuah kursi di
pinggir jalan. Ia membetulkan sepatunya yang belum terpasang rapi sejak tadi.
Ryuri duduk di sampingnya seraya menunggunya.
“Kenapa kau menolongku?” tanya Ryuri
memulai pembicaraan. Daehyun yang selesai membetulkan sepatunya, duduk
bersandar pada kursi.
“Kau pernah menolongku.” kata
Daehyun.
“Oh. Aku pikir kau bukan orang yang
suka membalas budi.” kata Ryuri.
“Aku memang bukan orang yang seperti
itu.” ucap Daehyun datar.
“Lalu, kau menolongku tadi, bukankah
itu namanya balas budi?” tanya Ryuri.
“Tidak. Aku hanya melempar sepatu
pada orang itu.” jawab Daehyun tanpa menoleh sedikitpun pada Ryuri.
“Oh iya. Benar juga. Bahkan aku yang
menolongmu tadi. Benar kan? Kau hanya bermodalkan sepatu.”ucap Ryuri. Kata-kata
itu terdengar seperti mengejek di telinga Daehyun, meski Ryuri tak bermaksud
seperti itu.
“Mwo? Yaa! Lagipula kenapa ada yeoja
sangar sepertimu?” kali ini Daehyun menoleh, menatap Ryuri tajam.
“Aku tidak sangar!” bela Ryuri.
“Kau iya!”
“Yaa! Mengapa kau menyebalkan
sekali?!” keluh Ryuri.
“Mwo? Oh, seharusnya tadi aku tidak
menolongmu. Bagaimana jika tadi aku tak ada? Kau bisa jadi terus berurusan
dengan pencuri itu. Kau bisa sampai ke kantor polisi. Bukankah aku meringankan
bebanmu?”
Ryuri mengendus pelan, “kalau kau tak
mau menolongku, seharusnya kau tak usah ikut campur!!” kemudian ia membuang
pandangannya ke sekeliling, “sejak awal aku memang tidak menyukai orang ini.”
“Aku tak perlu di sukai.” ucap
Daehyun. Ryuri mendelik pada Daehyun, “oh ya?”
“Ya. Aku sudah terbiasa.”
Ryuri menatap Daehyun, “terbiasa?”
“Dari dulu tak pernah ada yang
menyukaiku.” terang Daehyun.
“Makanya berhentilah bersikap
menyebalkan!” cibir Ryuri.
“Aku berhenti pun itu percuma.”
Daehyun tersenyum pada Ryuri, seakan-akan ada hal yang menggelikan. Ryuri
semakin tak mengerti dengan anak di sampingnya ini. Entah mengapa semakin lama
ucapannya semakin membingungkan, sulit dimengerti. Ryuri mengacak rambutnya
sendiri.
“Sudahlah! Kenapa juga aku jadi
bicara padamu? Kau pergilah!” usir Ryuri kesal.
“Yaa! Kursi ini bukan milikmu!” seru
Daehyun.
“Tapi kursi ini juga bukan milikmu!”
seru Ryuri tak mau kalah, “lagipula, kau yang memintaku untuk menunggumu kan?
Kau jug…”
“Diam.” Daehyun mengatupkan bibir
Ryuri dengan tangannya, sehingga gadis itu tak dapat membuka mulutnya.
“Baiklah, aku akan pergi. Kau berisik sekali.”
Daehyun melepaskan tangannya, lalu
beranjak pergi.
“Mwo-ya!!” Ryuri ngedumel sendiri.
Heran pada dirinya sendiri. Mengapa ia bisa mengenal orang menyebalkan itu?
Seharusnya waktu itu ia tak usah menolongnya. Apa yang membuatnya menolong
namja itu?
Jinyoung. Daehyun menyebut nama
Jinyoung. Dan berkata bahwa Ryuri adalah pacar Jinyoung. Kenapa ia bisa
mengatakan hal yang tidak benar seperti itu? Jinyoung tak mungkin mengatakan
bahwa Ryuri adalah kekasihnya, karena bukan itu yang terjadi.
Ryuri semakin tak mengerti. Dan sangat
ingin tau.
*You Belong With Him*
Ryuri keluar dari kelasnya bersama
teman-temannya. Mengobrolkan hal yang penting maupun tak penting sambil
berjalan pulang.
“Ryuri-ya..” tiba-tiba langkah mereka
terhenti tak terkecuali Ryuri. Semua mata memandang namja di hadapan mereka
yang memanggil nama Ryuri. Namja itu tersenyum manis. Tak ada yang aneh dari
namja itu, tapi mengetahui orang yang memanggil Ryuri adalah Jung Jinyoung
adalah hal yang tak biasa bagi mereka.
“Mm.. ne, seonbae?” tanya Ryuri terbata,
tak tau harus bersikap apa di hadapan teman-temannya.
“Er, apa aku mengganggu kalian?”
tanya Jinyoung sambil menggigit bibir, menerka akan kehadirannya yang mungkin
mengganggu Ryuri dan komplotannya (?).
“Apa kau ingin mengajaknya pulang
bersama?” tanya Miyoung pada Jinyoung yang salah tingkah. Yeoja itu sudah bisa
menebak apa yang diinginkan Jinyoung.
“Er.. hmph,
geurae.” ucap Jinyoung sambil menggaruk tengkuknya. Miyoung tersenyum menang.
Sedangkan Ryuri hanya diam, tak pernah mengira orang seperti Jinyoung akan
datang dan mengajaknya pulang bersama.
“Ya sudah,
ambil saja dia!” kata JangLi seraya mendorong punggung Ryuri. Ryuri terdorong
dan hampir menabrak Jinyoung. Tapi ia berpegangan pada lengan Jinyoung untuk
menahan posisi tubuhnya.
“Ups, sorry.”
ucap JangLi sambil tersenyum kecut. Miyoung mendecak pelan menatap JangLi
sambil menarik tangan yeoja itu, “aish, kajja!”
Mereka pun
pergi meninggalkan Ryuri dan Jinyoung yang masih diam.
“Tidak
apa-apa kan?” Jinyoung memulai pembicaraannya.
“Waeyo?”
tanya Ryuri.
“Kau tidak
pulang bersama temanmu.” tambah Jinyoung.
“Tentu saja
tidak.” ucap Ryuri sambil tersenyum. Jinyoung membalas senyumnya itu. mereka
lalu berjalan bersama. Di tengah perjalanan, Jinyoung menoleh pada salah satu
toko.
“Mau
es-krim?” tawar Jinyoung. Ryuri mengangguk mantap.
Jinyoung
membeli dua buah es-krim untuk Ryuri dan untuknya sendiri. Ryuri nyengir lebar.
Ia tak bisa menahan senyumnya untuk terus mengembang di bibirnya. Mimpi apa
dia? Bisa pulang bersama Jinyoung, beli es-krim bersama, dan Jinyoung-lah yang
mengajaknya lebih dulu. Apakah Jinyoung menyukainya? Eomeo, apa yang kau
pikirkan, Ryuri? Tidak. Tidak mungkin seperti itu.
Sambil
menjilati es-krimnya mereka bercakap-cakap. Bercerita tentang Jinyoung dan otak
udangnya, Ryuri dan taekwondonya. Mengingat taekwondonya, Ryuri jadi teringat
kejadian yang menimpannya kemarin. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran.
“Seonbaenim..”
panggil Ryuri.
“Ne?”
“Apakah kau
mengenal Daehyun?” tanya Ryuri tiba-tiba. Jinyoung terkejut, pandangan matanya
lurus, seperti kehilangan kesadarannya. Ia tak pernah memikirkan ini
sebelumnya. Ia tak tau bagaimana Ryuri bisa mengenal Daehyun, dan tak pernah
berpikir Ryuri akan menanyakan tentang Daehyun di hadapannya. Lalu, apa yang
harus ia katakan sekarang?
“Bagaimana
kau bisa mengenalnya?” tanya Jinyoung pada akhirnya.
“Ah, aniya.
Aku hanya tak sengaja bertemu dengannya.” ucap Ryuri sambil menatap lurus jalan
yang ada di hadapannya. Ia tak mungkin menceritakan kronologi dari awal sampai
akhir, yang bahkan Ryuri tak ingin begitu mengingatnya.
“Kenapa kau
tanyakan dia padaku?” tanya Jinyoung. Ia semakin penasaran.
“Yahh.. aku
hanya berpikir dia tak mungkin berteman denganmu. Hm, maksudku dia sedikit
menyebalkan.” ucap Ryuri sedikit ragu.
“Dia
menyebalkan? Apa dia bersikap tak baik padamu? Apa dia melukaimu?” tanya
Jinyoung bertubi-tubi. Ryuri menatapnya bingung.
“Tidak. Dia tidak
seburuk itu. Memangnya kenapa kau menanyakannya terus?” tanya Ryuri.
Jinyoung
menggeleng pelan. Tak seharusnya ia bersikap seperti itu. seharusnya ia tak
bertanya banyak pada Ryuri. “Aniya. Aku hanya ingin tau.”
Ryuri
mengangguk. Ia merasa ada sedikit perubahan pada sikap Jinyoung. Wajahnya
terlihat khawatir. Tidak seperti biasanya yang selalu tenang. Pasti ada masalah
yang terjadi di antara mereka. Entahlah apa. Meski penasaran, Ryuri tak bisa
memaksa Jinyoung untuk memberitahunya. Mungkin belum waktunya ia mengetahuinya.
*You Belong With Him*
Daehyun
menyusuri anak tangga, menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Ia sedang
malas untuk beraktivitas, jadi ia memutuskan untuk pulang tepat waktu –biasanya
ia selalu pulang terlambat. Baru saja ia memegang kenop pintu kamarnya,
Jinyoung sudah berdiri mengawasinya. Daehyun tak peduli apa yang mau dilakukan
kakaknya itu. Dan ia mengabaikannya, segera masuk ke dalam kamarnya.
Jinyoung mengikuti
Daehyun, masuk ke dalam kamarnya. Pintunya tak ditutup, jadi tak ada alasan
bagi Daehyun untuk melarangnya masuk.
“Daehyun-a.”
panggil Jinyoung. Daehyun membuka matanya, ia hampir saja masuk ke alam bawah
sadarnya sebelum Jinyoung mengejutkannya.
“Mworago?”
tanya Daehyun dengan malas. Ia masih dengan posisi telungkup di atas kasur.
“Ireona.”
Jinyoung menarik bahu Daehyun cukup keras. Sehingga membuat Daehyun terganggu
dengan sikap Jinyoung. Ia lalu bangkit dari posisinya.
“Mworago?”
ulang Daehyun, kali ini dengan intonasi meninggi. Jinyoung menatap Daehyun
serius. Daehyun tak menyukai tatapan itu, ia tak suka hal yang serius.
Jinyoung
menarik kerah baju Daehyun, memaksa secara tak langsung pada Daehyun untuk
berdiri di hadapannya. “Katakan padaku, bagaimana bisa kau mengenal Ryuri?”
tanya Jinyoung. Daehyun diam, bagaimana cara ia menjelaskannya?
“Kenapa kau
ingin tau?” Daehyun malah balik bertanya.
“Dia bertanya
padaku tentangmu. Dia bilang, kau ini menyebalkan. Sedekat apa hubungan kalian?
Kenapa kau tak pernah menceritakannya padaku?” tanya Jinyoung terus-menerus.
Daehyun menatap heran Jinyoung, tak biasanya ia gegabah seperti ini. Apakah
karena ia menyukai Ryuri? Sebegitu sukanya-kah?
“Dia? Ryuri?
Dia menanyakanku? Apa ia tertarik padaku?” ucap Daehyun sambil tersenyum
sengit.
Jinyoung
geram dengan kata-kata Daehyun yang selalu bisa memancing amarahnya. Ia
mencengkram kerah baju Daehyun. “Dengarkan aku. Jangan kau ganggu dia.”
Daehyun
merasa asing dengan sikap kakaknya. Pasti ada sesuatu pada gadis itu sehingga
bisa mengubahnya bisa seperti ini. Jinyoung pasti sangat menyukai Ryuri.
“Waeyo?”
tanya Daehyun.
“Kalau kau
mengganggunya apalagi kau sampai melukainya, kau akan berurusan denganku.” ucap
Jinyoung dengan tegas.
“Whow, kau
sepertinya sangat menyukainya.” kata Daehyun.
“Aniya,
aku..” Jinyoung terbata.
“Kau tak bisa
menyangkalnya dariku.” ucap Daehyun menang. Ia melepaskan tangan Jinyoung dari
kerahnya, lalu merapikannya.
Jinyoung
tertunduk, ia memang tak bisa berbohong soal ini. Jadi ia lebih baik tak
membalas perkataan Daehyun dengan hal yang bukan sebenarnya. “Aku.. Aku
mencintainya.”
Jinyoung lalu
pergi meninggalkan Daehyun, segera pergi ke kamarnya. Setidaknya, ia sudah memeperingatkan
Daehyun. Daehyun tersenyum memandang punggung Jinyoung. Menarik.
*You Belong With Him*
Daehyun
membuka pintu lemari es-nya. Mencari botol air mineral, lalu meraihnya.
Kemudian meneguknya. Setelah minum, ia kembali ke kamarnya. Belum sempat ia
menapakan kakinya ke anak tangga, Appa-nya memanggilnya dan menatapnya tajam
dari ruang tengah.
“Yaa! Babo
namja!” seru Appa. Daehyun tau, panggilan itu ditujukan padanya. Daehyun
berpura-pura tak tau akan hal itu. Ia melanjutkan langkahnya.
“JUNG DAEHYUN!”
panggil Appa-nya dengan suara meninggi. Daehyun terpaksa berhenti melangkah,
lalu menoleh ke Appa-nya. Sorot mata Appa terlihat sangat murka. Ia lalu
berjalan menghampiri Appa sambil tertunduk. Daehyun memperhatikan tangan kiri
Appa yang memegang selembar kertas putih. Perasaannya menjadi buruk.
Tangan kanan
Appa melayang begitu saja ke atas kepala Daehyun. Appa memukul kepalanya dengan
keras. Sakit. Daehyun bisa jatuh jika ia tak menahan tubuhnya. Daehyun mengusap
kepalanya yang terasa sakit.
“Apa kau tak
punya telinga, huh?!” seru Appa. Daehyun hanya diam.
Appa
mengguncangkan bahu Daehyun, “Yaa! Lihat aku! Apa kau tak bisa mendengar
kata-kataku, huh?!!”
Daehyun
memberanikan diri mengangkat kepalanya, memandangi wajah Appa yang sudah
memerah, “aku bisa mendengarmu.”
“Lantas
kenapa kau tak menuruti kata-kataku?!” Appa memukul lengan Daehyun. Daehyun
hampir terdorong. Appa menunjukkan kertas yang dipegangnya. Daehyun memandang
kertas itu. Dugaannya benar, surat peringatan dari sekolah.
“Kau
berkelahi lagi, huh?! Sudah berapa kali aku bilang padamu, jangan berkelahi!
Kenapa kau masih melakukannya?!!” Appa benar-benar marah besar. Ini bukan
pertama kalinya Appa memarahi Daehyun. Sering sekali Appa marah pada Daehyun,
sampai memukulinya.
Appa lalu
menampar Daehyun. “Kau ini anakku atau bukan? Kenapa kau tidak baik seperti
Jinyoung? Kenapa kau selalu saja membuat masalah?!” Appa terus memukuli Daehyun
hingga Daehyun terjatuh ke lantai. Daehyun tak bisa mengelak dari Appa-nya.
“Appa!
Hentikan!” Jinyoung yang mendengar keributan yang terjadi di ruang tengah,
menghampiri mereka, berusaha menghentikan Appa.
“Appa!
Sudahlah!” Jinyoung memegang bahu Appa, menjauhkan Appa dari Daehyun supaya tak
menyakitinya terus menerus. Appa pun berhenti. Tenaganya pun sudah cukup banyak
teruras.
“Kenapa kau
hentikan? Anak itu harus diberi pelajaran.” terang Appa.
“Tapi
pelajarannya sudah cukup, kan?” ucap Jinyoung sambil menatap Appa penuh harap.
Ia lalu menghampiri Daehyun, membiarkan Daehyun merangkulnya. Jinyoung menuntun
Daehyun ke atas, menuju kamarnya.
Daehyun
lemas. Ia duduk di kasurnya, sambil memegangi tubuhnya yang hampir remuk.
Jinyoung duduk di sampingnya. Menatap Daehyun itu dengan rasa prihatin. Tak
seharusnya adiknya mendapat perlakuan seperti ini dari Appa.
“Tak hanya
Appa, aku juga sudah memperingatkanmu. Kenapa kau masih berkelahi?” tanya
Jinyoung dengan lembut.
Daehyun
menatap Jinyoung, “semua ini karenamu.”
Dahi Jinyoung
berkerut, “karena aku?”
“Appa, Eomma,
semua orang menyukaimu, menyayangimu. Aku tak mendapatkan sedikitpun dari itu.”
terang Daehyun pada akhirnya.
Jinyoung
tertegun, “jadi.. itukah yang membuatmu selalu bersikap seperti ini?”
“Dan kau tak
menyadarinya.”
“Kau
seharusnya bisa bersikap lebih baik. Appa dan Eomma juga akan menyayangimu
lebih.” Kata Jinyoung.
“Aku rasa
tidak. Mereka memang lebih memilihmu dibanding aku. Kau mendapatkan segalanya.
Kau punya segalanya yang aku inginkan.” Ungkap Daehyun. Jinyoung tertegun.
“Apa yang kau
inginkan? Katakan padaku. Aku akan berusaha untukmu. Asalkan kau jangan liar
seperti sekarang ini.”
“Kau akan
memberikan apapun untukku?” tanya Daehyun.
“Daehyun-a,
aku menyayangimu sebagai adikku. Aku akan mengusahakannya. Apa yang kau
inginkan sebenarnya?” tanya Jinyoung ingin tau.
“Jinjja? Jadi, kau akan memberikan apapun untukku? Jadi, kau
bersedia memberikan Ryuri untukku?”To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar