Laman

Minggu, 27 Januari 2013

FF: You Belong With Him [Part 2]


Author’s POV…
“Pacarmu.. Choi Ryuri kan?” tanya Daehyun dengan suara serak. Jinyoung terpaku mendengar nama yang diucapkan adik satu-satunya itu. Daehyun.. sejak kapan ia mengenal Ryuri? Bagaimana bisa?
“Kau mengenalnya?” tanya Jinyoung seraya meliriknya yang masih tergeletak di kasur.
“Aniyo.” Jawab Daehyun singkat. Jinyoung menghela nafas, “lantas bagaimana kau tau namanya? Kenapa kau tanyakan dia padaku?”
Daehyun membuka matanya. Sepertinya ia tak akan bisa tidur pulas. Jinyoung terus saja bertanya padanya ketika Daehyun sudah membuka mulut. Apakah otak pintarnya yang membuat Jinyoung selalu kritis bertanya? Ah, seharusnya ia tak usah bertanya macam-macam pada Jinyoung.
Daehyun bangkit lalu duduk menghadap Jinyoung, “dengar, aku mengenalnya atau tidak itu tak penting. Yang jelas, jangan beritahu dia seperti apa hubungan kita.”
Dahi Jinyoung berkerut, “waeyo?”
“Aku yakin kau juga tak akan mau mengakui hubungan kita.” ucap Daehyun lalu kembali berbaring. Ia memeluk guling, “aku mau tidur. Jangan bicara lagi.”
Jinyoung menatap Daehyun dengan heran. Masih banyak hal yang ingin dipertanyakannya. Banyak hal yang membuatnya bingung. Tapi apa boleh buat, ia tak bisa bertanya pada siapapun, Daehyun sudah tertidur pulas. Kenapa Daehyun bisa mengenal Ryuri, kenapa Daehyun melarangnya mengungkap bahwa dialah adik kandungnya, Jinyoung tak tau. Dan ia sungguh penasaran.
Jinyoung bangkit dari duduknya. Ia mengambil selimutnya lalu menyelimuti Daehyun yang terlihat seperti anak kecil saat tertidur. Kemudian Jinyoung berbaring di samping Daehyun. Meski tak pernah akur, Jinyoung selalu memandang Daehyun sebagai adiknya, tapi kenapa tidak sebaliknya? Terkadang Jinyoung merasa sia-sia jika menganggap Daehyun seperti itu. Namun Jinyoung sangat menyayangi adiknya itu. Apapun yang terjadi.
*You Belong With Him*
“Yaa! Ireonaja!” seru Jinyoung seraya mengguncangkan bahu Daehyun. Daehyun tak membuka matanya. Ia masih saja terpejam. Telinganya mendengar Jinyoung yang sedari tadi berceloteh, membangunkan adiknya yang tak kunjung bangun itu. tapi itu tak membuat Daehyun bangkit. Sebenarnya, ia sudah bangun. Hanya saja ia malas. Ia hanya menghindari Jinyoung yang biasa berangkat lebih pagi darinya. Ia hanya tak mau berangkat sekolah bersama Jinyoung. Meski sekolah mereka berbeda.
Jinyoung akhirnya menyerah. Ia tau bahwa Daehyun hanya menghindarinya. Ia tau, Daehyun pasti akan berangkat sekolah meskipun terlambat. Dan masuk sekolah meskipun tak mengikuti pelajaran dengan benar. Jinyoung meninggalkan Daehyun, segera pergi ke sekolahnya.
Jinyoung meraih jaketnya yang tersampir di lemarinya. Ia mengenakannya lalu turun ke lantai bawah. Ia menemukan Eomma-nya sedang menyiapkan makanan.
“Dimana Appa?” tanya Jinyoung.
“Dia masih tidur. Semalam ia pulang sangat larut.” jawab Eomma. Jinyoung hanya mengangguk lalu menemani Eomma-nya sarapan bersama.
“Apa Daehyun sudah bangun?” tanya Eomma.
“Er, dia akan bangun sebentar lagi.” jawab Jinyoung singkat. Setelah sarapan, Jinyoung segera berangkat ke sekolah.
“Aku pergi, Eomma.” pamit Jinyoung seraya mencium pipi Eomma-nya.
“Hati-hati.” Pinta Eomma-nya.
Jinyoung berjalan cepat ke halte bis. Cuaca tak mendukung hari ini. Matahari bersembunyi di balik awan. Jinyoung harap tak turun hujan sampai ia tiba di sekolah.
Tak lama kemudian, bis datang. Jinyoung naik ke dalam bis yang cukup ramai. Entah kenapa di musim hujan seperti ini, bis menjadi ramai. Sebenarnya Jinyoung lebih suka sepi. Ia tak terlalu suka keramaian. Sendiri bisa membuatnya lebih tenang.
Petir menyambar cukup kencang mengejutkan hampir semua pelanggan bis. Kemudian hujan turun dengan deras. Jinyoung mengusap wajahnya. Sial, ia tak bawa payung atau semacamnya yang dapat melindunginya dari hujan. Semoga hujan cepat berhenti saat ia turun.
Harapannya tak terkabul. Hujan malah semakin deras. Jinyoung turus dari bis dengan tergesa-gesa menuju halte. Seragamnya cukup basah. Ia tak tau bagaimana ia bisa menyebrang untuk sampai ke sekolahnya. Jarak antara halte dan sekolahnya cukup jauh. Apa ia harus berlari menerobos hujan? Yang ada ia bisa kena marah gurunya. Ditambah, ia tak bisa ikut pelajaran dengan keadaan basah.
Bruk! Tiba-tiba seseorang memegang lengannya kuat hingga ia hampir kehilangan keseimbangannya.
Ryuri turun dari bis sambil berlari dengan hati-hati. Takut-takut ia bisa terpeleset karena air hujan yang membasahi jalan yang licin. Namun kehati-hatiannya tak membuahkan hasil yang baik, Ryuri tetap terpeleset. Ia berpegangan pada siapa saja yang bisa ia jadikan pertahanan dirinya sehingga ia tak jatuh. Setelah ia bisa berdiri dengan benar, ia melepas pegangan tangannya. Ia menarik nafas dalam-dalam. Bersiap untuk menahan malu.
“Jeongmal yeongseohamnida,” ucap Ryuri sambil menunduk.
“Gwaenchanha?” tanya orang itu. Ryuri mendongakan kepalanya melihat wajah orang itu. Sepertinya ia akan lebih malu. Orang di hadapannya adalah Jinyoung.
“Ah, Seonbae. Nan gwaenchanha, gomawo.” kata Ryuri sambil tersenyum kecut. Namun  Jinyoung membalasnya dengan senyum manisnya.
“Kalau begitu bagus.” ucap Jinyoung. Ia lalu mengusap tubuhnya, sambil memandangi hujan di hadapannya. Kapan hujan ini akan berhenti?
“Kenapa Seonbae masih di sini?” tanya Ryuri. Jinyoung menoleh pada Ryuri, “aku tak mungkin menerobos hujan.”
Ryuri menatap Jinyoung, lalu berpikir sejenak. Menerka apa yang terjadi pada namja itu. Ia lalu mengeluarkan sebuah payung dari dalam tas-nya, “aku hanya punya satu.”
“Hmm, lalu?”
“Mungkin berdua lebih baik.” ucap Ryuri. Jinyoung mengerutkan kening, “maksudnya?”
Ryuri membuka payungnya, “kita ke sekolah berdua dengan payung ini. Bagaimana?”
Jinyoung tampak terdiam. Ryuri menunggu jawaban Jinyoung. Ia bergumam dalam hatinya, apa Jinyoung keberatan dengan ajakannya?
“Mungkin sangat baik. Gomawo.” kata Jinyoung kemudian. Ryuri akhirnya tersenyum dengan manis, semanis gula pasir dari tebu pilihan. (?)
“Ne. Kajja.” kata Ryuri. Jinyoung meraih payung itu dari tangan Ryuri, “biar aku yang pegang.”
Jinyoung lalu menyebrangi hujan bersama Ryuri. Ia memayungi dirinya juga gadis itu. Ryuri memeluk dirinya sendiri, mengusap lengannya, mencoba menghangatkan dirinya dari dinginnya hujan saat itu.
Jinyoung menoleh pada Ryuri. Lengan Ryuri masih dibasahi hujan. Payung yang kecil itu mungkin tak cukup untuk mereka berdua sehingga sebagian lengan Ryuri tak terpayungi.
“Kau masih kehujanan, kau geser sedikit.” pinta Jinyoung. Ia menyentuh bahu Ryuri yang basah akan hujan, dan menggeser tubuh Ryuri ke dekatnya. Ryuri merasakan dirinya berada tepat di samping Jinyoung. Kepalanya bersandar pada bahu Jinyoung. Entahlah. Ryuri merasa hangat disampingnya. Ia merasa seperti aman di sisi namja itu.
Jinyoung tak bermaksud apa-apa pada gadis itu. Tapi ketika Ryuri ada di dekatnya, ia merasa hangat. Ia merasa hanya ia yang mendapatkan kehangatan itu di tengah dinginnya hujan. Bersama gadis itu membuatnya tak ingin sendirian seperti biasanya. Ia ingin terus bersama Ryuri, setidaknya untuk pagi ini. Ia ingin jalan semakin panjang, dan hujan tak berhenti.
Apa yang ia lakukan? Ia tak juga melepaskan tangannya dari bahu Ryuri. Apa ia membuat Ryuri merasa tak nyaman? Entahlah, Jinyoung harap Ryuri tak seperti itu. karena ia belum mau melepaskan dirinya dari gadis itu. bolehkan untuk sebentar saja ia merasakan hal seperti ini?
Mereka pun sampai di sekolah. Jinyoung akhirnya melepaskan tangannya dari Ryuri. Ia tak mau banyak orang yang melihat ini. Ia tak mau teman-temannya berpikiran yang tak sebenarnya.
“Gomawoyo. Mungkin kalau kau tak ada, aku tak akan masuk sekolah.” ucap Jinyoung.
Ryuri tertawa kecil seraya menutup payungnya, “gwaenchanha.”
“Kalau begitu aku ke kelasku dulu. Sampai nanti.” kata Jinyoung lalu meninggalkan Ryuri dengan senyum. Tiba-tiba seseorang merangkul bahu Jinyoung dan mengejutkannya.
“Kau mengejutkanku saja!” seru Jinyoung ketika melihat Sunwoo di sampingnya.
“Tumben sekali kau tak sepagi biasanya. Hey, yeoja itu siapa? Pacarmu, huh?” tanya Sunwoo penasaran seraya mencolek dagu Jinyoung. Jinyoung menghindarinya.
“Kau ingin tau?” tanya Jinyoung. Sunwoo mengangguk.
“Pengen tau banget?” goda Jinyoung. Sunwoo menepuk bahunya, “ayolah!”
“Kasih tau nggak ya??”
“Lawak lu!” Sunwoo menampol (?) pipi Jinyoung. Jinyoung hanya tertawa. *mohon maap, authornya lagi rada-rada -__-*
*You Belong With Him*
Ryuri mengunyah permen karet di mulutnya. Langkah kakinya menelusuri pasar, jalan menuju ke rumahnya. Setelah permen karetnya sudah tak memiliki rasa, Ryuri membuangnya. Pandangan matanya melihat-lihat sekitar, mengawasi keadaan. Semua orang sibuk di pasar.
Langkahnya terhenti ketika melihat seorang lelaki paruh baya yang berdiri di belakang seorang ibu muda yang sedang berbelanja. Lelaki itu meraih dompet dari tas yang tersampir di lengan ibu itu. Ryuri meremas tangannya menatap kejadian itu. Orang jahat.
Ryuri menarik tangan lelaki itu lalu memutarnya ke belakang. Lelaki itu berseru kesakitan. Ryuri berusaha mengambil dompet itu. sebelum ia sempat mengambilnya, lelaki itu menendang kakinya. Ryuri terjatuh. Pencuri itu berhasil kabur.
“Yaa!” Ryuri bangkit lalu mengejar lelaki itu. kakinya masih sakit, tapi ia berlari secepat yang ia bisa. Akhirnya Ryuri bisa mengejar lelaki itu. Ia menarik tangan lelaki itu lalu membantingnya. Pencuri itu jatuh terbaring.
“Yaa, aku ini pemegang sabuk hitam taekwondo. Jangan main-main padaku. Kembalikan dompet itu.” seru Ryuri sambil mengulurkan tangannya. Nafasnya masih tersengal-sengal.
Lelaki itu bangkit perlahan karena tubuhnya sakit. Ia tertawa menatap ke arah Ryuri, “yeoja sepertimu seharusnya tak usah dilawan. Lebih baik ku culik saja.”
Ryuri memasang posisi siaga. Takut-takut dengan apa yang mau dilakukan pencuri itu. Lelaki itu terus mendekatinya. Ia memegang tangan Ryuri. Oh, sial. Mengapa ia bisa lengah?
Tiba-tiba sebuah sepatu mendarat di kepala pencuri itu. Pencuri iru melepaskan tangannya. Mengusap kepalanya yang sakit. Lemparan sepatu itu sepertinya sangat keras. Ryuri membelalakan matanya. Siapa yang melempar sepatu itu?
“Tepat sasaran.” seorang namja menghampiri mereka. Namja itu tampak tak asing di mata Ryuri. Sepertinya ia pernah mengenal namja itu. Beberapa hari yang lalu.
“Gwaenchanha?” tanya namja itu. Tatapan matanya lurus pada Ryuri. Ryuri memandang sepasang mata itu. Oh ya, sekarang dia ingat. Daehyun-kah itu?
Daehyun segera mengambil dompet dari tangan pencuri yang lengah. Pencuri itu bersiap meninju Daehyun. Tapi dengan segera Ryuri memegang tangan orang itu, mencegahnya.
Ryuri tak bisa diam saja. Ia meluruskan kakinya lalu menendang lelaki itu hingga jatuh. Lelaki itu akan segera bangkit. Tapi Ryuri meninju rahangnya, sehingga lelaki itu hampir kehabisan tenaga.
“Sudahlah, kita pergi saja!” kata Daehyun sambil mengambil sebelah sepatunya. Ia lalu menarik tangan Ryuri dan mengajaknya pergi meninggalkan pencuri itu. Ryuri pun tak mau mencari masalah dengan pencuri itu. Jadi ia memilih untuk menurut saja, mengikuti Daehyun untuk berlari menjauh.
“Jeongmal gamsahamnida. Aku tak tau bagaimana jadinya tanpa kalian.” Ibu itu menerima kembali dompetnya. Ryuri dan Daehyun telah mengembalikannya.
“Gwaenchanha. Ibu harus lebih berhati-hati.” pinta Ryuri.
“Ne, gamsahamnida. Ah, ini untukmu.” ucap Ibu tersebut sambil mengeluarkan uang dari dompetnya.
“Ah, tidak usah, terima kasih. Kami harus pergi. Annyeonghi gaseyo.” Ryuri membungkuk lalu menarik lengan Daehyun. Daehyun hanya mengikuti langkah Ryuri yang terburu-buru tanpa protes.
“Chamkanmanyo.” ucap Daehyun sambil menghentikan langkahnya. Ryuri pun berhenti. Daehyun duduk di sebuah kursi di pinggir jalan. Ia membetulkan sepatunya yang belum terpasang rapi sejak tadi. Ryuri duduk di sampingnya seraya menunggunya.
“Kenapa kau menolongku?” tanya Ryuri memulai pembicaraan. Daehyun yang selesai membetulkan sepatunya, duduk bersandar pada kursi.
“Kau pernah menolongku.” kata Daehyun.
“Oh. Aku pikir kau bukan orang yang suka membalas budi.” kata Ryuri.
“Aku memang bukan orang yang seperti itu.” ucap Daehyun datar.
“Lalu, kau menolongku tadi, bukankah itu namanya balas budi?” tanya Ryuri.
“Tidak. Aku hanya melempar sepatu pada orang itu.” jawab Daehyun tanpa menoleh sedikitpun pada Ryuri.
“Oh iya. Benar juga. Bahkan aku yang menolongmu tadi. Benar kan? Kau hanya bermodalkan sepatu.”ucap Ryuri. Kata-kata itu terdengar seperti mengejek di telinga Daehyun, meski Ryuri tak bermaksud seperti itu.
“Mwo? Yaa! Lagipula kenapa ada yeoja sangar sepertimu?” kali ini Daehyun menoleh, menatap Ryuri tajam.
“Aku tidak sangar!” bela Ryuri.
“Kau iya!”
“Yaa! Mengapa kau menyebalkan sekali?!” keluh Ryuri.
“Mwo? Oh, seharusnya tadi aku tidak menolongmu. Bagaimana jika tadi aku tak ada? Kau bisa jadi terus berurusan dengan pencuri itu. Kau bisa sampai ke kantor polisi. Bukankah aku meringankan bebanmu?”
Ryuri mengendus pelan, “kalau kau tak mau menolongku, seharusnya kau tak usah ikut campur!!” kemudian ia membuang pandangannya ke sekeliling, “sejak awal aku memang tidak menyukai orang ini.”
“Aku tak perlu di sukai.” ucap Daehyun. Ryuri mendelik pada Daehyun, “oh ya?”
“Ya. Aku sudah terbiasa.”
Ryuri menatap Daehyun, “terbiasa?”
“Dari dulu tak pernah ada yang menyukaiku.” terang Daehyun.
“Makanya berhentilah bersikap menyebalkan!” cibir Ryuri.
“Aku berhenti pun itu percuma.” Daehyun tersenyum pada Ryuri, seakan-akan ada hal yang menggelikan. Ryuri semakin tak mengerti dengan anak di sampingnya ini. Entah mengapa semakin lama ucapannya semakin membingungkan, sulit dimengerti. Ryuri mengacak rambutnya sendiri.
“Sudahlah! Kenapa juga aku jadi bicara padamu? Kau pergilah!” usir Ryuri kesal.
“Yaa! Kursi ini bukan milikmu!” seru Daehyun.
“Tapi kursi ini juga bukan milikmu!” seru Ryuri tak mau kalah, “lagipula, kau yang memintaku untuk menunggumu kan? Kau jug…”
“Diam.” Daehyun mengatupkan bibir Ryuri dengan tangannya, sehingga gadis itu tak dapat membuka mulutnya. “Baiklah, aku akan pergi. Kau berisik sekali.”
Daehyun melepaskan tangannya, lalu beranjak pergi.
“Mwo-ya!!” Ryuri ngedumel sendiri. Heran pada dirinya sendiri. Mengapa ia bisa mengenal orang menyebalkan itu? Seharusnya waktu itu ia tak usah menolongnya. Apa yang membuatnya menolong namja itu?
Jinyoung. Daehyun menyebut nama Jinyoung. Dan berkata bahwa Ryuri adalah pacar Jinyoung. Kenapa ia bisa mengatakan hal yang tidak benar seperti itu? Jinyoung tak mungkin mengatakan bahwa Ryuri adalah kekasihnya, karena bukan itu yang terjadi.
Ryuri semakin tak mengerti. Dan sangat ingin tau.
*You Belong With Him*
Ryuri keluar dari kelasnya bersama teman-temannya. Mengobrolkan hal yang penting maupun tak penting sambil berjalan pulang.
“Ryuri-ya..” tiba-tiba langkah mereka terhenti tak terkecuali Ryuri. Semua mata memandang namja di hadapan mereka yang memanggil nama Ryuri. Namja itu tersenyum manis. Tak ada yang aneh dari namja itu, tapi mengetahui orang yang memanggil Ryuri adalah Jung Jinyoung adalah hal yang tak biasa bagi mereka.
“Mm.. ne, seonbae?” tanya Ryuri terbata, tak tau harus bersikap apa di hadapan teman-temannya.
“Er, apa aku mengganggu kalian?” tanya Jinyoung sambil menggigit bibir, menerka akan kehadirannya yang mungkin mengganggu Ryuri dan komplotannya (?).
“Apa kau ingin mengajaknya pulang bersama?” tanya Miyoung pada Jinyoung yang salah tingkah. Yeoja itu sudah bisa menebak apa yang diinginkan Jinyoung.
“Er.. hmph, geurae.” ucap Jinyoung sambil menggaruk tengkuknya. Miyoung tersenyum menang. Sedangkan Ryuri hanya diam, tak pernah mengira orang seperti Jinyoung akan datang dan mengajaknya pulang bersama.
“Ya sudah, ambil saja dia!” kata JangLi seraya mendorong punggung Ryuri. Ryuri terdorong dan hampir menabrak Jinyoung. Tapi ia berpegangan pada lengan Jinyoung untuk menahan posisi tubuhnya.
“Ups, sorry.” ucap JangLi sambil tersenyum kecut. Miyoung mendecak pelan menatap JangLi sambil menarik tangan yeoja itu, “aish, kajja!”
Mereka pun pergi meninggalkan Ryuri dan Jinyoung yang masih diam.
“Tidak apa-apa kan?” Jinyoung memulai pembicaraannya.
“Waeyo?” tanya Ryuri.
“Kau tidak pulang bersama temanmu.” tambah Jinyoung.
“Tentu saja tidak.” ucap Ryuri sambil tersenyum. Jinyoung membalas senyumnya itu. mereka lalu berjalan bersama. Di tengah perjalanan, Jinyoung menoleh pada salah satu toko.
“Mau es-krim?” tawar Jinyoung. Ryuri mengangguk mantap.
Jinyoung membeli dua buah es-krim untuk Ryuri dan untuknya sendiri. Ryuri nyengir lebar. Ia tak bisa menahan senyumnya untuk terus mengembang di bibirnya. Mimpi apa dia? Bisa pulang bersama Jinyoung, beli es-krim bersama, dan Jinyoung-lah yang mengajaknya lebih dulu. Apakah Jinyoung menyukainya? Eomeo, apa yang kau pikirkan, Ryuri? Tidak. Tidak mungkin seperti itu.
Sambil menjilati es-krimnya mereka bercakap-cakap. Bercerita tentang Jinyoung dan otak udangnya, Ryuri dan taekwondonya. Mengingat taekwondonya, Ryuri jadi teringat kejadian yang menimpannya kemarin. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran.
“Seonbaenim..” panggil Ryuri.
“Ne?”
“Apakah kau mengenal Daehyun?” tanya Ryuri tiba-tiba. Jinyoung terkejut, pandangan matanya lurus, seperti kehilangan kesadarannya. Ia tak pernah memikirkan ini sebelumnya. Ia tak tau bagaimana Ryuri bisa mengenal Daehyun, dan tak pernah berpikir Ryuri akan menanyakan tentang Daehyun di hadapannya. Lalu, apa yang harus ia katakan sekarang?
“Bagaimana kau bisa mengenalnya?” tanya Jinyoung pada akhirnya.
“Ah, aniya. Aku hanya tak sengaja bertemu dengannya.” ucap Ryuri sambil menatap lurus jalan yang ada di hadapannya. Ia tak mungkin menceritakan kronologi dari awal sampai akhir, yang bahkan Ryuri tak ingin begitu mengingatnya.
“Kenapa kau tanyakan dia padaku?” tanya Jinyoung. Ia semakin penasaran.
“Yahh.. aku hanya berpikir dia tak mungkin berteman denganmu. Hm, maksudku dia sedikit menyebalkan.” ucap Ryuri sedikit ragu.
“Dia menyebalkan? Apa dia bersikap tak baik padamu? Apa dia melukaimu?” tanya Jinyoung bertubi-tubi. Ryuri menatapnya bingung.
“Tidak. Dia tidak seburuk itu. Memangnya kenapa kau menanyakannya terus?” tanya Ryuri.
Jinyoung menggeleng pelan. Tak seharusnya ia bersikap seperti itu. seharusnya ia tak bertanya banyak pada Ryuri. “Aniya. Aku hanya ingin tau.”
Ryuri mengangguk. Ia merasa ada sedikit perubahan pada sikap Jinyoung. Wajahnya terlihat khawatir. Tidak seperti biasanya yang selalu tenang. Pasti ada masalah yang terjadi di antara mereka. Entahlah apa. Meski penasaran, Ryuri tak bisa memaksa Jinyoung untuk memberitahunya. Mungkin belum waktunya ia mengetahuinya.
*You Belong With Him*
Daehyun menyusuri anak tangga, menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Ia sedang malas untuk beraktivitas, jadi ia memutuskan untuk pulang tepat waktu –biasanya ia selalu pulang terlambat. Baru saja ia memegang kenop pintu kamarnya, Jinyoung sudah berdiri mengawasinya. Daehyun tak peduli apa yang mau dilakukan kakaknya itu. Dan ia mengabaikannya, segera masuk ke dalam kamarnya.
Jinyoung mengikuti Daehyun, masuk ke dalam kamarnya. Pintunya tak ditutup, jadi tak ada alasan bagi Daehyun untuk melarangnya masuk.
“Daehyun-a.” panggil Jinyoung. Daehyun membuka matanya, ia hampir saja masuk ke alam bawah sadarnya sebelum Jinyoung mengejutkannya.
“Mworago?” tanya Daehyun dengan malas. Ia masih dengan posisi telungkup di atas kasur.
“Ireona.” Jinyoung menarik bahu Daehyun cukup keras. Sehingga membuat Daehyun terganggu dengan sikap Jinyoung. Ia lalu bangkit dari posisinya.
“Mworago?” ulang Daehyun, kali ini dengan intonasi meninggi. Jinyoung menatap Daehyun serius. Daehyun tak menyukai tatapan itu, ia tak suka hal yang serius.
Jinyoung menarik kerah baju Daehyun, memaksa secara tak langsung pada Daehyun untuk berdiri di hadapannya. “Katakan padaku, bagaimana bisa kau mengenal Ryuri?” tanya Jinyoung. Daehyun diam, bagaimana cara ia menjelaskannya?
“Kenapa kau ingin tau?” Daehyun malah balik bertanya.
“Dia bertanya padaku tentangmu. Dia bilang, kau ini menyebalkan. Sedekat apa hubungan kalian? Kenapa kau tak pernah menceritakannya padaku?” tanya Jinyoung terus-menerus. Daehyun menatap heran Jinyoung, tak biasanya ia gegabah seperti ini. Apakah karena ia menyukai Ryuri? Sebegitu sukanya-kah?
“Dia? Ryuri? Dia menanyakanku? Apa ia tertarik padaku?” ucap Daehyun sambil tersenyum sengit.
Jinyoung geram dengan kata-kata Daehyun yang selalu bisa memancing amarahnya. Ia mencengkram kerah baju Daehyun. “Dengarkan aku. Jangan kau ganggu dia.”
Daehyun merasa asing dengan sikap kakaknya. Pasti ada sesuatu pada gadis itu sehingga bisa mengubahnya bisa seperti ini. Jinyoung pasti sangat menyukai Ryuri.
“Waeyo?” tanya Daehyun.
“Kalau kau mengganggunya apalagi kau sampai melukainya, kau akan berurusan denganku.” ucap Jinyoung dengan tegas.
“Whow, kau sepertinya sangat menyukainya.” kata Daehyun.
“Aniya, aku..” Jinyoung terbata.
“Kau tak bisa menyangkalnya dariku.” ucap Daehyun menang. Ia melepaskan tangan Jinyoung dari kerahnya, lalu merapikannya.
Jinyoung tertunduk, ia memang tak bisa berbohong soal ini. Jadi ia lebih baik tak membalas perkataan Daehyun dengan hal yang bukan sebenarnya. “Aku.. Aku mencintainya.”
Jinyoung lalu pergi meninggalkan Daehyun, segera pergi ke kamarnya. Setidaknya, ia sudah memeperingatkan Daehyun. Daehyun tersenyum memandang punggung Jinyoung. Menarik.
*You Belong With Him*
Daehyun membuka pintu lemari es-nya. Mencari botol air mineral, lalu meraihnya. Kemudian meneguknya. Setelah minum, ia kembali ke kamarnya. Belum sempat ia menapakan kakinya ke anak tangga, Appa-nya memanggilnya dan menatapnya tajam dari ruang tengah.
“Yaa! Babo namja!” seru Appa. Daehyun tau, panggilan itu ditujukan padanya. Daehyun berpura-pura tak tau akan hal itu. Ia melanjutkan langkahnya.
“JUNG DAEHYUN!” panggil Appa-nya dengan suara meninggi. Daehyun terpaksa berhenti melangkah, lalu menoleh ke Appa-nya. Sorot mata Appa terlihat sangat murka. Ia lalu berjalan menghampiri Appa sambil tertunduk. Daehyun memperhatikan tangan kiri Appa yang memegang selembar kertas putih. Perasaannya menjadi buruk.
Tangan kanan Appa melayang begitu saja ke atas kepala Daehyun. Appa memukul kepalanya dengan keras. Sakit. Daehyun bisa jatuh jika ia tak menahan tubuhnya. Daehyun mengusap kepalanya yang terasa sakit.
“Apa kau tak punya telinga, huh?!” seru Appa. Daehyun hanya diam.
Appa mengguncangkan bahu Daehyun, “Yaa! Lihat aku! Apa kau tak bisa mendengar kata-kataku, huh?!!”
Daehyun memberanikan diri mengangkat kepalanya, memandangi wajah Appa yang sudah memerah, “aku bisa mendengarmu.”
“Lantas kenapa kau tak menuruti kata-kataku?!” Appa memukul lengan Daehyun. Daehyun hampir terdorong. Appa menunjukkan kertas yang dipegangnya. Daehyun memandang kertas itu. Dugaannya benar, surat peringatan dari sekolah.
“Kau berkelahi lagi, huh?! Sudah berapa kali aku bilang padamu, jangan berkelahi! Kenapa kau masih melakukannya?!!” Appa benar-benar marah besar. Ini bukan pertama kalinya Appa memarahi Daehyun. Sering sekali Appa marah pada Daehyun, sampai memukulinya.
Appa lalu menampar Daehyun. “Kau ini anakku atau bukan? Kenapa kau tidak baik seperti Jinyoung? Kenapa kau selalu saja membuat masalah?!” Appa terus memukuli Daehyun hingga Daehyun terjatuh ke lantai. Daehyun tak bisa mengelak dari Appa-nya.
“Appa! Hentikan!” Jinyoung yang mendengar keributan yang terjadi di ruang tengah, menghampiri mereka, berusaha menghentikan Appa.
“Appa! Sudahlah!” Jinyoung memegang bahu Appa, menjauhkan Appa dari Daehyun supaya tak menyakitinya terus menerus. Appa pun berhenti. Tenaganya pun sudah cukup banyak teruras.
“Kenapa kau hentikan? Anak itu harus diberi pelajaran.” terang Appa.
“Tapi pelajarannya sudah cukup, kan?” ucap Jinyoung sambil menatap Appa penuh harap. Ia lalu menghampiri Daehyun, membiarkan Daehyun merangkulnya. Jinyoung menuntun Daehyun ke atas, menuju kamarnya.
Daehyun lemas. Ia duduk di kasurnya, sambil memegangi tubuhnya yang hampir remuk. Jinyoung duduk di sampingnya. Menatap Daehyun itu dengan rasa prihatin. Tak seharusnya adiknya mendapat perlakuan seperti ini dari Appa.
“Tak hanya Appa, aku juga sudah memperingatkanmu. Kenapa kau masih berkelahi?” tanya Jinyoung dengan lembut.
Daehyun menatap Jinyoung, “semua ini karenamu.”
Dahi Jinyoung berkerut, “karena aku?”
“Appa, Eomma, semua orang menyukaimu, menyayangimu. Aku tak mendapatkan sedikitpun dari itu.” terang Daehyun pada akhirnya.
Jinyoung tertegun, “jadi.. itukah yang membuatmu selalu bersikap seperti ini?”
“Dan kau tak menyadarinya.”
“Kau seharusnya bisa bersikap lebih baik. Appa dan Eomma juga akan menyayangimu lebih.” Kata Jinyoung.
“Aku rasa tidak. Mereka memang lebih memilihmu dibanding aku. Kau mendapatkan segalanya. Kau punya segalanya yang aku inginkan.” Ungkap Daehyun. Jinyoung tertegun.
“Apa yang kau inginkan? Katakan padaku. Aku akan berusaha untukmu. Asalkan kau jangan liar seperti sekarang ini.”
“Kau akan memberikan apapun untukku?” tanya Daehyun.
“Daehyun-a, aku menyayangimu sebagai adikku. Aku akan mengusahakannya. Apa yang kau inginkan sebenarnya?” tanya Jinyoung ingin tau.
“Jinjja? Jadi, kau akan memberikan apapun untukku? Jadi, kau bersedia memberikan Ryuri untukku?”

To be continued... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar