Laman

Rabu, 28 September 2011

FF: As Long As You Love Me [Part 1]



Genre : Romance
Length : 5 shoot
Cast:
-        -  Kim Jang Li
-         -  Kang Min Hyuk

“JangLi, ini ibumu sekarang dan ini Oppa-mu, Kang Minhyuk.” Kata ayahku sambil memperkenalkan dua orang di hadapanku. Aku hanya memperlihatkan wajah masam pada mereka. Kau Tanya mengapa? Yah, siapa yang tidak kesal punya Ibu baru? Ibuku telah meninggal. Dan ayahku menikah lagi dengan seorang janda beranak satu sementara aku tetap tidak bisa melupakan Ibuku. Ditambah lagi aku punya saudara tiri. Menyebalkan.
                “Bangabseumnida.” Kata Ibu baruku itu.
                “Bangawoyo.” Aku langsung menuju kamarku dan menidurkan tubuhku di atas ranjang. Aku merenung menatap langit-langit. Tak lama kemudian ayahku datang masuk ke kamarku.
                “JangLi, Appa tau kau masih belum bisa menerima ini. Tapi ini demi mengurus dirimu. Appa tidak punya cukup waktu untukmu.” Kata ayahku menghiburku.
                “Appa pikir aku akan bahagia?” tanyaku tanpa menoleh sedikitpun.
                “Appa yakin kau bisa bahagia seperti dulu. Kau anak yang kuat JangLi. Ayah pesan padamu, jaga Oppa barumu itu.” Kata Appa kemudian.
                “Menjaganya? Waeyo?”
                “ia mempunyai kelainan. Perkembangan dan pertumbuhannya lambat. Itu menyebabkan sifatnya masih seperti anak-anak. Kau harus lebih bisa mengerti keadaannya.” Ucap ayahku. Ini gila. Aku masih belum bisa terima dengan pernikahan ini lalu ayah sudah menyuruhku macam-macam. Menyusahkan saja.
                “Terserahlah.” Aku beranjak meninggalkan kamarku dan pergi keluar rumah.
                “Kau mau kemana?” Tanya Appa.
                “Ke rumah teman.”
*****
                Aku melempar tubuhku ke atas sofa. Aku baru pulang sekolah. Aku lelah. Tugasku menggunung. Aku tak kuat menghadapi deretan kata berjajar rapi menunggu untuk kujawab dan kupelajari. Aku sangat kelelahan. Aku membuka salah satu bukuku. Memandanginya dan membacanya. Baru kulihat saja kepalaku sudah cenat cenut *eeaa.
                “Annyeong…” seseorang menghampiriku dan duduk disampingku. Ia minhyuk. Oppa tiri-ku. Aku sedikit terpaksa memanggilnya Oppa.
                “Annyeong.” Sahutku malas-malasan.
                “JangLi sedang apa?” kata Minhyuk. Aku meliriknya sekilas dan kembali menatap soal-soal di bukuku itu.
                “Belajar.” Jawabku singkat.
                “Minhyuk bisa membantu JangLi.” Katanya lagi.
                “Jinjja? Kerjakan saja kalau bisa.” Aku melempar bukuku ke atas meja. Dan dia melihatnya kemudian menulis sesuatu. Awalnya aku tak peduli. Kemudian aku penasaran dan melihat pekerjaannya. Mataku melotot.
                “Kau mengerti semua ini?” tanyaku menatapnya dengan serius. Minhyuk mengangguk.
                “Minhyuk pernah mempelajari itu.” Kata Minhyuk dengan wajah polosnya.
                “Waw…” aku tersenyum lebar tak percaya.
*****
                Aku meminum secangkir teh hangat di teras rumah. Akhir-akhir ini aku sering melamun entah mengapa. Lalu Minhyuk datang menghampiriku.
                “Bolehkah Minhyuk duduk?” tanyanya. Aku mengangguk. Minhyuk lalu duduk di sampingku. Ia menyodorkan sebatang cokelat padaku. Aku memandanginya.
                “Mworago?” tanyaku.
                “Wajah JangLi kelihatannya sedih.” Jawabnya.
                “Lalu kenapa kau berikan cokelat?”
                “Cokelat dapat menghilangkan stress.” Katanya. Aku hanya tertawa. Ia heran melihat tingkahku.
                “Gomawo.” Aku menerima cokelat dari Minhyuk. Ia istimewa. Ia dapat mengetahui perasaan orang lain. Sepertinya aku terlalu tertekan dengan pernikahan Appa.
                “Ah, tidak apa-apa.” Kata Minhyuk sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia begitu polos dan jujur. Sebenarnya ia anak yang baik. Entah mengapa aku belum bisa menerimanya.
*****
                Aku duduk di balkon sambil menatap bintang. Merenung. Entah apa yang aku pikirkan saat ini. Tiba-tiba ibu tiriku menghaampiriku dan duduk di sampingku.
                “Kau belum tidur?” tanyanya.
                “Aku tidak mengantuk.” Sahutku singkat.
                “Geurae. Tapi jangan tidur terlalu larut. Besok kau harus sekolah.” Kata Ibuku itu. Aku menoleh padanya dan mulai mengajaknya bicara.
                “Mengapa Eomma menikahi Appa-ku?” tanyaku tanpa rasa bersalah.
                “Mwo? Kau Tanya mengapa?” Ibuku itu balik bertanya.
                “Ne. Kau bisa beritahu aku?”
                “Aku ditinggal suamiku saat masih mengandung Minhyuk. Ia jahat. Ia pergi entah kemana. Saat itu aku sendirian. Aku tidak punya siapa-siapa yang bisa membantuku. Aku membesarkan Minhyuk seorang diri. Aku menikahi ayahmu untuk Minhyuk. Untuk hidupnya.” Terangnya. Aku merasa bersalah selama ini menghiraukannya. Ternyata masalahnya sangatlah pelik.
                “Aku berharap kau mendapatkan pria yang baik. Aku tak ingin nasibmu seperti diriku.” Katanya dengan mata berkaca-kaca.
                “Ne. Gomawo.”
*****
                Pagi yang cerah. Aku sarapan bersama keluargaku. Aku memakan roti bakarku *gak di FF ga di kenyataan gue makannya roti!*. Minhyuk menuang kan segelas susu dan menyodorkannya padaku. Aku memandang segelas susu itu dan memandangnya secara bergantian. Aku melihatnya yang sedang tersenyum padaku. Lalu aku menghiraukannya.
                Minhyuk terdiam. Senyumnya menghilang. Ia menaruh gelas susu itu di dekatnya. Aku kasihan padanya. Ternyata selama ini, aku lebih beruntung. Ia tidak bisa mengalami masa indah bersama ayah dan ibunya dengan segala kekurangannya. Aku lalu mengambil gelas susu itu dan meminumnya. Sekilas aku memandang pada Minhyuk. Senyumnya kembali mengembang. Aku kagum padanya. Ia yang selalu tersenyum.
*****
                Aku memakai sepatuku. Dan bergegas pergi. Lalu Minhyuk berdiri di depan pintuku dan menghentikan langkahku.
                “JangLi mau kemana?” Tanya bocah itu.
                “Ke rumah Jonghyun. Waeyo?” aku balik bertanya.
                “Mau apa?”
                “Mau mengambil bukuku. Wae? Mau ikut?” aku menawarkannya. Ia tersenyum lebar padaku dan mengangguk. Ia mengambil jaketnya dan mengenakan sepatunya.
                Rumahku dan Jonghyun berdekatan. Jadi aku pergi hanya dengan berjalan kaki juga akan cepat sampai. Kami terdiam sampai aku membuka pembicaraan.
                “Oppa, mengapa kau selalu tersenyum?” tanyaku.
                “Kenapa? Karena Minhyuk senang.” Jawabnya singkat.
                “Bagaimana caranya kau bisa terus senang dan tersenyum?”
                “Minhyuk senang bertemu orang yang juga senang bertemu Minhyuk . Jadi Minhyuk hanya ingin membalas senyum mereka.” Kata Minhyuk. Orang ini jujur sekali.
                “Begitukah?” tanyaku lagi.
                “Karena ada JangLi juga.” Katanya lagi. Aku menoleh padanya “Mwo?”
                “Minhyuk senang bersama JangLi.” Kata Minhyuk. Aku tertawa kecil.
                “Aku juga senang bersama Minhyuk.” Kataku. Minhyuk tersenyum lebar. Tak lama kemudian kami sampai ke rumah Jonghyun.
“Jonghyun-ah! Dimana kau sembunyikan buku tugasku?” tanyaku pda Jonghyun yang sedang menonton televisi. Jonghyun meminjam bukuku. Ini aneh kan? Bukankah seharusnya ia yang mengembalikan buku dan mengantarnya padaku? Tapi malah aku yang mengambil ke rumahnya. Aku datang ke rumahnya bersama Minhyuk. Minhyuk sekarang malah menonton televisi bersama Jonghyun.
                “Di rak buku sebelah sana.” Kata Jonghyun.
“Nah, ini dia! Aku akhirnya menemukan buku tugasku. Buku itu terselip di rak buku Jonghyun yang berantakan. Aku pun menghampiri Jonghyun dan Minhyuk yang nampaknya serius menonton televisi. Aku pun menatap layar televisi karena penasaran apa yang ditonton mereka.
“Ya! Oppa mengapa menonton film seperti ini?” seruku pada Minhyuk.
“Memangnya kenapa?” Tanya Minhyuk.
“Waeyo? Ini kan Cuma film drama.” Kata Jonghyun santai.
‘Ah, sudahlah. Kajja, Oppa. Kita pulang.” Aku menarik tangan Minhyuk dan bergegas pulang.
“JangLi, Minhyuk boleh bertanya?” kata Minhyuk saat kami di jalan.
“Tanya apa?”
“Mengapa pria yang di film mencium bibir wanita yang di film itu?” Tanya Minhyuk tiba-tiba. Aku tertegun. Aku mau jawab apa?

To be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar