Laman

Rabu, 28 September 2011

FF: As Long As You Love Me [Part 3]



Genre : Romance
Length : 5 shoot
Cast:
-          Kim Jang Li
-          Kang Min Hyuk
                
JangLi’s POV…
                “JangLi, tolong.. Jebal..” terdengar suara Minhyuk yang nampaknya sedang kesulitan. Ada apa dengannya? Tapi aku terlanjur kesal padanya. Ia telah memecahkan vas kesayangan ibuku. Mungkin hanya itu bkenangan darinya selain foto-fotonya. Dulu, aku membeli itu bersama Ibu. Tapi sekarang kenangan itu telah hancur.
                Aku menangis di kamarku. Aku meningat-ingat Ibuku. Kalau saja Ibu sekarang masih ada, mungkin hidupku akan lebih bahagia. Tapi mungkin juga aku tak bertemu lagi dengan Minhyuk. Seketika namja itu berhenti memanggil namaku. Ada khawatir sesuatu terjadi padanya. Entah mengapa aku seperti punya firasat buruk.
                Karena penasaran aku membuka pintu kamarku. Aku mengintip Minhyuk yang sedang bersandar di dinding. Aigo, dia kenapa? Apakah aku harus menghampirinya? Hei, aku ini sedang marah padanya tapi… tapi aku tak bisa melihat wajahnya yang sedih.
                “Oppa, gwenchanayo?” tanyaku akhirnya menghampiri Minhyuk. Aigo, apa yang terjadi? Wajahnya pucat dan di tubuhnya mengucur keringat dingin. Ia terdiam menahan rasa sakit. Aku menatap kakinya yang bercucuran darah. Oh Tuhan, apakah Minhyuk menginjak kepingan pecahan vas Ibu?
                “Oppa, apa yang kau lakukan? Pendarahanmu harus di hentikan (?). Kau bisa berdiri? Aku akan membantumu.” Aku memegang tangan Minhyuk. Tapi Minhyuk menggenggam tanganku.
                “JangLi.. Mianhae.” Ucap Minhyuk lirih. Apakah ia benar-benar tak memikirkan keadaan kakinya? Malah namja ini terus meminta maaf padaku. Ia merasa sangat bersalah. Padahal, Ia tak sepenuhnya salah.
                “Sudahlah. Gwenchana, Oppa.” Ucapku sambil bergegas menuju dapur untuk mengambil kotak obat (?). Aku membersihkan luka di kaki Minhyuk dan mengobatinya. Setelah itu aku membalut lukanya.
                “JangLi sudah memaafkan Minhyuk?” tanyanya tak yakin padaku.
                “Ne. biarkanlah hal itu terjadi. Lagipula, Oppa kan tak sengaja.” Ujarku pada Minhyuk. Kini senyum manisnya mengembang di bibirnya. Tampak wajahnya terlihat lega meskipun telapak kakinya yang terluka.
                “JangLi, Gamsahamnida.”  Kata Minhyuk. Aku menyadari, bahwa aku tak bisa marah padanya.
***
Aku membereskan pecahan vas yang berserakan. Air mataku menitik. Aku brusaha tegar. Aku tak tega melihat Minhyuk yang sangat bersalah tapi bagaimana dengan vas ini? Ibu sangat menyukai vas ini. Namun, apakah kenangan itu akan terbuang? Andwae. Aku akan menyimpan pecahan ini. Meskipun bentuknya tak seperti dulu lagi. Kenangan Ibu sama sekali tak akan berubah. Dan selalu di dalam hatiku.
*****
At Night…
                “Lebih baik kau istirahat saja.” Kata Ibu. Ibu sudah mengetahui apa yang dialami Minhyuk. Minhyuk hanya menganggukan kepalanya sambil berbaring di atas kasur. Lalu Ibu pergi keluar kamar.
                “Cepatlah kau tidur.” Aku menyusul Ibu yang sedang berjalan keluar. Tiba-tiba Minhyuk menarik tanganku.
                “Mworago?” tanyaku.
                “Temani aku dulu.” Ucapnya manja.
                “Ya, kau kan sudah besar. Untuk apa ditemani?” tanyaku pada Minhyuk dengan wajah yang terheran-heran.
                “Molla. Minhyuk hnya merasa takut.”
                “Takut? Apa yang kau takutkan?”
                “Minhyuk takut tak bisa melihat wajah JangLi lagi.” Katanya sambil memandangku tajam. Apa yang ia bicarakan? Minhyuk bukanlah anak yang terlahir normal. Tapi aku tau bicaranya tak pernah asal. Apa maksudnya?
                “Bicara apa kau ini!” seruku. Aku lalu duduk di sebelah Minhyuk yang sedang berbaring. Ia mengikutiku. Ia duduk di sebelahku. Kami bersandar di dinding.
                “Kau tidak mengantuk?” tanyaku memecah suasana. Minhyuk menggelengkan kepalanya. Lalu aku kembali terdiam. Minhyuk juga. Bingung apa yang ingin di bicarakan. Tiba-tiba Minhyuk menyandarkan kepalanya di bahuku. Haha. Namja ini ada-ada saja. Selalu membuatku geli dengan tingkahnya yang polos.
                Aku menatap wajahnya yang tampak riang. Terpancar di wajahnya. Seharusnya tadi aku tak perlu marah dengannya. Aku ditinggal Ibuku hanya setahun lalu. Aku masih bisa merasakan kebahagiaan yang Ibu dan Ayah berikan padaku meski sebentar. Sedangkan Minyuk? Ia ditinggal ayahnya sejak kecil. Ia tak pernah merasakan kasih sayang ayahnya ataupun melihat wajah ayahnya. Aku sungguh lebih beruntung.
                “Oppa…” aku memanggil Minhyuk setengah berbisik.
                “Hm?” Minhyuk mengadahkan kepalanya menatapku.
                “Kau rindu pada Appa-mu?” tanyaku tiba-tiba.
                “Minhyuk punya dua Appa. Minhyuk suka dengan Appa Minhyuk yang sekarang. Minhyuk benci Appa Minhyuk yang dulu. Dia sudah membuat Eomma sedih.” Katanya dengan jujur.
                “Bagaimana jika Oppa bertemu Appa yang Minhyuk benci?”
                “Aku tak mau bertemu. Tapi aku mau ia minta maaf pada Eomma.” Katanya.
                “Geureongayo?” tanyaku. Lagi-lagi Minhyuk hanya mengangguk. Minhyuk memelukku. Namja ini membuatku berdegup.
                “Aku senang bertemu dengan JangLi.” Katanya. Ia memejamkan matanya. Aku membelai rambutnya. Ia tidak tampak seperti Oppa-ku. Ia tampak seperti anak TK sekarang. Lucu. Entah, tapi aku menyukainya apa adanya. Apakah aku sudah mulai jatuh cinta padanya? Ani! Tidak boleh. Tapia pa aku harus membohongi perasaanku sendiri?
                Aku menatap Minhyuk lagi. Aku rasa ia sudah tertidur pulas di bahuku. Aku lalu membaringkannya. Aku memandangnya sebentar. Apa yang harus aku lakukan terhadap bocah ini? Selamanya, aku tak akan pernah menjadi miliknya. Sekalipun ia mencintaiku, ia adalah saudaraku. Meski ia bukan saudara kandungku.
*****
                Siang ini terik sekali. Menyebalkan. Mengapa sekolahku itu memiliki peraturan yang seabrek sih? Mengapa mereka memulangkan siswanya jam segini. Aku sangat lelah. Aku memasuki rumahku. Mataku celingukan mencari apa ada orang di rumah.
                “BBA~!”
                “AAAAA~~!!” aku berteriak kencang. Aku terkejut. Spontan aku meneriakannya. Seseorang di depan mataku menutup telinganya. Tampak ia dibuat rebut olehku. Dia yang mengagetkanku, Minhyuk.
                “Teriakan JangLi berisik sekali!” seru Minhyuk sambil cemberut.
                “Siapa suruh mengagetkanku?” aku membalas perkataanya. Minhyuk hanya tersenyum menyadari perbuatannya.
                “Minhyuk punya sesuatu untuk JangLi.” Katanya ceria.
                “Mwoga?”
                “Tapi JangLi harus tutup mata dulu.”
                “Waeyo?”
                “Pokoknya tutup mata dulu!” perintahnya. Aku hanya menurutinya. Aku menutup mataku. Memangnya apa yang mau ia berikan untukku? Tunggu sajalah apa yang akan ia lakukan.
                “Sekarang JangLi boleh membuka mata.” Kata Minhyuk. Aku membuka mataku perlahan. Aku menatap benda di depan mataku. Aku terperangah. Minhyuk menyodorkan benda itu padaku. Benda yang sudah rapuh dan sangat berarti bagiku.
                “Vas bunga Ibuku?” tanyaku tak percaya. Minhyuk mengangguk mantap. Minhyuk telah menyusunnya kembali. Dari kepingan-kepingan yang telah ia pecahkan ia bentuk lagi menjadi sebuah vas yang cantik seperti dulu. Meskipun bentuknya tak rapi dan masih terdapat bekas pecahan. Aku sungguh kagum.
                “Gomawo.” Aku memeluk Minhyuk. Berterima kasih padanya. Ia tak seharusnya melakukan ini. Kini, vas itu kembali. Aku tertawa sambil menitikan air mata. Perbuatannya sungguh konyol, tapi ia mampu menyelesaikan semua ini.
                “Ah, gwenchana.” Katanya polos. Aku sangat bahagia. Aku diberi kesempatan bertemu dengannya. Tuhan, inikah yang kau berikan untuk mengatasi kesedihanku?
                Aku melepaskan pelukanku dari Minhyuk. Aku menghapus air mataku. Aku lalu meletakkan kembali vas itu di tempat semula. Aku tersenyum. Aku memandang Minhyuk yang tersenyum lebar.
                “Kau mau ikut aku?” ajakku.
                “Eodilo?” Tanya Minhyuk.
                “Mau ikut tidak?” aku balik bertanya. Minhyuk mengiyakan ajakanku. Aku meminta izin pada Eomma untuk mengajak Minhyuk pergi. Eomma pun mengizinkannya. Hanya dengan berkata “Minhyuk akan baik-baik saja!” izin pun didapatkan. Hehe.
*****
                “Kenapa JangLi mengajakku kesini?” Tanya Minhyuk.
                “Aku suka kesini. Dulu. Bersama Ibuku.” Aku menatap Sungai Han yang indah. Matahari bersinar terik menghiasi sore ini. Membuatku ingat beberapa tahun lalu saat aku bersama Ibu ada di sini. Saat pertama ke sini aku masih sangat kecil. Ke Jembatan Seongsan. Aku kembali teringat Ibu. Dan sepertinya aku mau menangis. Aku menitikkan air mataku.
                     Tiba-tiba Minhyuk menghapus air mataku. Aku menjauhkan wajahku dari tangannya. Aku menghapus air mataku sendiri dan tertawa.
                “Hahaha.. Mengapa aku jadi pabo begini?” ucapku mengalihkan pembicaraan.
                “JangLi-a..” Minhyuk memanggilku. Aku memandangnya yang sedang menatap mataku tajam.
                “JangLi jangan menangis.” Katanya.
                “Aku tidak menangis.”
                “Bohong. Cup cup cup. Jangan nangis lagi. Nanti jadi jelek.” Ucap Minhyuk sambil menepuk-nepuk kepalaku. Hatiku geli lagi-lagi dibuatnya.
                “Iya. Aku tak akan menangis lagi.” Ucapku sambil tersenyum pada Minhyuk. Minhyuk membalas senyumku. Tapi ada sesuatu di wajahnya. Wajahnya pucat dan berkeringat. Ada apa dengannya?
                “Oppa, kau sakit?” tanyaku khawatir.
                “Ani.” Jawabnya tegas. Ia tidak merasa seperti orang sakit. Tapi aku tau pasti sesuatu akan terjadi. Aku harap ini hanya bayanganku. Aku hanya merasa khawatir padanya.
                “Kajja!” aku mengajaknya berjalan-jalan melewati jembatan ini. Tapi seorang ajjushi paruh baya tampak sdang berlari dan terburu-buru sehingga ia menabrak bahu Minhyuk.
                “Ah, yeongsohamnida.” Katanya sambil terus berlari. Minhyuk memperhatikan Ajjushi tersebut. Ajjushi itu juga sesekali memandang Minhyuk. Mengapa mereka saling berpandangan?
                “Oppa, kajja!” ajakku.
*****
                Aku pulang menjelang malam bersama Minhyuk. Setelah bermain-main tak ada tujuan di luar sana. Aku memasuki rumah. Gelap. Tampak tak ada orang. Aku menyalakan lampu di ruang tamu.
                “Apa tidak ada orang?” aku memeriksa seisi rumah. Nampaknya Ibu sedang pergi.
                “Dimana Eomma?” Tanya Minhyuk.
                “Molla. Aku rasa Eomma pergi.” Jawabku.
                “Kemana?” tananya lagi. Aku menggelengkan kepala sambil mengangkat bahu tanda tak tahu. Aku memandang keluar rumah. Angin malam yang dingin memasuki rumahku. Tanpa disengaja mataku termasuki debu.
                “Ah~!” aku mengusap mataku yang perih.
                “JangLi, waeyo?” Tanya Minhyuk lagi.
                “Mataku termasuki debu.” Jawabku.
                “jangan dikucek! (?)” kata Minhyuk. Ia mendekatiku dan meniup mataku yang termasuki debu. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Aku rasa debu itu sudah hilang. Aku melihat Minhyuk yang menatap kedua mataku tepat di hadapanku. Minhyuk menggenggam tanganku. Tangannya terasa dingin. Kami saling bertatapan.
                “JangLi…” Minhyuk berbisik padaku.
                “Ne?” tanyaku. Jantungku berdebar keras. Minhyuk semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku memejamkan mataku dan…
                “Ya! Apa yang kalian lakukan huh?”

To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar