Laman

Rabu, 28 September 2011

FF: My Heart Is Yours



Cast:
- Kim KyeongJae (Elison Kim)
- Kim JangLi
- Kang MinHyuk


KyungJae’s Point Of View…
“Benar kau tak ingin ikut, KyungJae?”
“Andwae.”
“GeuRae”
Mereka meninggalkanku. Mereka adalah teman-temanku yang kerjaannya hanya mengerjai anak-anak yang tidak bersalah. Dulu aku seperti mereka. Tapi sekarang tidak lagi. Aku lelah. Lagipula tak ada untungnya. Tapi mereka masih bertahan meski sering di hukum. Hari ini adalah hari penerimaan siswa-siswi baru. Jadi, pasti akan banyak junior yang menjadi sasaran mereka. *bukan junior yang itu!*
Dua orang diantara mereka memegang sebuah tali putih dan tipis. Lalu seseorang lagi memanggil seorang gadis. Gadis itu pasti siswi baru di sekolah ini. Dengan lugu dan polosnya ia menghampiri temanku itu. Dan, mereka berhasil. Gadis itu terjatuh dengan sempurna. Pakaiannya kotor. Lalu temanku itu memanggilku seakan mengajak tertawa bersama. Aku pun ikut tertawa.
Gadis itu memandangiku. Wajahnya memerah. Seperti ingin menangis. Tapi ia terlihat menahan tangisannya. Aku menghentikan tawaku. Lalu seseorang datang menghampirinya. Dia Kang Minhyuk. Teman satu angkatan denganku, tapi ia tak sekelas denganku. Minhyuk membantu gadis itu berdiri. Apa Minhyuk mengenalnya? Minhyuk merangkul gadis itu dan beranjak pergi.
*****
                Aku memasuki bus yang akan mengantarku pulang. Bus ini penuh sekali, aku terpaksa berdiri. Tiba-tiba seorang gadis memasuki bus ini. Ia adalah gadis yang ku tertawakan tadi. Kini ia ada di depanku. Aku merasa canggung. Tapi aku diam saja daripada nanti aku mendapat masalah. Seketika, bus berhenti mendadak. Gadis itu terlepas dari pegangannya. Ia hampir terjatuh. Refleks ia memelukku dan aku menahannya. Aku berdebar. Semoga gadis itu tidak mendengarkan debaran jantungku.
                “Gwenchanayo?”
                “Ne. Gwenchana.” Ia melepaskan pelukannya. Dan kembali berpegangan.
                “Apakah kau memaafkan aku?” tanyaku padanya. Akhirnya aku mengajaknya berbicara.
                “Maaf? Untuk apa?” ia bertanya seperti itu padaku. Ia pura-pura tak tau atau benar-benar tak tau?
                “Kejadian di sekolah tadi. Juga teman-temanku. Maukah kau memaafkan mereka?”
                “Ne. Aku tidak apa-apa.” Jawabnya sambil tertunduk. Lalu bus yang kami tumpangi berhenti di sebuah halte. Sepertinya gadis ini akan turun. Tapi ada seseorang yang mendesaknya. Ia terdorong dan siku orang itu mengenai mata gadis itu. Ia sedikit merintih.
                “Apa kau baik-baik saja?” tanyaku lagi. Aku memeriksa keadaan matanya. Aku memandanginya. Ia membalas memandangku. Sorot matanya tajam menatapku. Dia… cantik. Aku segera membuang wajahku. *narsis boleh dong*
                “Ah, ne. Gomawo.” Gadis itu pergi meninggalkanku. Ia turun dari bus. Aku tak bisa menghentikan debaran jantungku. Aku tak mengerti yang terjadi. Aku lalu mengabaikannya.
*****
                Sepertinya Geng Usil itu mengerjai gadis itu lagi. Aku melihatnya basah kuyup di sudut lorong sekolah. Geng Usil itu langsung meninggalkannya.
                “Dikerjai lagi?” tanyaku padanya. Ia tak menjawab. Aku membantunya berdiri. Nafasnya berhembus, berwarna putih. Nampaknya ia sangat kedinginan.
                Aku menggandeng tangannya menuju ruang UKS. Disana ada Shin-sonsaengnim yang menjadi pengurus UKS. Aku meminta tolong padanya untuk mengeringkan gadis itu.
                “Sonsaeng ingin menjadi guru atau hair stylish?” tanyaku pada Shin-sonsaengnim yang mengeluarkan hair dryer dari tasnya.
                “Biarkan saja. Yang penting berguna.”katanya lalu mengeringkan rambut gadis itu. Aku heran mengapa guru itu selalu membawa alat-alat kecantikan ke sekolah. Aku pergi dan membaringkan tubuhku di kasur yang terdapat di ruang UKS.
                “Sonsaeng, aku numpang tidur ya?”
                “Terserah.” Katanya. Aku memejamkan mataku dan tertidur pulas.
Author’s POV…
                Shin-sonsaengnim mengeringkan rambut JangLi yang basah. Setelah itu ia memberi JangLi handuk untuk mengeringkan tubuhnya.
                “Sonsaeng, dia itu orang yang baik ya?” Tanya JangLi pada Shin-sonsaengnim.
                “Nugu? KyungJae? Biasa saja. Sifatnya pas-pasan. Kadang baik, kadang buruk. Malah terkadang ia tergabung dengan anak-anak yang menjahilimu tadi.” Jelas Shin-sonsaengnim.
                “Jinjja? Tapi ia baik padaku.” Kata JangLi.
                “Molla. Mungkin dia suka padamu.”
                “Mwo? Haha, sonsaeng ada-ada saja.” Kata JangLi. Ia memandang ke arah orang yang tertidur itu. KyungJae. Sunbae yang baik padanya.
*****
KyungJae’s POV…           
“Sunbae.. Sunbae..”
“KyungJae-sunbaenim..” seseorang seperti memanggil-manggilku. Aku terbangun dari tidurku dan baru menyadari aku di UKS sekarang. Aku memandang wajah orang yang membangunkanku itu. Ia adalah gadis itu. Gadis yang dijahili teman-temanku. Rambutnya yang biasa terikat kini diurai. Aku bertatapan dengannya. Lalu aku mengalihkan pandanganku dan beranjak bangun dari kasur di UKS.
“Bel masuk sudah berbunyi. Jadi aku membangunkan Sunbae.” Katanya.
“Oh, ne. Gomawo.” Ucapku. Gadis itu lalu pergi meninggalkanku. Tapi aku menghantikan langkahnya.
“Changkkamannyo! Nuguseyo?” tanyaku padanya.
“JangLi. Kim JangLi imnida. Annyeong.” Gadis itu kembali berjalan menuju kelasnya. Aku tersenyum menatapnya. Kim JangLi. JangLi, senang bertemu denganmu.
*****
Sudah 2 tahun aku mengenal JangLi. Ia bersahabat baik denganku. Kini, aku memandangnya yang sedang tertawa dengan teman-temannya. Sejak saat itu, aku jatuh cinta padanya. Entah mengapa aku jatuh cinta padanya. Tatapan matanya selalu membuatku tak bisa membalasnya. Aku tak bisa menatapnya, hanya bisa memandanginya dari jauh.
                “Sunbae!” JangLi menghampiriku. Matilah aku. Jangan sampai ia mengetahui dari tadi aku terus memperhatikannya.
                “Annyeong. Sunbae, apakah aku mengganggumu?” tanyanya.
                “Ah, ani. Memangnya ada apa?” tanyaku.
                “Sunbae. Bolehkah aku datang ke rumah Sunbae? Aku ada tugas Bahasa Inggris. Sunbae kan pandai berahasa Inggris. Ajari aku ya?” kata JangLi sambil tersenyum lebar.
                “Tentu saja. Nanti mungkin Eomma-ku akan memasak masakan enak untukmu.” Ucapku padanya. Rumah JangLi memang cukup jauh dari rumahku. Tapi rumah kita searah.
                “Hahaha.. Tidak usah Sunbae, tapi gamsahamnida.” Kata JangLi sambil membungkukan badannya. “Sunbae, aku permisi dulu.” Kata JangLi lagi. Untuk kedua kalinya ia membungkukan badannya. Aku tertawa kecil lalu tersenyum.
*****
                “Silakan masuk, JangLi.” Aku mempersilakan JangLi masuk ke dalam rumahku. Tidak berapa lama setelah itu Eomma mengirim pesan singkat padaku melalui ponsel. Aku terkejut dan mulai cemberut.
                “Sunbae. Gwenchana?” Tanya JangLi.
                “Eomma-ku bilang ia ada urusan. Sepertinya ia akan pulang terlambat. Jadi, ia tidak bisa memasak untukmu, JangLi.”
                “Sunbae. Aku datang ke sini untuk belajar bukan untuk makan. Sunbae mau mengajariku saja aku sudah  senang.” Kata JangLi. Iya juga sih. Tapi tunggu dulu, kalau bumonim tidak ada berarti. Aku hanya berdua dengan JangLi!
                “Ehmm.. JangLi, silakan duduk. Aku akan mengambilkan minum dulu.”
                “Ne. Gomawo.” JangLi duduk di sofa.
                Tak lama kemudian aku membawakan secangkir teh hangat untuk JangLi. Aku melihat JangLi yang sedang melamunkan seuatu. Aku tidak tau apa yang ia pikirkan dan aku tidak berni untuk bertanya. Jadi sebaiknya aku tidak berkomentar.
                “Silakan diminum.”
                “Gomawo. Sunbae baik sekali padaku.” Kata JangLi yang brada di sampingku.
                “Apa kau barau tau aku ini baik? Haha, tidak. Tidak apa-apa. Untuk apa kita membenci orang lain kalau ia tidak bersalah. Ya kan?”
                “Tapi kan aku sudah merepotkan.”
                “Merepotkan kan bukan masalah bagiku.”
                “Sunbae…” JangLi berkata setengah berbisik. Ah sial, keringatku mulai mengucur. Detak jantungku tak beraturan.
                “Mwoga?”
                “Sebentar lagi Sunbae lulus ya..”
                Lulus? Itu baru terpikirkan olehku. Sebentar lagi aku akan menghadapi ujian. Dan setelah aku lulus aku harus meninggalkan sekolahku. Meninggalkan para sonsaeng. Meninggalkan banyak chingu. Dan aku pasti akan meninggalkan JangLi. Berpisah dengannya? Rasanya aku tak sanggup.
                “Iya…”
                “Pasti Sunbae sedih berpisah dengan chingu Sunbae. Ah, tapi aku yakin Sunbae pasti akan bersekolah keluar negri. Aku ingin menjadi seperti Sunbae.” Pandangan JangLi kosong. Itukah yang ia pikirkan? Lalu kenapa ia memikirkannya?
                “JangLi…” aku meberanikan diri menatap matanya. Apa aku harus mengatakannya sekarang?
                “Ne…” suara JangLi terdengar jelas di telingaku.
                “Aku… Aku…” Haruskah aku mengatakannya sekarang? Aku belum siap  dan aku tak bisa. Mana mungkin dia mencintaiku? Aku sudah bisa menebak ia akan menolak cintaku.
                “Aku.. Aku akan mengajarimu bahasa Inggris.”
                “Oh, ne. JangLi mengeluarkan buku catatannya dari dalam tasnya. Ah, pabo. Pabo.  Aku benci mengapa aku tidak bisa mengatakannya.
*****
                Hari ini hari kelulusanku. Aku lulus dengan urutan 3 terbaik. Orang tuaku pasti bangga. Aku akan di sekolahkan di kota kelahiranku, Los Angels. Aku akan kuliah di sana. Dan aku sangat senang. Tandanya aku harus meninggalkan Korea Selatan. Tapi ada satu yang belum tersampaikan. Perasaanku pada Kim Jang Li. Aku berharap aku bisa menyatakannya hari ini.
                Aku mencari-cari sosok Kim JangLi. Aku ingin bertemu dengannya. Aku menggenggam sebuah kotak kecil yang telah ku bungkus dengan rapi. Aku ingin memberikan ini untuknya. Aku tak peduli ia akan menolakku atau tidak, yang penting aku sudah mengutarakannya. Akhirnya aku menemukannya. Aku melihatnya yang sedang tersenyum bersama… MinHyuk?
                MinHyuk? Kang Min Hyuk? Aku tau rumahnya bertetangga dengan JangLi. Tapi ada apa dengan mereka berdua? Apakah ia menyukai JangLi? Ya, aku benar.
                Minhyuk memeluk JangLi erat. JangLi membalas pelukannya. Itukah sebabnya JangLi memikirkan hari kelulusanku? Apakah JangLi memikirkan itu karena Minhyuk? Ughh, sesak. Rasanya dadaku sesak. Aku seperti kehilangan udara. Tidak bisa bernafas. Ayolah, KyungJae.. kau sudah tau JangLi tidak menyukaimu tapi kau masih saja nekat? Untuk sekejap aku menatap kedua mata JangLi. Menatap senyuman JangLi. Mungkin untuk yang terakhir kalinya. JangLi, selamat tinggal. Aku harap kita bisa bertemu lagi.
*****
7 years later…
                Aku tiba di  Incheon Airport. Aku kembali ke Korea. Sudah lama sekali aku tak melihat tempat ini. Aku senang sekali bisa kembali. Lama tidak melihat wajah-wajah orang Korea. Dan tempat ini memiliki banyak kenangan bagiku.
                Aku mengunjungi sebuah café. Aku ingin istirahat minum kopi sebentar sambil menikmati keindahan kota ini. *ciiieeee* Lalu mataku tertuju pada seorang gadis di luar jendela. Seorang gadis yang ku kenal. Gadis yang ingin kutemui. Apakah itu benar-benar dia?
                Aku berlari keluar cafe dan mencoba mencari gadis itu. Gadis itu berjalan diantara kerumunan. Aku sangat yakin. Wajahnya tidak berubah. Aku mencoba memanggilnya.
                “Kim JangLi~!” seruku. Gadis itu berhenti dan membalikkan badannya. Ia menoleh kepadaku. Ia tampak terkejut menatapku. Pandangan matanya yang lembut mengembalikan kenangan itu. Sewaktu aku satu sekolah dengannya dulu. Aku benar-benar merindukan itu. Hatiku terasa lega ketika melihat matanya.
                “Kim JangLi, kaukah itu?” aku berhenti berlari dan kini aku tepat di depannya.
                “Kim KyungJae?” seru JangLi kemudian. Ia mengingatku. Ia masih mengenaliku.
                “Ne, JangLi.”
                “Sunbae…” JangLi tampak tersenyum bahagia. Itu sudah membuatku senang. JangLi seperti ingin memelukku. Tapi entah mengapa seperti ada sesuatu yang menahannya.
                “JangLi, annyeong haseyo?” tanyaku pada JangLi.
                “Annyeong, Sunbae. Apakah Sunbae baru datang dari Los Angels? Pasti senang berada di sana.” Kata JangLi.
                “Tidak juga. Aku lebih suka tinggal di Korea.” Aku membalas perkataan JangLi.
                “Jinjja? Aku pikir Los Angels lebih baik.” Katanya. Tidak. Tidak lebih baik jika aku tidak bisa melihat wajahmu. JangLi, aku ingin berkata padamu. Aku merindukanmu. Tapi tidak bisa dan tidak mungkin.
                “Haha.. mau berjalan-jalan sebentar?” tanyaku pada JangLi. JangLi hanya mengangguk.
Kami berjalan berdua di tengah kota. JangLi diam. Tapi kemudian ia membuka pembicaraan. “ Bagaimana keadaan keluargamu di sana?”
“Yah, tidak buruk. Kau sendiri bagaimana kabarmu?”
“Aku baik-baik saja.” Kata JangLi singkat. Aku memandanginya. Penampilannya berubah. Tampak lebih dewasa. Ya memang, karena dia sudah lulus sekolah. Tapi sifatnya masih sama seperti dulu. Ia memakai jaket berwarna coklat dan memakai sweater karena sekarang musim dingin. Ia memakai celana jeans dan cincin berwarna perak. Cincin?
“Ehm, JangLi…”
“Ne?”
“Boleh aku tanya sesuatu?”
“Mwoga?”
“Jagiya~!” seorang pemuda seumuran denganku tampak sedang memanggil JangLi. Aku tau ini akan terjadi. Dan aku benci itu. Pemuda itu menghampiri kami berdua. Dan tampaknya ia memakai cincin yang sama.
“Hei, kau KyungJae kan? Kau temanku waktu SMA dulu kan? Annyeong haseyo.” Sapa pemuda itu padaku. Pemuda itu adalah Kang Minhyuk.
“Ah, ne. Kau Kang Minhyuk kan? Sudah lama sekali kita tak bertemu.”
“Geurae. Lalu, sedang apa kau bersama JangLi?” tanyanya.
“Kim KyungJae baru datang dari Los Angels. Dan kebetulan kami bertemu.” Kata JangLi.
“Oh, arata. Jagi, ayo pulang. Keluargaku sudah menunggumu.” Kata Minhyuk.
“Apa kalian…” belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Minhyuk menyelanya. “Bertunangan.” Lalu Minhyuk merangkul JangLi. JangLi diam. Ini lebih parah daripada 7 tahun lalu. Hatiku seperti disayat-sayat. Menyakitkan.
“KyungJae-a, kami harus pergi. Sampai ketemu lagi. Annyeonghi gaseyo.” Kata Minhyuk sambil menarik tangan JangLi bersamanya.
“Annyeong.” Balasku. Sempurna. Patah hati di hari pertemuanku dengan cinta pertamaku. Dan dia bertunangan dengan teman lamaku yang bernama Kang Minhyuk. Ha, betapa menyedihkannya nasibku. Haha, aku merasa seperti orang bodoh. Pabo.
*****
                Wedding Invitation Kim Jang Li & Kang Min Hyuk
                Kim JangLi. Cinta pertamaku. Akan menikah. Dengan temanku.
                Aku tidak bisa tenang memikirkan hal ini. Harusnya aku bisa merelakan kebahagiaan JangLi tapi mengapa aku tak bisa? Arrgh, lebih baik aku pergi keluar untuk mencari udara segar.
                Aku sampai ke sebuah jembatan besar. Memandangi kota. Korea selatan yang penuh kenangan. Kalau tau begini jadinya lebih baik aku tidak akan kembali ke Korea. Tapi aku tak bisa menahan perasaan rinduku pada JangLi.
                Aku memandang sekeliling. Memandang sungai yang tenang. Memandang langit yang kesepian tanpa bintang. Memandang… JangLi? Sedang apa ia di sini? Bukankah dua hari lagi ia akan menikah? Mengapa malah melakukan hal yang sama denganku? Lalu mengapa kita bertemu lagi? Dan mengapa wajahnya terlihat murung?
                Aku berjalan mendekatinya. “Sedang apa calon pengantin berdiam diri di sini sendirian?” JangLi hanya tertawa kecil. JangLi selalu menunjukan wajah bahagia padaku. Aku tau hatinya sakit tapi ia selalu menyembunyikan perasaannya.
                “Sunbae, sedang apa di sini?”
                “Memangnya tidak boleh aku di sini?” aku balik bertanya. Tampaknya JangLi sedang menggenggam sesuatu.
                “Apa yang sedang kau pegang? Boleh kulihat?” tanyaku lagi.
                “Ah, andwae.” JangLi seperti menyembunyikannya. Aku memaksanya dan berhasil merebut benda itu. Itu adalah sebuah foto. Dan itu fotoku? JangLi memandangi fotoku?
                “Berikan padaku.” JangLi mengambilnya kembali dan beranjak pergi. Aku mencegahnya dan menarik tangannya.
                “JangLi, jawab aku, apakah kau mencintai Minhyuk?” tanyaku. Kali ini aku memberanikan diri menatap matanya. JangLi tidak menjawabku. Ia malah membuang wajahnya.
                “JangLi, apakah kau mencintaiku? JangLi, jawab aku!”
                “Lepaskan aku! Aku.. aku mencintaimu, Sunbae.” JangLi tertunduk. Dia barusan menyatakan cinta padaku? Jadi selama ini ia mencintaiku?
                “Mengapa kau menikah dengan Minhyuk kalau kau mencintaiku?” tanyaku dan meninggikan suaraku.
                “Aku tidak bisa.”
                “Wae? Waeyo, JangLi?”
                “Aku adalah tetangga Minhyuk. Aku mengenal Eomma-nya dengan sangat baik. Dan kau ta kan Eomma-nya Minhyuk sudah meninggal? Minhyuk itu seorang anak yang baik. Dia itu seperti bocah laki-laki yang tidak bersalah. Bahkan ia tidak sempat melihat Eomma-nya menghembuskan nafas terakhirnya.” Mata JangLi mulai berkaca-kaca.
                “Lalu? Apakah kau menikahi Minhyuk karena kasihan padanya?”
“Aku menyayangi Minhyuk. Sebelum meninggal Eomma-nya berpesan padaku. Aku harus menjaga Minhyuk. Aku tak bisa mengabaikan pesannya begitu saja.” Air mata JangLi mulai menetes. Baru kali ini aku melihat JangLi menangis.
“Jadi karena itukah?” tanyaku tak percaya. Aku memeluk JangLi dengan erat. Aku ingin sekali menghentikan waktu agar aku bisa seperti ini lebih lama. Tapi JangLi melepaskan pelukanku.
“Aku harus menikah dua hari lagi. Jadi sebaiknya aku pulang.” JangLi bergegas pergi. Aku hanya memandanginya dari kejauhan. Aku juga tak tega melihat Minhyuk. Tapi aku tak bisa memaksakan perasaanku.
*****
                Esok JangLi akan menikah. Semenjak kemarin kami tak berhubungan. Tak berani bertemu. Tapi rasanya sangat sakit. Aku ingin bertemu JangLi sekarang. Aku rindu padanya.
                “KyungJae? Kau Kim KyungJae kan? Lama tak berjumpa chingu.” Seseorang menegurku dan tersenyum padaku.
                “Alexander Lee? Haha, tak ku sangka kita bertemu lagi.” Kataku sambil merangkulnya. Xander, ia sahabatku. Hanya ia yang mengetahui aku mencintai JangLi. Entah darimana ia mengetahuinya. Padahal, aku tidak pernah menceritakannya. Ia juga yang menyuruhku menyatakan perasaanku pada JangLi. Tapi aku tak melakukannya.
                “KyungJae, bagaimana hubungnmu dengan JangLi? Kalian pasti akan menikah kan? Aku sudah tau, kalian itu jodoh!” kata Xander.
                “JangLi akan menikah.” Balasku.
                “Haha, benar kan? Kau harus beterima kasih padaku karena..”
                “Aniyo. JangLi tidak menikah denganku.” Aku memotong perkataannya.
                “Apa maksudmu? JangLi menikah dengan orang lain? Bukan dengan kau?” Tanya Xander heran.
                “Ne.”
                “Kau mencintainya dan membiarkannya begitu saja? Paboya!” seru Xander. Hei, dia tidak usah berteriak seperti itu juga aku sudah tau. Aku memang pabo.
                “KyungJae, nae chingu, dengarkan aku. Kau mencintai JangLi?” tanyanya.
                “Sangat.”
                “Cinta itu takdir. Kita tak perlu takut cinta itu akan pergi karena cinta akan datang dengan sendirinya. Tapi kalau kita hanya menunggu cinta tapa berusaha mengejarnya, cinta bisa pergi begitu saja. Araseyo?” kata Xander. Belajar puisi darimana dia?
                “Tapi jika kita berharap dan terus mengejar cinta yang tak mungkin datang pada kita, itu sia-sia.” Ucapku pada Xander.
                “Kapan JangLi menikah?” Tanya Xander.
                “Besok.”
                “Hentikan pernikahannya.”
                “Gila.”
                “Harus, KyungJae.”
                “Aku tidak bisa. Sampai ketemu lagi chingu. Aku harus pergi.” Aku menepuk bahu Xander dan meninggalkannya. Aku rasa perkataannya benar tapi sepertinya sudah terlambat bagiku untuk menghentikan pernikahan JangLi.
Next day…
                JangLi akan menikah nanti sore. Dan aku masih berdiam menatap ke luar jendela. Aku diundang ke acara pernikahannya tapi aku lebih memilih untuk tidak datang. Itu lebih baik. Aku ingin melupakan JangLi. Itu terus yang terpikirkan. Dan aku ingin tau bagaimana cara untuk melupakannya. Hasilnya nihil, aku tak bisa.
                Aku terus menatapi jam dinding. Rasanya cemas. Sekarang jam 14:30. Jam 15:30 JangLi akan mengucapkan janji sucinya kepada Kang Minhyuk. Jantungku berdebar sangat cepat. Ya, Tuhan.
Ting Tong..
                Bel berbunyi. Ada seseorang yang datang. Aku membukakan pintu untuknya. Seseorang berpakaian rapi dengan jas dan kemejanya. Siapa dia?
                “Mianhae, nuguseyo?” tanyaku.
                “Annyeong haseyo. Maaf saya mengganggu. Saya ingin memberikan ini kepada anda.” Katanya. Ia memberikanku sebuah kotak.
                “Apa ini?”
                “Molla. Seseorang meminta saya memberikan ini kepada anda. Saya permisi dulu.” Kata ajjushi tersebut. (?) Ia meninggalkanku dan membuatku penasaran akan isinya. Aku membuka kotak tersebut dan isinya adalah sebuah buku. Buku apa itu?
                Aku membuka buku itu. Membacanya kata demi kata. Aku rasa aku tau buku ini. Isinya pnuh dengan diriku. Namaku, fotoku, semua tertera di buku ini. Juga kenangan-kenangan yang kualami bersamanya. Bersama Kim JangLi. Ini buku JangLi. Buku harian JangLi. Dia benar-benar mencintaiku. Bahkan memperhatikanku lebih. Apakah ini sungguhan?
                “Cinta itu takdir. Kita tak perlu takut cinta itu akan pergi karena cinta akan datang dengan sendirinya. Tapi kalau kita hanya menunggu cinta tapa berusaha mengejarnya, cinta bisa pergi begitu saja.”
                JangLi… Kim JangLi… Aku harus menemuimu sekarang juga..  JangLi..  JangLi…
Author’s POV…
                JangLi mencari-cari buku hariannya. Ia yakin telah menaruhnya di dalam laci. Tapi buku itu hilang. Sebentar lagi JangLi akan menikah dengan Minhyuk.
                “JangLi, ayo kau harus cepat.” Kata seorang yeoja paruh baya. Ia adalah Eomma-nya JangLi.
                “Geurae.” Seru JangLi. Ia menyesal tak bisa menemukan buku hariannya. Semua kisah yang dialaminya dituliskan kedalamnya. Tapi apa boleh buat.
*****
                JangLi berjalan ke altar. Minhyuk sudah menunggunya di sana. JangLi membawa sebuah buket bunga. Ia tetap tersenyum saat berjalan. Akhirnya JangLi sampai. Sekarang ia berdiri berdampingan dengan Minhyuk.
                “Kim JangLi. Bersediakah kau mendampingi Kang Minhyuk untuk selamanya?” kata sang Pendeta.
                “Ya, aku bersedia.” Kata JangLi.
                “Kang MinHyuk. Bersediakah kau mendampingi Kim JangLi untuk selamanya?” Sang Pendeta bertanya kepada Minhyuk.
Minhyuk terdiam sebentar lalu menjawab “Aku tidak bisa.”
Semua orang terkejut apalagi JangLi. JangLi menatap Minhyuk dan bertanya padanya “Apa yang kau lakukan?”
“Aku tidak bisa menikahi orang yang tidak mencintaiku. Aku tak bisa.” Wajah Minhyuk memerah. Ia tertunduk.
“Oppa… Kenapa kau bisa berkata seperti itu?” Tanya JangLi.
“Pabo, kini aku baru menyadari. Selama ini, kau tak pernah bilang bahwa kau mencintaiku.”
“Mwo?”
“Saat aku memintamu untuk menjadi namjachingu-ku, kau hanya menerimanya. Kau hanya bilang kau mau. Dan saat aku bilang aku mencintaimu, kau hanya bilang ‘Aku juga’ dan terkadang kau bilang kau menyayngiku.” Mata Minhyuk mulai berkaca-kaca.
“Oppa, aku sungguh menyayangimu.” Kata JangLi kemudian.
“Aku tau itu. Aku tau semuanya. Aku tau kau menikahiku karena Eomma-ku. Dan aku tau kau mencintai Kim KyungJae, chinguku. Geuraeseyo?” Tanya Minhyuk.
“Oppa, bagaimana kau..”
“JangLi…” Minhyuk memeluk JangLi. JangLi hanya terdiam.
“Menikahlah dengan KyungJae.” Kata Minhyuk. Hatinya sakit dan terpaksa mengatakan hal itu.
“Mwoga?”
“Temuilah KyungJae dan menikahlah dengannya. Aku tak mau kau menyiksa hatimu karena cintamu yang tak sampai. Saranghaeyo, JangLi.” Minhyuk melanjutkan perkataannya.
“Lalu bagaimana denganmu Oppa? Aku juga tak ingin melihat kau bersedih.” Kata JangLi.
“JangLi, jawab aku. Apa pesan Eomma-ku sebelum meninggal?” Tanya Minhyuk.
“Ah.. Aku harus menjagamu, Oppa. Aku harus terus berada di sampingmu.”
“Ne. Bukan berarti kau harus menikah denganku, kan?” Minhyuk menatap kedua mata JangLi. JangLi membalas tatapan Minhyuk. Mencoba mencerna kata-kata Minhyuk. JangLi tau, tandanya ia bisa bersama KyungJae. Tapi bagaimana dengan Minhyuk? Ia hanya tak tega meninggalkannya.
“Lalu Oppa..”
“Aku akan baik-baik saja selama kau menjalankan pesan Eomma-ku. Aku akan baik-baik saja selama aku masih bisa bertemu denganmu. Dengarkan aku JangLi, apa pun yang terjadi padaku atau padamu, meski kau menikah dengan KyungJae dan akan bahagia bersamanya, kau akan selalu memiliki hatiku, JangLi. Kau bisa datang padaku jika kau membutuhkanku. I gave my heart to you.” kata Minhyuk.
“Oppaaa…” JangLi menitikkan air matanya dan memeluk Minhyuk.
“Sudahlah. Pergi dan temui KyungJae. Bilang kau akan menikah dengannya, okay?” Minhyuk tersenyum pada JangLi. Senyumnya sangat hangat dan membuat perasaan JangLi tenang.
“Oppa, gomawo. Aku menyayangimu.” JangLi melepas pelukannya dari Minhyuk dan berlari mencari seseorang yang dicintainya. Kim KyungJae.
JangLi seperti pengantin tersesat sekarang. Ia berlari-lari dangan gaun putih pengantin. Orang-orang memperhatikannya. Tapi ia tak peduli. Ia ingin menemui KyungJae. Ia menghampiri sebuah taksi dan menuju ke rumah KyungJae. Berharap cepat bertemu dengannya.
JangLi sampai ke rumah KyungJae. Ia mengetuk-ngetuk pintu rumah KyungJae dan mengintip ke dalam. Sepertinya tak ada orang. JangLi putus asa. Ia ingin menelepon KyungJae, tapi ponselnya ia tinggalkan bersama Eomma-nya. JangLi pasrah. Ia pun kembali memasuki taksi.
JangLi pergi ke jembatan besar. Tempat ia mengutarakan perasaannya kepada Kyungjae. Ia berharap keajaiban datang. Ia ingin bertemu KyungJae di sana. JangLi menatap matahari yang tenggelam. Warnanya keemasan dan menyilaukan matanya. Indah.
“JangLi~!” seseorang seperti memangggil namanya dari kejauhan. Tapi ia merasa itu hanya khayalannya saja.
“Kim JangLi~!” suara itu terdengar jelas. Ia mengenal pemilik suara itu. Ia pun menoleh dan berlari ke arahnya.
“Sunbae…” JangLi memeluknya dengan lega. Dengan perasaan bahagia. KyungJae memeluknya sangat erat. Seperti tak ingin melepaskannya.
KyungJae’s POV…
                Aku memeluk JangLi dengan erat. Aku seperti terbang sekarang. Setelah lama aku memendam perasaanku akhirnya perasaan ini tercurahkan juga.
                “Saranghaeyo, JangLi.” Ucapku pada JangLi.
                “Nado. Saranghamnida, Sunbae.” JangLi menangis. Isak tangisnya terdengar jelas. Menyenangkan melihatnya bisa menangis di pelukanku.
                “Aku mencarimu, JangLi.”
                “Nado.”
                “Inikah milikmu JangLi?” aku menunjukan buku hariannya. JangLi mengambilnya.
                “Eottokhajo? Kenapa bisa ada pada Sunbae?” Tanya JangLi.
                “Molla. Aku rasa Minhyuk yang memberikannya padaku.” Kataku.
                “Ah, araseo.” JangLi tersenyum.
                “JangLi, would you marry me?” aku membungkuk dihadapannya. Aku memberikan sebuah kotak kecil yang cukup usang. JangLi menerima kotak itu dan membukanya. Sebuah cincin dariku. Cincin yang 7 tahun lalu ingin kuberikan pada JangLi.
                “Sunbae.. Yes, I would.” JangLi tersenyum bahagia. Matanya berkaca-kaca. Ia lalu memelukku dan aku memeluknya lebih erat lagi.
                “JangLi, kau benar-benar tergila-gila padaku ya?” tanyaku menggoda JangLi.
                “Ahahaha.. Sunbae.” JangLi tertawa. Aku juga tertawa bersamanya. Sangat bahagia. Tak pernah lebih bahagia dibandingkan saat ini. Kim JangLi, gadis yang aku cinta hampir 8 tahun. Gadis yang akan menikah dengan temanku Kang MinHyuk. Gadis yang sangat mencintaiku. Kini sekarang milikku.
EPILOG
                “Kim JangLi. Bersediakah kau mendampingi Kim KyungJae untuk selamanya?” kata sang Pendeta.
                “Ya, aku bersedia.” Kata JangLi.
                “Kim KyungJae. Bersediakah kau mendampingi Kim JangLi untuk selamanya?” Sang Pendeta bertanya kepadaku.
                “Ya, aku bersedia.” Kataku kemudian.
                “Ada yang keberatan?” semua orang yang menghadiri pernikahan itu terdiam termasuk Minhyuk. Tak ada jawaban. Kim JangLi & Kim KyungJae resmi menikah. Kini, aku seorang yeobo dari Kim JangLi.
                JangLi melempar buket bunganya. Minhyuk mendapatkannya dengan senyum dan tawa. Aku melempar senyum padanya. Lalu aku memandang Xander yang juga tersenyum padaku. Aku memandangnya dengan arti penuh terima kasih. Xander sepertinya bisa mengerti itu.
Lalu aku memandang Kim JangLi yang juga menatapku. Aku mendekati wajahnya dan menciumnya lembut. JangLi lalu melepaskannya dan melambaikan tangan kepada semua tamu undangan. Setelah itu kami memasuki mobil. Kami melambai sambil tersenyum pada mereka.
Setelah cukup jauh aku dan JangLi berpandangan. Aku membelai rambutnya dan mendekatkan wajahnya lagi padaku. Aku menciumnya lagi. Sedikit lebih lama. Aku sangat bahagia. Aku telah mendapatkan cintaku. Dan aku telah memberikan hatiku padanya.
“Jagiya.. My heart is yours..”
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar